Jantung Luna seakan ingin berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Draco. Manik mata gadis itu melebar bersamaan dengan bibirnya yang juga menganga. Bulu kuduk merinding ketakutan melihat singa berukuran besar berada di samping Nigel. Jemari lembut Luna meremas pelan kaus Draco.Ya, gadis itu sangat takut. Bukan hanya dia saja yang ketakutan, tapi Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan besi juga ketakutan. Ancaman Draco terdengar sangat tidak main-main. Singa jantan besar itu tampak sangat buas dan mengerikan. Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan sampai bergetar ketakutan.“T-Tuan Draco … a-ampuni saya, Tuan. Saya tidak bermaksud mengkhianati Anda.” Elsa menatap Draco dengan penuh permohonan. Matanya memelas belas kasihan, agar Draco mau mengasihaninya. Senyuman samar di wajah Draco terlukis mendengar permohonan Elsa. “Nigel, buka kurungan itu.”“Baik, Tuan.” Nigel patuh dengan apa yang Draco katakan. Pria itu langsung membuka kunci di kurungan besi itu.Delc
Luna menelan salivanya membayangkan dirinya akan diajak berkenalan dengan Samson. Dia baru saja selesai mandi, dan sudah mengganti pakaiannya dengan dress sederhana. Sebenarnya dia sudah mandi, tapi karena Draco mengajaknya mandi bersama, maka tentu dia dilarang keras untuk menolak.Saat ini Draco tengah menjawab telepon dari asisten pria itu Luna tengah menunggu Draco di kamar—dengan kondisi jantungnya berdebar kencang tak karuan. Tangan gadis itu berkeringat dingin akibat rasa panik. Draco bilang setelah pria itu selesai menelepon, akan mengajak Luna berkenalan dengan Samson. Membayangkan singa jantan besar milik Draco sudah membuat Luna bergidik ngeri.Andai saja Samson adalah kucing atau hanya anjing kecil, pasti Luna akan senang berkenalan dengan Samson. Namun ini yang menjadi masalah adalah Samson merupakan singa jantan berukuran sangat besar.“Ya Tuhan, bagaimana ini?” gumam Luna gelisah.Kedua tangan Luna saling menaut. Rasa gelisah menyelimuti. Dia ingin menolak ajakan Draco
Mata Luna mengerjap beberapa kali ketika kesadarannya sudah benar-benar pulih. Perlahan gadis itu memijat keningnya, menatap Draco yang ada di hadapannya. Ingatannya masih belum sepenuhnya pulih, karena baru bangun dari pingsan.“D-Draco? A-apa yang terjadi?” Luna menatap Draco meminta penjelasan jawaban. Gadis itu bingung apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia benar-benar lupa. Draco memasukan tangannya ke dalam saku celananya, dan menatap tajam dingin dan lekat gadis itu. “Kau lupa tadi kau pingsan?”Luna terdiam mendengar apa yang Draco katakan. Dalam hitungan detik, kepingan memori di dalam benak Luna terkumpul layaknya kepingan puzzle yang telah tersusun rapi sempurna. Raut wajah Luna berubah ketika ingatannya sudah kembali. Gadis itu mengingat dirinya dipaksa berkenalan dengan Samson—singa jantan milik Draco. Sialnya, singa jantan itu malah mengendus-endus tubuh Luna hingga membuat gadis itu jatuh pingsan.Sekarang Luna berada di kamar Draco yang ada di mansion pria itu. Itu
Hidup Luna sudah lebih tenang sejak di mana bibinya telah membusuk di penjara. Jika dulu dia selalun dilingkupi perasaan cemas dan takut, sekarang kondisi sudah berbeda. Tidak lagi sama seperti dulu. Delcy dan Elsa telah berada di penjara untuk menebus kesalahan mereka. Sebenarnya, Draco tidak puas menghukum Delcy dan Elsa ke dalam penjara. Yang pria itu inginkan adalah Delcy dan Elsa terlempar ke kandang Samson—dan menjadi menu makanan utama Samson.Akan tetapi, Draco memikirkan perasaan Luna. Pastinya Luna akan terguncang, jika sampai Delcy dan Elsa menjadi santapan Samson. Gadis itu memang memiliki hati yang sangat lembut. Bahkan meski telah dijahati oleh Delcy ataupun Elsa, tetap saja Luna tidak pernah menaruh dendam.“Nona Luna?” sang pelayan melangkah menghampiri Luna.“Ya?” Luna mengalihkan pandangannya, menatap pelayan.“Nona, saya ingin memberikan makanan untuk Samson. Apa Anda ingin ikut? Sebelum berangkat ke kantor, Tuan berpesan untuk menawarkan Anda untuk ikut dalam memb
