Draco tak bisa tenang menunggu Nigel menemukan keberadaan pelayan yang sudah lancang berani membawanya. Dia sudah berkeliling ke supermarket di area apartemen, guna mencari keberadaan Luna, tapi hasilnya tetap dia tidak berhasil menemukan keberadaan Luna.Draco sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Luna di setiap sudut supermarket, dan tetap hasil juga masih nihil. Itu menandakan bahwa Luna sudah tidak ada lagi di supermarket. Draco mengumpat kasar. Emosi di dalam dirinya seolah ingin meledak.Akan tetapi, meledakan kemarahan bukanlah hal yang tepat saat ini. Jika pengkhianat itu sudah berada di depannya, baru dia bisa meledakan kemarahan. Marah sekarang hanya akan membuang-buang energy, dan tak bisa membuat dirinya berpikir jernih. Sekarang fokus utamanya adalah menemukan keberadaan Luna. Dia yakin bahwa ada yang telah merencanakan ini semua.“Tuan…” Nigel berjalan cepat menghampiri Draco.Draco mengalihkan pandangannya, menatap Nigel dengan sorot mata tegas, dan penu
Darco tiba di sebuah tempat di mana terdapat kapal pesiar pribadi milik pria Arab yang membeli Luna. Pria tampan itu melangkah dengan hati-hati mengendap-endap agar tidak memancing anak buah dari pria Arab yang membeli Luna. Darco tidak hanya sendiri. Ada Nigel dan anak buahnya yang sudah menyebar. Dia hanya ditemani oleh Nigel saja. Anak buahnya yang lain sengaja menyebar demi melindungi dan mengawasi dari jarak jauh.“Tuan, sepertinya kita akan kesulitan masuk. Pengawal di sini banyak sekali.” Nigel menatap begitu banyak pengawal bersenjata di kapal pesiar. “Tidak ada yang sulit. Luna di dalam. Aku tidak akan membiarkan siapa pun berani menyentuhnya.” Draco menggeram penuh emosi membayangkan Luna di dalam sana.Nigel mengangguk patuh merespon ucapan Tuannya. Apa yang sudah diperintah oleh tuannya itu, tak akan mungkin bisa dibantahkan. Draco melangkah masuk duluan dan Nigel tetap berada di belakang. Tepat di kala sudah masuk—ada tiga penjaga yang melihat. Mereka langsung menyeran
BUGHPukulan keras Draco layangkan ke wajah Mangar. Pria bertubuh gempal itu terjatuh ke atas meja—hingga membuat meja menjadi roboh. Pukulan Draco tak main-main. Dia mampu melayangkan pukulan keras pada musuhnya.Saat Mangar terjatuh, anak buah pria bertubuh gempal itu hendak menyerang Draco, namun dengan cepat anak buah Draco muncul dari belakang melawab anak buah Mangar. Perkelahian terjadi cukup hebat. Beberapa anak buah Mangar menyerang Draco, tapi dengan mudah Draco melumpuhkan anak buah Mangar—dengan beberapa kali pukulan keras. Delcy terperanjat terkejut di kala Draco mampu menghabisi anak buah Mangar dengan mudah. Pun Luna yang berdiri tak jauh dari Draco memilih untuk duduk bersembunyi akibat rasa takutnya.Draco menghampiri Mangar yang masih kini berdiri di hadapannya. Kilat mata pria itu menajam melihat pria berbadan gempal itu. Kemarahan menguasai, membuatnya menjadi lepas kendali. “Berani sekali kau menyerangku! Kau tidak mengenal siapa aku!” bentak Mangar dengan nada
