Draco menatap dingin asistennya yang ada di hadapannya. Aura wajah dingin dan tegas, menyimpan jutaan hal di sana. Napasnya memburu. Rahangnya mengetat. Kemarahan menyelimuti dirinya.“Untuk apa tua bangka itu mencariku?!” seru Draco dengan kemarahan yang tak bisa tertahankan. Nigel sudah menduga ini. Dia melaporkan tentang sosok yang paling dibenci tuannya akan datang menemui Tuannya itu—dan detik itu juga kemarahan menyelimuti jelas Tuannya. “Tuan Danny Fergie hanya mengatakan ingin bertemu dengan Anda. Tidak ada alasan apa pun. Apakah Anda ingin menolak? Jika Anda ingin menolak, maka saya akan menolak keinginan beliau yang ingin bertemu Anda.” Nigel memberi tahu.Draco terdiam dengan sorot mata tajam mendengar apa yang dikatakan oleh sang asisten. ‘Danny Fergie’, nama yang tak pernah ingin Draco dengar. Nama yang menumbuhkan rasa benci yang menggebu-gebu dalam dirinya. Aura kebencian, dendam, dan emosi telah melebur menjadi satu. Dia mengingat kejadian menyakitkan dalam dirinya.
Keheningan membentang menyelimuti suasana itu. Luna duduk di ranjang sambil dikompres handuk hangat oleh Draco. Gadis cantik itu tak bersuara sedikit pun. Hanya tatapan lurus menatap manik mata hangat dan dalam Draco. Tatapan yang tersirat menunjukkan bahwa dia memiliki ribuan pertanyaan.“Kau hanya diam. Kau tidak merintih. Apa tamparan Mireya tidak menyakitkan?” Draco memberikan salep ke wajah Luna. “Tamparan ini menyakitkan. Bohong jika aku tidak merasakan sakit. Aku bukan wonder woman yang memiliki kekuatan. Tapi, sebagai sesama perempuan, tamparan ini sebagai bentuk luapaan emosi dari pasangannya yang ketahuan berselingkuh.” Luna menjawab dengan suara tenang, dan pelan.Luna tak menyalahkan Mireya sama sekali yang datang menemuinya, demi meluapkan kemarahan padanya. Menurut Luna, tindakan Mireya merupakan hal yang sudah sangat sepantasnya dilakukan. Mireya hanya marah karena posisi Draco telah berselingkuh. Andai saja Draco tak melukai hati Mireya, maka pasti tak mungkin Mireya
“Mom, aku sudah pulang.” Draco melangkah masuk ke dalam rumahnya, berseru memanggil ibunya. Namun, sayangnya di kala dia mencari-cari keberadaan ibunya, dia tidak menemukan ibunya. Baik itu di kamar, di ruang tengah, atau di halaman belakang tidak ada ibunya. “Mom? Kau di mana?” Draco melangkah menelusuri rumahnya yang sederhana, dan tiba-tiba langkahnya terhenti di dapur melihat ada darah yang berlinang. Raut wajah pemuda tampan itu berubah kaku dan ketakutan. Jantungnya berdebar jauh lebih kencang dari biasanya akibat rasa takut yang mendera. “Mom!” Betapa terkejutnya Draco melihat ibunya tergeletak di lantai dengan pergelangan tangan yang sudah dipenuhi darah. Pun pisau ada di sana. Menandakan bahwa ibunya melukai diri sendiri. Tangis Draco pecah bersimpuh seraya memeluk ibunya. “Mom! Buka matamu! Jangan tinggalkan aku, Mom!” Draco merasakan tubuh ibunya mulai dingin. Dia berteriak meminta ibunya bangun, tapi hasilnya nihil. Ibunya tak kunjung membuka mata. Tatapan Draco teral