“Tuan, Anda ingin pergi ke mana?” Nigel menatap Draco yang hendak pergi dengan terburu-buru. Padahal Tuannya itu memiliki meeting sampai malam.“Nigel, batalkan pertemuan malam ini. Ada beberapa hal yang harus aku urus,” ucap Draco dingin dan datar. Kening Nigel mengerut. “Maaf, Tuan. Apakah Anda ingin pulang cepat menemui Nona Luna?” ujarnya bertanya memastikan.Draco menggeleng. “Aku ingin bertemu Mireya.”Raut wajah Nigel berubah terkejut. “Anda ingin bertemu Nona Mireya? Maaf, maksudnya Nona Mireya sedang berada di New York?”“Aku mendapatkan pesan dari Mireya. Kau urus pekerjaanku di sini. Aku harus menemuinya,” jawab Draco dingin dan tegas.Nigel ingin kembali bertanya guna memastikan. Akan tetapi raut wajah marah tuannya membuatnya tidak berani untuk mengajukan pertanyaan. Akhirnya, dia mengangguk sopan merespon ucapan Draco.“Katakan pada pelayan kemungkinan aku akan pulang terlambat. Minta Luna untuk tidak menungguku. Katakan pada pelayan, aku memberi perintah pada Luna unt
Draco turun dari mobil, dan segera masuk ke dalam mansion-nya. Para penjaga dan pelayan sudah menunduk menyapanya. Pria itu melirik sekilas jam yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul dua belas malam.Draco mengembuskan napas kesal. Dia ingin pulang lebih awal, tapi semua rencananya gagal total, karena sosok wanita yang selalu membuatnya naik darah. Wanita yang sudah lama dia hindari, tapi semua menjadi rumit.“Selamat malam, Tuan.” Pelayan menyapa Draco sopan.Draco menatap dingin pelayan yang ada di hadapannya. “Apa Luna sudah tidur?”Sang pelayan menunduk. “Nona Luna berada di kamar, Tuan. Setelah selesai makan malam, beliau berada di kamar.”Draco mengangguk singkat merespon ucapan sang pelayan. Tanpa berkata apa pun lagi, dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu—menuju ke kamarnya. Dia ingin segera menemui Luna.Saat tiba di kamar, Draco melihat Luna tertidur di ranjang tanpa memakai selimut. Padahal AC di kamar sangat dingin. Namun, gadis itu tak memak
Nigel disibukkan dengan begitu banyak tugas dari Draco. Ditambah, tuannya tak datang ke kantor. Itu yang menyebabkannya sudah sangat sibuk di depan MacBook-nya. Dia mengenal sifat tuannya yang tak suka ada yang lambat bekerja.“Tuan Nigel…” Seorang sekretaris melangkah menghampiri Nigel yang tengah sibuk.“Ada apa?” Nigel melirik sekilas sang sekretaris yang sudah ada di hadapannya.“Tuan Nigel, di depan ada Nona Mireya Light. Beliau ingin bertemu dengan Tuan Draco Riordan. Saya sudah menyampaikan pada beliau bahwa Tuan Draco Riordan hari ini tidak datang ke kantor. Tapi, beliau tidak percaya, Tuan,” jawab sang sekretaris yang menunjukkan wajah cemas.Nigel mengembuskan napas kasar mendengar Mireya datang. “Aku akan menemuinya. Kau selesaikanlah pekerjaanmu. Tuan Draco Riordan akan marah, kalau kau terlambat menyelesaikan pekerjaanmu.”“Baik, Tuan.” Sang sekretaris segera melangkah pergi meninggalkan Nigel.Nigel bangkit berdiri melangkah menemui Mireya. Sebab tuannya tidak ada di kan
“Jadi kita akan kembali ke penthouse hari ini?” Luna bertanya memastikan seraya menatap lembut Draco. Gadis itu baru saja diberi tahu, bahwa Draco akan mengajaknya untuk kembali ke penthouse. Tentu ada rasa senang dalam diri Luna. Sebab jika tinggal di penthouse, tidak akan mungkin Samson ikut.Luna sudah tidak lagi takut pada Samson. Akan tetapi, alangkah baiknya dirinya tidaklah tinggal bersama dengan hewan buas. Pun mansion milik Draco ini terlalu besar. Luna tidak nyaman tinggal di mansion yang ukurannya terlalu besar. Draco mengangguk. “Ya, hari ini kita kembali ke penthouse. Apa kau keberatan kita tinggal lagi di penthouse?”Luna menggelengkan kepalanya. “Tentu saja aku tidak keberatan. Aku malah senang kita kembali ke penthouse. Mansion-mu terlalu besar, Draco. Hatiku juga sering cemas takut kalau Samson makan terlambat. Mungkin saja Samson akan menyerang kita jika Samson makan terlambat.” Luna kelepasan bicara.Draco mendecakkan lidahnya mendengar jawaban Luna. “Kau ini masi
Lima tahun kemudian … “Ayo Dickson! Lenita! Semangat!” Luna bersorak menyemangati anak kembarnya yang sedang lomba renang. Tampak wanita itu menunjukkan kegirangannya di kala anak kembarnya unggul dari yang lain.Draco berdiri di samping Luna, menatap tenang anak kembarnya yang lebih unggul dari yang lain. Luna sejak memiliki anak jauh lebih heboh dan cerewet, sedangkan Draco lebih tenang. Namun, jika Draco sudah bicara tegas, maka pasti semua akan takut pada pria itu. Hingga kemudian, waktu berakhir. Dickson juara satu dan Lenita juara dua. Sontak Luna memekik kegirangan anak kembarnya berhasil menang. Dia memeluk Draco karena terlalu sedang. Ekspresi Draco tersenyum tipis dan penuh bangga pada Dickson dan Lenita.“Sayang, anak kita menang,” seru Luna antusias.Draco mengecup kening Luna. “Kemenangan sudah pasti berada di tangan mereka.”“Daddy! Mommy!” Dickson dan Lenita berlari menghampiri kedua orang tua mereka, memeluk erat kedua orang tua mereka.“Anak Mommy dan Daddy hebat!