Luna tidak bisa tidur. Gadis itu terus memikirkan apa yang dia lihat sebelumnya. Tubuhnya bergetar ketakutan membayangkan begitu banyak darah yang dia lihat. Ya, dia tentu senang dan lega karena berhasil selamat, tapi melihat secara langsung Draco membunuh membuatnya semakin takut.Perasaan dan pikiran Luna sekarang sedang tidak baik. Dia masih tetap terguncang akibat keterkejutannya. Semua kejadian yang menimpanya sangatlah membuat mental Luna tidak baik-baik saja. Akan tetapi, lepas dari semua rasa takut yang menyelimutinya—Luna sangat bersyukur Draco menyelamatkannya lolos dari Mangar. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya jika sampai harus menyerahkan tubuh pada pria lain.Luna pasti akan merasa sangat jijik pada tubuhnya. Dia tidak pernah ingin menjadi seorang pelacur. Bibinya bagaikan iblis yang tega menjualnya hanya demi uang. Untungnya Luna memiliki Draco. Walaupun pada awalnya, dia selalu takut pada Draco, tapi sekarang dia merasakan kenyamana di sisi Draco.Luna dudu
Saat pagi menyapa, Draco melihat Luna masih tertidur pulas dalam pelukannya seperti kucing kecil yang membutuhkan perlindungan. Tampak senyuman di wajah Draco terlukis. Pria itu menyukai melihat Luna tertidur bagaikan bayi yang terlelap.Draco menyingkirkan rambut Luna yang menutupi wajah gadis itu. Dia memberikan kecupan lembut di pipi Luna. Tatapannya hanyut akan wajah polos gadis itu. Paras cantik dan lemah lembutnya, membuat dirinya merasakan ketenangan dan kedamaian yang menyejukan hati. Suara ketukan pelan pintu terdengar. Refleks, Draco menyingkirkan penuh hati-hati tubuh Luna—dan membaringkan kepala gadis itu ke bantal empuk. Berikutnya, dia turun dari ranjang dan melangkah ke arah pintu. Dia membuka pintu kamar secara perlahan.“Tuan…” Pelayan menundukkan kepala di hadapan Draco.Draco menatap dingin pelayan yang ada di hadapannya. “Ada apa kau menggangguku?” serunya dengan nada pelan dan penuh peringatan. Dia tak bisa mengeraskan suara, karena Luna sedang tidur. Dia tidak m
Jantung Luna seakan ingin berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Draco. Manik mata gadis itu melebar bersamaan dengan bibirnya yang juga menganga. Bulu kuduk merinding ketakutan melihat singa berukuran besar berada di samping Nigel. Jemari lembut Luna meremas pelan kaus Draco.Ya, gadis itu sangat takut. Bukan hanya dia saja yang ketakutan, tapi Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan besi juga ketakutan. Ancaman Draco terdengar sangat tidak main-main. Singa jantan besar itu tampak sangat buas dan mengerikan. Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan sampai bergetar ketakutan.“T-Tuan Draco … a-ampuni saya, Tuan. Saya tidak bermaksud mengkhianati Anda.” Elsa menatap Draco dengan penuh permohonan. Matanya memelas belas kasihan, agar Draco mau mengasihaninya. Senyuman samar di wajah Draco terlukis mendengar permohonan Elsa. “Nigel, buka kurungan itu.”“Baik, Tuan.” Nigel patuh dengan apa yang Draco katakan. Pria itu langsung membuka kunci di kurungan besi itu.Delc