Flashback On#Mata Draco menatap nyalang Mireya yang terbaring di ranjang. Aura kemarahan begitu terlihat jelas. Ini sudah hari kedua Mireya tak sadarkan diri akibat mengonsumsi obat penggugur kandungan. Membayangkan Mireya membunuh janin yang ada di kandungannya, membuat emosi Draco bagaikan api yang tersiram minyak panas.Nigel yang berada di sana segera pamit undur diri tidak berani berbicara. Sebab, dia tahu bahwa tuannya itu paling tidak suka diganggu dalam keadaan marah besar. Dokter yang berkunjung pun segera pamit undur diri, setelah menjelaskan janin yang ada di kandungan Mireya sudah tidak lagi bernyawa.Sayup-sayup mata Mireya mulai terbuka. Object pertama yang Mireya lihat adalah sinar lampu. Aroma obat-obatan menyengat di indra penciumannya. Wanita berparas cantik itu kini menatap Draco—sang tunangan berdiri tegak tak jauh darinya.“D-Draco?” panggil Mireya lirih.Draco melangkah mendekat, memberikan tatapan tajam pada Mireya. “Aku pikir kau akan mati setelah mengonsumsi
Aroma alkohol dan tembakau begitu kuat melebur menjadi satu dalam ruang kerja Mireya. Wanita berparas cantik itu berdiri seraya menenggak wine yang berada di dalam botol. Sudah tidak lagi bisa terhitung berapa botol wine yang dia minum. Emosi yang memuncak membuatnya tidak bisa terkendali sama sekali. Wanita itu mengingat dengan jelas tamparan menyakitkan Draco.Pertama kalinya Draco menampar wajahnya demi membela Luna. Mireya tidak bisa menerima itu. Tunangannya jauh lebih membela pelacur rendah daripada dirinya. Itu benar-benar menghancurkan harga diri seorang Mireya Light.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Mireya mengumpat kasar. Dalam keadaan emosi seperti ini dia tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Namun, sekarang malah ada yang berani mengganggunya.“Masuk!” titah Mireya tegas.Seorang sekretaris masuk ke dalam ruang kerja Mireya. “Nona, maaf mengganggu Anda—”“Kau memang menggangguku, Bodoh!” bentak Mireya penuh emosi.Sang sekretaris menunduk ketakutan. “M-maaf, Nona. S-
Aroma terapi membantu mual Luna berkurang. Gadis cantik itu duduk di taman, menikmati pemandangan seraya mencium aroma terapi. Dia yakin asam lambungnya naik hingga mual seperti ini. Jika bukan karena asam lambungnya naik, pastinya akan mual. Stress bisa menjadi penyebab utama asam lambung naik.Masalah datang bertubi-tubi. Luna tidak menampik bahwa dirinya terpaku dalam masalah Draco dan Mireya. Semua begitu mengejutkan. Luna merasa senang dan bahagia Draco memilihnya, tapi di sisi lain Mireya adalah orang yang duluan ada di hidup Draco. Tak dipungkiri itu menjadi beban di hati Luna.“Luna…” Draco menghampiri Luna yang berada di taman.Luna mendongakkan kepalanya, menatap Draco. “Iya, Draco?”Draco mengecup bibir Luna. “Hari ini aku ada urusan ke kantor. Kau tidak apa, kan aku tinggal sebentar?”Luna mengerjapkan mata beberapa kali. “Apa kau akan pulang malam?”Draco kembali mengecup bibir Luna. “Aku akan usahakan pulang cepat. Kau akan ditemani pelayan. Jika kesehatanmu menurun, pel