“Saya, Draco Riordan, mengambil engkau Luna Granger sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”“Saya, Luna Granger, mengambil engkau Draco Riordan sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”Pastor mensahkan pernikahan Draco dan Luna. Dua insan yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri bertukar cincin, dan mereka langsung berciuman di hadapan ribuan para tamu undangan. Suara tepuk tangan riuh terdengar.Pernikahan Draco dan Luna mengukir sejarah. Pernikahan yang megah dihadiri oleh para pengusaha, art
“Draco, kita mau ke mana? Ini kan bukan arah rumah kita,” ucap Luna di kala Draco mengambil arah ke jalan yang lain. Bukan jalan ke rumah baru mereka. Gadis itu menoleh menatap Draco dengan tatapan bingung.“Nanti kau akan tahu ke mana aku akan membawamu.” Draco membelai rambut panjang Luna. Pria itu menatap ke depan, fokus pada jalanan. Luna ingin bertanya ke mana Draco akan membawanya, tapi karena tatapan Draco sangat serius menatap jalanan, itu membuatnya mengurungkan diri untuk bertanya. Luna memilih diam sampai dia tahu ke mana Draco akan membawanya. Butuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Mobil Draco mulai memasuki halaman parkir pemakaman. Luna sekarang mengerti Draco mengajaknya untuk mengunjungi makam mendiang ibu Draco. Luna tersenyum. “Kau ingin kita mengunjungi makam ibumu, ya?”Draco mengangguk sambil membelai pipi Luna. “Ya, tapi bukan hanya makam ibuku saja.”Kening Luna mengerut dalam. “Makam siapa?”“Nanti kau akan tahu. Kita turun dulu.” Draco mengajak Luna unt
Luna bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Jeritan kata ‘Tidak’ membuat Draco terbangun lebih dulu. Pria tampan itu mendapati Luna yang seperti tengah mimpi buruk. Refleks, Draco membangunkan Luna.“Luna? Hey, Luna?” panggil Draco lembut.“Jangan bunuh anakku!” teriak Luna bersamaan dengan dia sudah bangun, dan bercampur dengan derai air mata.Draco langsung memeluk Luna erat, dan menciumi puncak kepala gadis itu. Tangis Luna pecah dalam pelukan Draco. “Luna, kau mimpi buruk. Aku di sini. Aku selalu menjagamu.”Tangis Luna mengecil dalam pelukan Draco. “Draco, aku bermimpi Danny dan Mireya ingin membunuh anak kita.”Draco mengeratkan pelukannya mendengar cerita Luna. Pasti trauma kejadian penculikan itu masih ada. Tidak mungkin dalam sekejap bisa sirna begitu saja. Dalam hati Draco mengumpati kebodohannya yang terlalu lama menyelamatkan Luna. “Pria tua itu sudah berada di penjara, sedangkan Mireya berada di rumah sakit jiwa. Mereka tidak akan melukaimu,” ucap Draco sung
Kesehatan Luna berangsur-angsur membaik. Dia mendapatkan perawatan terbaik Selama berada di rumah sakit. Hamil membuat Luna mendapatkan perhatian berlebih dari Draco. Setiap Luna ingin bergerak saja, Draco selalu khawatir hal buruk menimpa Luna. Terdengar sangat berlebihan, tapi memang itulah Draco jika sudah ketakutan kehilangan sosok yang berharga di hidupnya.“Draco, aku sudah makan. Jangan minta aku untuk makan lagi. Aku sudah kenyang. Nanti aku muntah jika kau paksa,” ucap Luna dengan bibir tertekuk dalam. Perutnya sudah kenyang, tapi terus dipaksa untuk makan.Draco meletakan piringnya ke atas meja dan berkata lembut, “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Yang penting kau sudah kenyang. Aku tenang sekarang.”Luna tersenyum mengerti rasa khawatir Draco. Gadis itu bangkit berdiri dan duduk di pangkuan Draco. “Aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu menjaga anak kita. Kau percaya padaku, kan?”Luna mengerti kekhawatiran Draco. Pria itu pernah kehilangan anak. Jadi wajar jika se