Luna menelan salivanya membayangkan dirinya akan diajak berkenalan dengan Samson. Dia baru saja selesai mandi, dan sudah mengganti pakaiannya dengan dress sederhana. Sebenarnya dia sudah mandi, tapi karena Draco mengajaknya mandi bersama, maka tentu dia dilarang keras untuk menolak.Saat ini Draco tengah menjawab telepon dari asisten pria itu Luna tengah menunggu Draco di kamar—dengan kondisi jantungnya berdebar kencang tak karuan. Tangan gadis itu berkeringat dingin akibat rasa panik. Draco bilang setelah pria itu selesai menelepon, akan mengajak Luna berkenalan dengan Samson. Membayangkan singa jantan besar milik Draco sudah membuat Luna bergidik ngeri.Andai saja Samson adalah kucing atau hanya anjing kecil, pasti Luna akan senang berkenalan dengan Samson. Namun ini yang menjadi masalah adalah Samson merupakan singa jantan berukuran sangat besar.“Ya Tuhan, bagaimana ini?” gumam Luna gelisah.Kedua tangan Luna saling menaut. Rasa gelisah menyelimuti. Dia ingin menolak ajakan Draco
Mata Luna mengerjap beberapa kali ketika kesadarannya sudah benar-benar pulih. Perlahan gadis itu memijat keningnya, menatap Draco yang ada di hadapannya. Ingatannya masih belum sepenuhnya pulih, karena baru bangun dari pingsan.“D-Draco? A-apa yang terjadi?” Luna menatap Draco meminta penjelasan jawaban. Gadis itu bingung apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia benar-benar lupa. Draco memasukan tangannya ke dalam saku celananya, dan menatap tajam dingin dan lekat gadis itu. “Kau lupa tadi kau pingsan?”Luna terdiam mendengar apa yang Draco katakan. Dalam hitungan detik, kepingan memori di dalam benak Luna terkumpul layaknya kepingan puzzle yang telah tersusun rapi sempurna. Raut wajah Luna berubah ketika ingatannya sudah kembali. Gadis itu mengingat dirinya dipaksa berkenalan dengan Samson—singa jantan milik Draco. Sialnya, singa jantan itu malah mengendus-endus tubuh Luna hingga membuat gadis itu jatuh pingsan.Sekarang Luna berada di kamar Draco yang ada di mansion pria itu. Itu
Lima tahun kemudian … “Ayo Dickson! Lenita! Semangat!” Luna bersorak menyemangati anak kembarnya yang sedang lomba renang. Tampak wanita itu menunjukkan kegirangannya di kala anak kembarnya unggul dari yang lain.Draco berdiri di samping Luna, menatap tenang anak kembarnya yang lebih unggul dari yang lain. Luna sejak memiliki anak jauh lebih heboh dan cerewet, sedangkan Draco lebih tenang. Namun, jika Draco sudah bicara tegas, maka pasti semua akan takut pada pria itu. Hingga kemudian, waktu berakhir. Dickson juara satu dan Lenita juara dua. Sontak Luna memekik kegirangan anak kembarnya berhasil menang. Dia memeluk Draco karena terlalu sedang. Ekspresi Draco tersenyum tipis dan penuh bangga pada Dickson dan Lenita.“Sayang, anak kita menang,” seru Luna antusias.Draco mengecup kening Luna. “Kemenangan sudah pasti berada di tangan mereka.”“Daddy! Mommy!” Dickson dan Lenita berlari menghampiri kedua orang tua mereka, memeluk erat kedua orang tua mereka.“Anak Mommy dan Daddy hebat!
