Malam itu berlalu begitu saja, dan pagi-pagi buta menyapa dengan cahaya yang lembut menyusup masuk melalui jendela kamar. Lana terbangun lebih dulu, matanya terbuka untuk menatap wajah Raka yang masih tertidur. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika melihat suaminya yang damai dalam tidurnya.Dia bergerak perlahan, mencium kening Raka dengan lembut sebelum menyentuh bibirnya ke jidat pria itu, menciptakan kontak yang penuh dengan rasa sayang. "Selamat pagi, sayang," bisiknya dengan suara lembut, berharap suaminya akan merasakan getaran kebahagiaan meskipun ingatan masa lalu belum kembali.Namun, Raka masih tertidur, tidak terganggu oleh kata-kata atau sentuhan Lana. Tatapan kosong di wajahnya mencerminkan ketidakmampuan untuk mengakses memori yang tersembunyi. Meskipun begitu, Lana tetap berusaha untuk menyemangati suaminya, menunjukkan dukungan dan cintanya tanpa syarat.Setelah menyempurnakan persiapannya, Lana beranjak dari tempat tidur dengan lembut agar tidak mengganggu tidur Ra
Saat Lana dan Raka sedang merencanakan untuk makan malam bersama di luar, tiba-tiba langkah mereka terhenti oleh kehadiran yang tak diundang: Gabriella. Wanita itu muncul dengan senyuman manis di wajahnya, seolah tak menyadari betapa dia telah mengacaukan rencana Lana dan Raka.Lana merasakan gejolak di dalam dadanya begitu melihat Gabriella. Segala upaya untuk menahan kekesalannya hampir tidak bisa dipertahankan. Dia berdiri di tempat, mencoba mengendalikan emosinya yang membara. Sementara itu, Raka terlihat agak kebingungan dengan kehadiran Gabriella, namun dia tetap berusaha menjaga sikap sopan.Mata wanita itu melayang dari Lana ke Raka dengan ekspresi yang tidak jelas. Lana merasa semakin kesal, bertanya-tanya mengapa Gabriella selalu muncul di saat-saat yang tidak tepat."Gabriella, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Lana dengan suara yang mencoba keras menahan kemarahannya.Gabriella hanya tersenyum dengan santai, seolah tidak menyadari bahwa kedatangannya mengganggu rencana
Lana menghentikan langkahnya secara tiba-tiba ketika mendengar suara yang familiarnya. Dia memalingkan wajahnya dan terperanjat saat melihat Rudi, mantan suaminya, berdiri di depannya dengan senyum di wajahnya."Rudi!" seru Lana dengan nada yang sedikit terkejut dan canggung.Rudi mendekatnya dengan langkah mantap, ekspresi khawatir terpancar jelas dari wajahnya. "Lana, apa kabar? Aku mendengar tentang kecelakaanmu. Kamu baik-baik saja?" tanya Rudi, suaranya penuh perhatian.Lana merasa tidak nyaman dengan kehadiran Rudi di situ, terutama di depan Raka. Dia berusaha menjaga ketenangan dan mengatasi kecanggungannya. "Ah, ya, aku baik-baik aja, Rud. Cuma cedera ringan.”Lana merasa dadanya berdebar-debar. Pertemuan mendadak ini membuatnya tidak siap, terutama karena hubungan mereka yang sudah berakhir beberapa tahun lalu tidak selalu berjalan lancar. Dia mencoba untuk tetap tenang, tetapi perasaan cemas dan khawatir mulai menyelinap ke dalam pikirannya.Raka dan Gabriella, yang sedang b
Setelah menurunkan Gabriella di depan rumahnya, Lana dan Raka melanjutkan perjalanan mereka dengan suasana yang hening di dalam mobil. Meskipun jalan yang mereka tempuh tak jauh, tetapi keheningan di antara mereka terasa begitu menyiksa. Kedua belah pihak sibuk dengan pikiran mereka sendiri, memikirkan segala hal yang terjadi sepanjang hari itu.Raka merasa gelisah dan tidak nyaman. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu tentang masa lalunya yang tak ia ingat, tentang Rudi, dan tentang perasaan aneh yang ia rasakan ketika melihat Lana bersama dengan mantan suaminya itu. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri karena merasakan kecemburuan yang aneh terhadap Rudi, padahal dia tidak memiliki kenangan tentangnya.Tanpa pikir panjang, Raka memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya dengan mengarahkan mobilnya ke sebuah bar. Dia berharap sedikit hiburan dan suasana yang lebih ramai dapat meredakan kegelisahan yang ada di dalam dirinya. Namun, rencana tersebut langsung