Mireya duduk di pangkuan Draco di kala tunangannya itu sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan mereka akan bertemu. Dia membelai rahang tegas Draco, menatap penuh damba sang tunangan yang sangat tampan dan rupawan.“Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu, Draco,” ucap Mireya hendak memberikan ciuman di bibir Draco, tapi pria itu membuang wajahnya seolah tak sudi dicium oleh Mireya.Draco mendorong tubuh Mireya, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. “Aw! Draco kenapa kau kasar padaku?” serunya kesal.Draco menatap dingin Mireya yang tersungkur ke lantai. “Asistenku mengatakan kau tidak bisa diajak negosiasi karena keadaan perusahaan cabangku yang mengalami musibah. Sekarang aku datang untuk mengajakmu bernegosiasi, jadi jangan membuang-buang waktuku!”Mireya bangkit berdiri menahan sakit di bokongnya. “Kau bisa bersikap lembut pada seorang pelacur, tapi kau malah bersikap kasar pada tunanganmu sendiri!”“Berhenti mengatakan Luna seorang pelacur!” bentak Draco su
Saat pertama kali tiba di penthouse, Draco menatap tiga pelayannya sudah berlumuran darah. Dua lagi berhasil selamat kini menangisi teman mereka yang tewas. Aroma anyir darah begitu semerbak memenuhi ruang tengah. Nigel yang ada di samping Draco terkejut melihat keadaan penthouse Draco yang berantakan. “Tuan.” Dua pelayan yang masih hidup bergetar ketakutan di kala mereka menatap Draco.Tatapan Draco menyalang tajam bagaikan singa hutan yang murka. “Ceritakan padaku apa yang terjadi!” semburnya penuh amarah tertahan. Dia sudah meminta orangnya mencari titik keberadaan Luna, tapi sampai detik ini belum juga ditemukan.Dua pelayan itu gelagapan menjawab pertanyaan Draco. Mereka tidak akan mungkin diam saja, jika sudah mendapatkan cercaan pertanyaan seperti ini. Mereka harus menjawab kebenaran yang ada.“T-tuan, m-maafkan kami. Lampu tiba-tiba saja mati. Kami berusaha menghubungi pihak keamanan, tapi seluruh telepon di penthouse tidak berfungsi. Saat salah satu di antara kami ingin meng
Lima tahun kemudian … “Ayo Dickson! Lenita! Semangat!” Luna bersorak menyemangati anak kembarnya yang sedang lomba renang. Tampak wanita itu menunjukkan kegirangannya di kala anak kembarnya unggul dari yang lain.Draco berdiri di samping Luna, menatap tenang anak kembarnya yang lebih unggul dari yang lain. Luna sejak memiliki anak jauh lebih heboh dan cerewet, sedangkan Draco lebih tenang. Namun, jika Draco sudah bicara tegas, maka pasti semua akan takut pada pria itu. Hingga kemudian, waktu berakhir. Dickson juara satu dan Lenita juara dua. Sontak Luna memekik kegirangan anak kembarnya berhasil menang. Dia memeluk Draco karena terlalu sedang. Ekspresi Draco tersenyum tipis dan penuh bangga pada Dickson dan Lenita.“Sayang, anak kita menang,” seru Luna antusias.Draco mengecup kening Luna. “Kemenangan sudah pasti berada di tangan mereka.”“Daddy! Mommy!” Dickson dan Lenita berlari menghampiri kedua orang tua mereka, memeluk erat kedua orang tua mereka.“Anak Mommy dan Daddy hebat!