“Saya, Draco Riordan, mengambil engkau Luna Granger sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”“Saya, Luna Granger, mengambil engkau Draco Riordan sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”Pastor mensahkan pernikahan Draco dan Luna. Dua insan yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri bertukar cincin, dan mereka langsung berciuman di hadapan ribuan para tamu undangan. Suara tepuk tangan riuh terdengar.Pernikahan Draco dan Luna mengukir sejarah. Pernikahan yang megah dihadiri oleh para pengusaha, art
“Draco, kita mau ke mana? Ini kan bukan arah rumah kita,” ucap Luna di kala Draco mengambil arah ke jalan yang lain. Bukan jalan ke rumah baru mereka. Gadis itu menoleh menatap Draco dengan tatapan bingung.“Nanti kau akan tahu ke mana aku akan membawamu.” Draco membelai rambut panjang Luna. Pria itu menatap ke depan, fokus pada jalanan. Luna ingin bertanya ke mana Draco akan membawanya, tapi karena tatapan Draco sangat serius menatap jalanan, itu membuatnya mengurungkan diri untuk bertanya. Luna memilih diam sampai dia tahu ke mana Draco akan membawanya. Butuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Mobil Draco mulai memasuki halaman parkir pemakaman. Luna sekarang mengerti Draco mengajaknya untuk mengunjungi makam mendiang ibu Draco. Luna tersenyum. “Kau ingin kita mengunjungi makam ibumu, ya?”Draco mengangguk sambil membelai pipi Luna. “Ya, tapi bukan hanya makam ibuku saja.”Kening Luna mengerut dalam. “Makam siapa?”“Nanti kau akan tahu. Kita turun dulu.” Draco mengajak Luna unt
Luna bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Jeritan kata ‘Tidak’ membuat Draco terbangun lebih dulu. Pria tampan itu mendapati Luna yang seperti tengah mimpi buruk. Refleks, Draco membangunkan Luna.“Luna? Hey, Luna?” panggil Draco lembut.“Jangan bunuh anakku!” teriak Luna bersamaan dengan dia sudah bangun, dan bercampur dengan derai air mata.Draco langsung memeluk Luna erat, dan menciumi puncak kepala gadis itu. Tangis Luna pecah dalam pelukan Draco. “Luna, kau mimpi buruk. Aku di sini. Aku selalu menjagamu.”Tangis Luna mengecil dalam pelukan Draco. “Draco, aku bermimpi Danny dan Mireya ingin membunuh anak kita.”Draco mengeratkan pelukannya mendengar cerita Luna. Pasti trauma kejadian penculikan itu masih ada. Tidak mungkin dalam sekejap bisa sirna begitu saja. Dalam hati Draco mengumpati kebodohannya yang terlalu lama menyelamatkan Luna. “Pria tua itu sudah berada di penjara, sedangkan Mireya berada di rumah sakit jiwa. Mereka tidak akan melukaimu,” ucap Draco sung
Kesehatan Luna berangsur-angsur membaik. Dia mendapatkan perawatan terbaik Selama berada di rumah sakit. Hamil membuat Luna mendapatkan perhatian berlebih dari Draco. Setiap Luna ingin bergerak saja, Draco selalu khawatir hal buruk menimpa Luna. Terdengar sangat berlebihan, tapi memang itulah Draco jika sudah ketakutan kehilangan sosok yang berharga di hidupnya.“Draco, aku sudah makan. Jangan minta aku untuk makan lagi. Aku sudah kenyang. Nanti aku muntah jika kau paksa,” ucap Luna dengan bibir tertekuk dalam. Perutnya sudah kenyang, tapi terus dipaksa untuk makan.Draco meletakan piringnya ke atas meja dan berkata lembut, “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Yang penting kau sudah kenyang. Aku tenang sekarang.”Luna tersenyum mengerti rasa khawatir Draco. Gadis itu bangkit berdiri dan duduk di pangkuan Draco. “Aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu menjaga anak kita. Kau percaya padaku, kan?”Luna mengerti kekhawatiran Draco. Pria itu pernah kehilangan anak. Jadi wajar jika se
