Mireya sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Dokter memberikan izin padanya untuk keluar dari rumah sakit, karena kondisi Mireya sudah membaik. Pun luka di pergelangan tangan Mireya sudah memulih. Beruntung, memang Mireya tidak sampai benar-benar memotong urat nadinya. Jika saja urat nadinya putus, maka tak akan mungkin wanita itu bisa secepatnya pulih.Selama berada di rumah sakit, Draco hanya datang beberapa kali saja. Pria itu selalu beralasan sibuk dengan pekerjaan. Yang menjaga Mireya hanyalah pengawal dan pelayan. Padahal yang diinginkan wanita itu adalah sang tunangan selalu ada di sisinya. Apalagi kondisinya tengah sakit seperti ini. “Di mana Draco?” tanya Mireya pada Nigel yang baru saja datang. Dia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, dan dia menunggu Draco menjemputnya. Nigel menunduk. “Maaf, Nona. Kebetulan hari ini Tuan Draco Riodan sangat sibuk. Beliau tidak bisa—”“Sibuk apa dia, hah?! Sibuk dengan pelacur itu!” bentak Mireya keras.Mireya bukan orang
“Mireya sudah keluar dari rumah sakit?” Draco duduk di kursi kebesarannya seraya menatap Nigel yang berdiri di hadapannya. Tatapan dingin dan tersirat tegas. Pria itu kini tengah berada di ruang kerja yang ada di penthouse pribadinya. Nigel mengangguk. “Sudah, Tuan. Nona Mireya sudah keluar dari rumah sakit. Tadi saya ingin mengantar beliau, tapi beliau menolak. Beliau memilih untuk pulang dengan asisten pribadinya sendiri.”Draco menyesap wine perlahan. “Biarkan saja. Paling tidak, dia sudah keluar dari rumah sakit.” Nigel terdiam sebentar. “Tuan, Nona Mireya sudah berani untuk berbuat nekat. Tidak menutup kemungkinan, jika ke depannya Mireya akan berbuat nekat lagi.”Draco mencengkram gelas yang ada di tangannya. Tak dipungkiri bahwa apa yang dikatakan Nigel adalah benar. Besar kemungkinan Mireya akan lebih berbuat nekat. Dia sudah memikirkan akan hal ini. Namun sayang, dia belum bisa bertindak lebih.“Aku belum bisa mengambil keputusan apa-apa. Tunggulah, Nigel. Aku masih membutu
Luna sama sekali tidak menyangka kalau Draco akan membawanya ke makam mendiang ibu pria itu. Hatinya tersentuh tak menentu. Jutaan pertanyaan menelusup masuk ke dalam pikirannya. Luna butuh jawaban pasti. Akan tetapi, lidahnya terlalu kelu untuk merangkai banyak pertanyaan. Yang dia bisa tangkap dari matanya adalah sosok Draco Riordan sangatlah mencintai ibunya.Seseorang pria yang mencintai ibunya, maka pasti pria itu sangatlah menghargai seorang wanita. Namun kenapa malah Draco tega memberikan harapan palsu padanya? Draco tega menjadikannya nomor dua. Membuat Luna sangatlah berharap. Padahal jelas pria itu telah dimiliki oleh wanita lain.Sepulang dari pemakaman, Luna melangkah menghampiri Draco yang menyendiri di kamar sambil menatap foto mendiang ibu pria itu. Luna belum pernah melihat sisi Draco yang seperti ini.“Ibumu sangat cantik, Draco,” puji Luna. “Wajahmu mirip sekali ibumu.”Draco mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Luna. “Ya, kau benar. Wajahku memang mirip dengan
Draco menatap dingin asistennya yang ada di hadapannya. Aura wajah dingin dan tegas, menyimpan jutaan hal di sana. Napasnya memburu. Rahangnya mengetat. Kemarahan menyelimuti dirinya.“Untuk apa tua bangka itu mencariku?!” seru Draco dengan kemarahan yang tak bisa tertahankan. Nigel sudah menduga ini. Dia melaporkan tentang sosok yang paling dibenci tuannya akan datang menemui Tuannya itu—dan detik itu juga kemarahan menyelimuti jelas Tuannya. “Tuan Danny Fergie hanya mengatakan ingin bertemu dengan Anda. Tidak ada alasan apa pun. Apakah Anda ingin menolak? Jika Anda ingin menolak, maka saya akan menolak keinginan beliau yang ingin bertemu Anda.” Nigel memberi tahu.Draco terdiam dengan sorot mata tajam mendengar apa yang dikatakan oleh sang asisten. ‘Danny Fergie’, nama yang tak pernah ingin Draco dengar. Nama yang menumbuhkan rasa benci yang menggebu-gebu dalam dirinya. Aura kebencian, dendam, dan emosi telah melebur menjadi satu. Dia mengingat kejadian menyakitkan dalam dirinya.