“Saya, Draco Riordan, mengambil engkau Luna Granger sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”“Saya, Luna Granger, mengambil engkau Draco Riordan sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”Pastor mensahkan pernikahan Draco dan Luna. Dua insan yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri bertukar cincin, dan mereka langsung berciuman di hadapan ribuan para tamu undangan. Suara tepuk tangan riuh terdengar.Pernikahan Draco dan Luna mengukir sejarah. Pernikahan yang megah dihadiri oleh para pengusaha, art
“Draco, kita mau ke mana? Ini kan bukan arah rumah kita,” ucap Luna di kala Draco mengambil arah ke jalan yang lain. Bukan jalan ke rumah baru mereka. Gadis itu menoleh menatap Draco dengan tatapan bingung.“Nanti kau akan tahu ke mana aku akan membawamu.” Draco membelai rambut panjang Luna. Pria itu menatap ke depan, fokus pada jalanan. Luna ingin bertanya ke mana Draco akan membawanya, tapi karena tatapan Draco sangat serius menatap jalanan, itu membuatnya mengurungkan diri untuk bertanya. Luna memilih diam sampai dia tahu ke mana Draco akan membawanya. Butuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Mobil Draco mulai memasuki halaman parkir pemakaman. Luna sekarang mengerti Draco mengajaknya untuk mengunjungi makam mendiang ibu Draco. Luna tersenyum. “Kau ingin kita mengunjungi makam ibumu, ya?”Draco mengangguk sambil membelai pipi Luna. “Ya, tapi bukan hanya makam ibuku saja.”Kening Luna mengerut dalam. “Makam siapa?”“Nanti kau akan tahu. Kita turun dulu.” Draco mengajak Luna unt
Luna bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Jeritan kata ‘Tidak’ membuat Draco terbangun lebih dulu. Pria tampan itu mendapati Luna yang seperti tengah mimpi buruk. Refleks, Draco membangunkan Luna.“Luna? Hey, Luna?” panggil Draco lembut.“Jangan bunuh anakku!” teriak Luna bersamaan dengan dia sudah bangun, dan bercampur dengan derai air mata.Draco langsung memeluk Luna erat, dan menciumi puncak kepala gadis itu. Tangis Luna pecah dalam pelukan Draco. “Luna, kau mimpi buruk. Aku di sini. Aku selalu menjagamu.”Tangis Luna mengecil dalam pelukan Draco. “Draco, aku bermimpi Danny dan Mireya ingin membunuh anak kita.”Draco mengeratkan pelukannya mendengar cerita Luna. Pasti trauma kejadian penculikan itu masih ada. Tidak mungkin dalam sekejap bisa sirna begitu saja. Dalam hati Draco mengumpati kebodohannya yang terlalu lama menyelamatkan Luna. “Pria tua itu sudah berada di penjara, sedangkan Mireya berada di rumah sakit jiwa. Mereka tidak akan melukaimu,” ucap Draco sung
Kesehatan Luna berangsur-angsur membaik. Dia mendapatkan perawatan terbaik Selama berada di rumah sakit. Hamil membuat Luna mendapatkan perhatian berlebih dari Draco. Setiap Luna ingin bergerak saja, Draco selalu khawatir hal buruk menimpa Luna. Terdengar sangat berlebihan, tapi memang itulah Draco jika sudah ketakutan kehilangan sosok yang berharga di hidupnya.“Draco, aku sudah makan. Jangan minta aku untuk makan lagi. Aku sudah kenyang. Nanti aku muntah jika kau paksa,” ucap Luna dengan bibir tertekuk dalam. Perutnya sudah kenyang, tapi terus dipaksa untuk makan.Draco meletakan piringnya ke atas meja dan berkata lembut, “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Yang penting kau sudah kenyang. Aku tenang sekarang.”Luna tersenyum mengerti rasa khawatir Draco. Gadis itu bangkit berdiri dan duduk di pangkuan Draco. “Aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu menjaga anak kita. Kau percaya padaku, kan?”Luna mengerti kekhawatiran Draco. Pria itu pernah kehilangan anak. Jadi wajar jika se