“D-Draco?” lirih Luna melihat Draco berada di ambang pintu. Matanya sembab akibat tangis, sekarang berubah menjadi tatapan penuh harap. Dia percaya Draco akan datang menyelamatkannya. Tubuh Mireya membeku di tempatnya melihat Draco berdiri di ambang pintu. Berbagai umpatan lolos di bibirnya. Dia tak mengira Draco akan secepat ini menemukan keberadaan Luna.Tatapan Danny menyalang tajam menatap Draco. “Sejak awal Luna adalah wanitaku! Jangan pernah kau mengaku-aku dia sebagai wanitamu!”Draco tersenyum sinis melihat Mireya juga terlibat. Dalam hati dia bersyukur datang tepat waktu. Dia mendengar jeritan Luna. Dia sudah menduga apa yang terjadi sebelum dirinya datang. Sekarang kebenciannya pada Danny dan Mireya semakin bertambah.“Kalian ingin membunuh anakku yang ada di kandungan Luna?” Draco melangkah mendekat, menatap tajam Danny dan Mireya. “Luna adalah milikku!” desis Danny menekankan.Draco tersenyum sinis. “Kau ingin tahu kenapa aku bertekad mengalahkanmu di pelelangan waktu i
Draco melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota. Pria itu menginjak pedal gas kuat-kuat. Alamat keberadaan Luna sudah berhasil ditemukan. Hacker membobol CCTV jalanan. Draco siap mengeluarkan banyak uang demi agar bisa mengetahui keberadaan Luna. Nigel yang duduk di samping Draco memegang kuat seat belt-nya. Draco tidak mau disopiri. Pria tampan itu lebih percaya menyetir sendiri di kala keadaan mendesak. Tentu Draco mengemudikan mobil di atas kecepatan rata-rata. Nigel saja sampai shock bahkan hampir muntah. Namun Nigel tidak bisa berkomentar apa pun. Nigel hanya bisa patuh pada tuannya.“Nigel, kau sudah yakin alamat yang kau dapatkan?” seru Draco dengan sorot mata tajam.Nigel mengangguk seraya menelan salivanya susah payah. “S-sudah, Tuan. S-saya yakin dengan alamat yang saya dapatkan.”Draco menambah laju kecepatan mobilnya. Sontak tubuh Nigel tercondong ke depan akibat Draco melajukan mobil tanpa perhitungan. Beruntung Nigel sudah kuat-kuat memegang seat belt-nya.
Saat pertama kali tiba di penthouse, Draco menatap tiga pelayannya sudah berlumuran darah. Dua lagi berhasil selamat kini menangisi teman mereka yang tewas. Aroma anyir darah begitu semerbak memenuhi ruang tengah. Nigel yang ada di samping Draco terkejut melihat keadaan penthouse Draco yang berantakan. “Tuan.” Dua pelayan yang masih hidup bergetar ketakutan di kala mereka menatap Draco.Tatapan Draco menyalang tajam bagaikan singa hutan yang murka. “Ceritakan padaku apa yang terjadi!” semburnya penuh amarah tertahan. Dia sudah meminta orangnya mencari titik keberadaan Luna, tapi sampai detik ini belum juga ditemukan.Dua pelayan itu gelagapan menjawab pertanyaan Draco. Mereka tidak akan mungkin diam saja, jika sudah mendapatkan cercaan pertanyaan seperti ini. Mereka harus menjawab kebenaran yang ada.“T-tuan, m-maafkan kami. Lampu tiba-tiba saja mati. Kami berusaha menghubungi pihak keamanan, tapi seluruh telepon di penthouse tidak berfungsi. Saat salah satu di antara kami ingin meng
Mireya duduk di pangkuan Draco di kala tunangannya itu sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan mereka akan bertemu. Dia membelai rahang tegas Draco, menatap penuh damba sang tunangan yang sangat tampan dan rupawan.“Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu, Draco,” ucap Mireya hendak memberikan ciuman di bibir Draco, tapi pria itu membuang wajahnya seolah tak sudi dicium oleh Mireya.Draco mendorong tubuh Mireya, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. “Aw! Draco kenapa kau kasar padaku?” serunya kesal.Draco menatap dingin Mireya yang tersungkur ke lantai. “Asistenku mengatakan kau tidak bisa diajak negosiasi karena keadaan perusahaan cabangku yang mengalami musibah. Sekarang aku datang untuk mengajakmu bernegosiasi, jadi jangan membuang-buang waktuku!”Mireya bangkit berdiri menahan sakit di bokongnya. “Kau bisa bersikap lembut pada seorang pelacur, tapi kau malah bersikap kasar pada tunanganmu sendiri!”“Berhenti mengatakan Luna seorang pelacur!” bentak Draco su