Keheningan membentang menyelimuti suasana itu. Luna duduk di ranjang sambil dikompres handuk hangat oleh Draco. Gadis cantik itu tak bersuara sedikit pun. Hanya tatapan lurus menatap manik mata hangat dan dalam Draco. Tatapan yang tersirat menunjukkan bahwa dia memiliki ribuan pertanyaan.“Kau hanya diam. Kau tidak merintih. Apa tamparan Mireya tidak menyakitkan?” Draco memberikan salep ke wajah Luna. “Tamparan ini menyakitkan. Bohong jika aku tidak merasakan sakit. Aku bukan wonder woman yang memiliki kekuatan. Tapi, sebagai sesama perempuan, tamparan ini sebagai bentuk luapaan emosi dari pasangannya yang ketahuan berselingkuh.” Luna menjawab dengan suara tenang, dan pelan.Luna tak menyalahkan Mireya sama sekali yang datang menemuinya, demi meluapkan kemarahan padanya. Menurut Luna, tindakan Mireya merupakan hal yang sudah sangat sepantasnya dilakukan. Mireya hanya marah karena posisi Draco telah berselingkuh. Andai saja Draco tak melukai hati Mireya, maka pasti tak mungkin Mireya
“Mom, aku sudah pulang.” Draco melangkah masuk ke dalam rumahnya, berseru memanggil ibunya. Namun, sayangnya di kala dia mencari-cari keberadaan ibunya, dia tidak menemukan ibunya. Baik itu di kamar, di ruang tengah, atau di halaman belakang tidak ada ibunya. “Mom? Kau di mana?” Draco melangkah menelusuri rumahnya yang sederhana, dan tiba-tiba langkahnya terhenti di dapur melihat ada darah yang berlinang. Raut wajah pemuda tampan itu berubah kaku dan ketakutan. Jantungnya berdebar jauh lebih kencang dari biasanya akibat rasa takut yang mendera. “Mom!” Betapa terkejutnya Draco melihat ibunya tergeletak di lantai dengan pergelangan tangan yang sudah dipenuhi darah. Pun pisau ada di sana. Menandakan bahwa ibunya melukai diri sendiri. Tangis Draco pecah bersimpuh seraya memeluk ibunya. “Mom! Buka matamu! Jangan tinggalkan aku, Mom!” Draco merasakan tubuh ibunya mulai dingin. Dia berteriak meminta ibunya bangun, tapi hasilnya nihil. Ibunya tak kunjung membuka mata. Tatapan Draco teral
Flashback On#Mata Draco menatap nyalang Mireya yang terbaring di ranjang. Aura kemarahan begitu terlihat jelas. Ini sudah hari kedua Mireya tak sadarkan diri akibat mengonsumsi obat penggugur kandungan. Membayangkan Mireya membunuh janin yang ada di kandungannya, membuat emosi Draco bagaikan api yang tersiram minyak panas.Nigel yang berada di sana segera pamit undur diri tidak berani berbicara. Sebab, dia tahu bahwa tuannya itu paling tidak suka diganggu dalam keadaan marah besar. Dokter yang berkunjung pun segera pamit undur diri, setelah menjelaskan janin yang ada di kandungan Mireya sudah tidak lagi bernyawa.Sayup-sayup mata Mireya mulai terbuka. Object pertama yang Mireya lihat adalah sinar lampu. Aroma obat-obatan menyengat di indra penciumannya. Wanita berparas cantik itu kini menatap Draco—sang tunangan berdiri tegak tak jauh darinya.“D-Draco?” panggil Mireya lirih.Draco melangkah mendekat, memberikan tatapan tajam pada Mireya. “Aku pikir kau akan mati setelah mengonsumsi
Aroma alkohol dan tembakau begitu kuat melebur menjadi satu dalam ruang kerja Mireya. Wanita berparas cantik itu berdiri seraya menenggak wine yang berada di dalam botol. Sudah tidak lagi bisa terhitung berapa botol wine yang dia minum. Emosi yang memuncak membuatnya tidak bisa terkendali sama sekali. Wanita itu mengingat dengan jelas tamparan menyakitkan Draco.Pertama kalinya Draco menampar wajahnya demi membela Luna. Mireya tidak bisa menerima itu. Tunangannya jauh lebih membela pelacur rendah daripada dirinya. Itu benar-benar menghancurkan harga diri seorang Mireya Light.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Mireya mengumpat kasar. Dalam keadaan emosi seperti ini dia tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Namun, sekarang malah ada yang berani mengganggunya.“Masuk!” titah Mireya tegas.Seorang sekretaris masuk ke dalam ruang kerja Mireya. “Nona, maaf mengganggu Anda—”“Kau memang menggangguku, Bodoh!” bentak Mireya penuh emosi.Sang sekretaris menunduk ketakutan. “M-maaf, Nona. S-