“D-Draco?” lirih Luna melihat Draco berada di ambang pintu. Matanya sembab akibat tangis, sekarang berubah menjadi tatapan penuh harap. Dia percaya Draco akan datang menyelamatkannya. Tubuh Mireya membeku di tempatnya melihat Draco berdiri di ambang pintu. Berbagai umpatan lolos di bibirnya. Dia tak mengira Draco akan secepat ini menemukan keberadaan Luna.Tatapan Danny menyalang tajam menatap Draco. “Sejak awal Luna adalah wanitaku! Jangan pernah kau mengaku-aku dia sebagai wanitamu!”Draco tersenyum sinis melihat Mireya juga terlibat. Dalam hati dia bersyukur datang tepat waktu. Dia mendengar jeritan Luna. Dia sudah menduga apa yang terjadi sebelum dirinya datang. Sekarang kebenciannya pada Danny dan Mireya semakin bertambah.“Kalian ingin membunuh anakku yang ada di kandungan Luna?” Draco melangkah mendekat, menatap tajam Danny dan Mireya. “Luna adalah milikku!” desis Danny menekankan.Draco tersenyum sinis. “Kau ingin tahu kenapa aku bertekad mengalahkanmu di pelelangan waktu i
Draco melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota. Pria itu menginjak pedal gas kuat-kuat. Alamat keberadaan Luna sudah berhasil ditemukan. Hacker membobol CCTV jalanan. Draco siap mengeluarkan banyak uang demi agar bisa mengetahui keberadaan Luna. Nigel yang duduk di samping Draco memegang kuat seat belt-nya. Draco tidak mau disopiri. Pria tampan itu lebih percaya menyetir sendiri di kala keadaan mendesak. Tentu Draco mengemudikan mobil di atas kecepatan rata-rata. Nigel saja sampai shock bahkan hampir muntah. Namun Nigel tidak bisa berkomentar apa pun. Nigel hanya bisa patuh pada tuannya.“Nigel, kau sudah yakin alamat yang kau dapatkan?” seru Draco dengan sorot mata tajam.Nigel mengangguk seraya menelan salivanya susah payah. “S-sudah, Tuan. S-saya yakin dengan alamat yang saya dapatkan.”Draco menambah laju kecepatan mobilnya. Sontak tubuh Nigel tercondong ke depan akibat Draco melajukan mobil tanpa perhitungan. Beruntung Nigel sudah kuat-kuat memegang seat belt-nya.
Saat pertama kali tiba di penthouse, Draco menatap tiga pelayannya sudah berlumuran darah. Dua lagi berhasil selamat kini menangisi teman mereka yang tewas. Aroma anyir darah begitu semerbak memenuhi ruang tengah. Nigel yang ada di samping Draco terkejut melihat keadaan penthouse Draco yang berantakan. “Tuan.” Dua pelayan yang masih hidup bergetar ketakutan di kala mereka menatap Draco.Tatapan Draco menyalang tajam bagaikan singa hutan yang murka. “Ceritakan padaku apa yang terjadi!” semburnya penuh amarah tertahan. Dia sudah meminta orangnya mencari titik keberadaan Luna, tapi sampai detik ini belum juga ditemukan.Dua pelayan itu gelagapan menjawab pertanyaan Draco. Mereka tidak akan mungkin diam saja, jika sudah mendapatkan cercaan pertanyaan seperti ini. Mereka harus menjawab kebenaran yang ada.“T-tuan, m-maafkan kami. Lampu tiba-tiba saja mati. Kami berusaha menghubungi pihak keamanan, tapi seluruh telepon di penthouse tidak berfungsi. Saat salah satu di antara kami ingin meng
Mireya duduk di pangkuan Draco di kala tunangannya itu sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan mereka akan bertemu. Dia membelai rahang tegas Draco, menatap penuh damba sang tunangan yang sangat tampan dan rupawan.“Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu, Draco,” ucap Mireya hendak memberikan ciuman di bibir Draco, tapi pria itu membuang wajahnya seolah tak sudi dicium oleh Mireya.Draco mendorong tubuh Mireya, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. “Aw! Draco kenapa kau kasar padaku?” serunya kesal.Draco menatap dingin Mireya yang tersungkur ke lantai. “Asistenku mengatakan kau tidak bisa diajak negosiasi karena keadaan perusahaan cabangku yang mengalami musibah. Sekarang aku datang untuk mengajakmu bernegosiasi, jadi jangan membuang-buang waktuku!”Mireya bangkit berdiri menahan sakit di bokongnya. “Kau bisa bersikap lembut pada seorang pelacur, tapi kau malah bersikap kasar pada tunanganmu sendiri!”“Berhenti mengatakan Luna seorang pelacur!” bentak Draco su