Ketika Raka mendekati Lana dengan langkah cepat, Lana merasakan denyutan keras di dadanya. Wajah suaminya memerah oleh kemarahan, dan tatapan matanya menusuk ke dalam jiwa Lana. Dengan gerakan tiba-tiba, Raka menarik tangan Lana dengan kuat, memisahkannya dari pria yang sedang bersamanya."Pergilah dari sini," desis Raka dengan suara rendah, tetapi penuh dengan otoritas.Lana terkejut oleh tindakan tegas suaminya. Dia mencoba menenangkan Raka dengan tatapan, tetapi pria yang sedang bersamanya seolah tidak menyukai perlakuan itu. Dengan wajah yang memerah karena kemarahan, pria tersebut melangkah maju, memasang badan di antara Raka dan Lana.Ekspresi wajahnya berubah menjadi kesal, tidak terima melihat wanita yang sedang bersamanya diperlakukan seperti itu, meski oleh suami sahnya sendiri."Dia bersama saya, jadi Anda tidak punya hak untuk—""Jangan campuri urusan kami," potong Raka, suaranya menggema di dalam bar yang semakin hening.Pria itu membalas dengan sikap yang tegas, "Saya ti
Raka terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Lana tergantung di udara. Namun, semakin lama dia mengamatinya, semakin kuat keinginannya untuk menghentikan aliran kata-kata itu dengan cara yang lebih intim. Perasaannya terombang-ambing antara marah, kecewa, dan sesuatu yang lebih dalam yang tidak bisa dia jelaskan.Tanpa sepatah kata pun, Raka mendekatkan dirinya pada Lana, tatapannya yang intens tidak pernah lepas dari mata istrinya. Dengan gerakan yang mantap, dia menempatkan tangannya di pipi Lana dan melingkarkan lengannya di sekitar pinggangnya. Dengan perlahan, dia menarik Lana lebih dekat, sehingga jarak antara mereka hanya beberapa sentimeter.Tidak ada kata yang terucap dari mulut Raka. Dia hanya melihat mata Lana, mencari tanda-tanda persetujuan atau penolakan. Dan kemudian, dengan perasaan yang mendalam, dia menutup mata dan mencium bibir Lana dengan lembut.Udara terasa tegang, detik berlalu seperti abadi saat bibir mereka bersentuhan. Rasa hangat yang menyertai ciuman itu mem
Setelah melalui masa sulit itu, Lana dan Raka kembali ke rutinitas sehari-hari mereka. Keduanya mulai bekerja lagi, tetapi kali ini dengan semangat dan kebersamaan yang lebih besar. Meskipun Raka masih belum mampu mengingat kembali momen-momen indah bersama Lana dan putra mereka, dia sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan ini dengan cara baru.Perlahan-lahan, Lana dan Raka mulai menciptakan kenangan-kenangan baru bersama. Mereka pergi berlibur bersama, menghadiri acara-acara keluarga, dan menikmati setiap momen kebersamaan yang mereka bisa. Meskipun Raka tidak bisa mengingat masa lalu, dia memutuskan untuk membangun hubungan baru dengan Lana dan Aiden berdasarkan kepercayaan, pengertian, dan komitmen.Hubungan mereka semakin membaik seiring berjalannya waktu. Raka belajar untuk lebih menghargai setiap momen bersama Lana dan Aiden.Dua bulan kemudian, Mereka memutuskan untuk berlibur ke beberapa tempat. Dan salah satu yang akan mereka kunjungi kali ini adalah Santorini.Di pagi yan
Keesokan harinya, matahari bersinar cerah di Santorini saat Lana, Raka, dan Aiden melanjutkan petualangan mereka ke arah pantai. Mereka menikmati perjalanan dengan berjalan kaki melalui jalan-jalan yang indah, dihiasi dengan bangunan-bangunan putih yang khas pulau ini. Ketika mereka tiba di pantai, mereka terpesona oleh keindahan alam yang menakjubkan.Raka membimbing Aiden untuk membangun istana pasir di tepi pantai, sementara Lana duduk di sampingnya sambil menikmati pemandangan lautan yang biru dan langit yang cerah. "Aiden, lihat, kita bisa membuat istana pasir yang sangat besar di sini," kata Raka, tersenyum pada anaknya."Papa, bisakah kita membuat menara yang sangat tinggi?" tanya Aiden dengan antusias."Tentu saja, Nak, kita bisa coba!" jawab Raka, sambil membantu Aiden mengumpulkan pasir.Sementara itu, Lana duduk di sebelah mereka dengan senyuman, merasakan kebahagiaan yang menyelimuti hatinya. "Kalian berdua benar-benar pandai membuat istana pasir," kata Lana dengan penuh k