“D-Draco?” lirih Luna melihat Draco berada di ambang pintu. Matanya sembab akibat tangis, sekarang berubah menjadi tatapan penuh harap. Dia percaya Draco akan datang menyelamatkannya. Tubuh Mireya membeku di tempatnya melihat Draco berdiri di ambang pintu. Berbagai umpatan lolos di bibirnya. Dia tak mengira Draco akan secepat ini menemukan keberadaan Luna.Tatapan Danny menyalang tajam menatap Draco. “Sejak awal Luna adalah wanitaku! Jangan pernah kau mengaku-aku dia sebagai wanitamu!”Draco tersenyum sinis melihat Mireya juga terlibat. Dalam hati dia bersyukur datang tepat waktu. Dia mendengar jeritan Luna. Dia sudah menduga apa yang terjadi sebelum dirinya datang. Sekarang kebenciannya pada Danny dan Mireya semakin bertambah.“Kalian ingin membunuh anakku yang ada di kandungan Luna?” Draco melangkah mendekat, menatap tajam Danny dan Mireya. “Luna adalah milikku!” desis Danny menekankan.Draco tersenyum sinis. “Kau ingin tahu kenapa aku bertekad mengalahkanmu di pelelangan waktu i
Draco melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota. Pria itu menginjak pedal gas kuat-kuat. Alamat keberadaan Luna sudah berhasil ditemukan. Hacker membobol CCTV jalanan. Draco siap mengeluarkan banyak uang demi agar bisa mengetahui keberadaan Luna. Nigel yang duduk di samping Draco memegang kuat seat belt-nya. Draco tidak mau disopiri. Pria tampan itu lebih percaya menyetir sendiri di kala keadaan mendesak. Tentu Draco mengemudikan mobil di atas kecepatan rata-rata. Nigel saja sampai shock bahkan hampir muntah. Namun Nigel tidak bisa berkomentar apa pun. Nigel hanya bisa patuh pada tuannya.“Nigel, kau sudah yakin alamat yang kau dapatkan?” seru Draco dengan sorot mata tajam.Nigel mengangguk seraya menelan salivanya susah payah. “S-sudah, Tuan. S-saya yakin dengan alamat yang saya dapatkan.”Draco menambah laju kecepatan mobilnya. Sontak tubuh Nigel tercondong ke depan akibat Draco melajukan mobil tanpa perhitungan. Beruntung Nigel sudah kuat-kuat memegang seat belt-nya.
Saat pertama kali tiba di penthouse, Draco menatap tiga pelayannya sudah berlumuran darah. Dua lagi berhasil selamat kini menangisi teman mereka yang tewas. Aroma anyir darah begitu semerbak memenuhi ruang tengah. Nigel yang ada di samping Draco terkejut melihat keadaan penthouse Draco yang berantakan. “Tuan.” Dua pelayan yang masih hidup bergetar ketakutan di kala mereka menatap Draco.Tatapan Draco menyalang tajam bagaikan singa hutan yang murka. “Ceritakan padaku apa yang terjadi!” semburnya penuh amarah tertahan. Dia sudah meminta orangnya mencari titik keberadaan Luna, tapi sampai detik ini belum juga ditemukan.Dua pelayan itu gelagapan menjawab pertanyaan Draco. Mereka tidak akan mungkin diam saja, jika sudah mendapatkan cercaan pertanyaan seperti ini. Mereka harus menjawab kebenaran yang ada.“T-tuan, m-maafkan kami. Lampu tiba-tiba saja mati. Kami berusaha menghubungi pihak keamanan, tapi seluruh telepon di penthouse tidak berfungsi. Saat salah satu di antara kami ingin meng
Mireya duduk di pangkuan Draco di kala tunangannya itu sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan mereka akan bertemu. Dia membelai rahang tegas Draco, menatap penuh damba sang tunangan yang sangat tampan dan rupawan.“Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu, Draco,” ucap Mireya hendak memberikan ciuman di bibir Draco, tapi pria itu membuang wajahnya seolah tak sudi dicium oleh Mireya.Draco mendorong tubuh Mireya, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. “Aw! Draco kenapa kau kasar padaku?” serunya kesal.Draco menatap dingin Mireya yang tersungkur ke lantai. “Asistenku mengatakan kau tidak bisa diajak negosiasi karena keadaan perusahaan cabangku yang mengalami musibah. Sekarang aku datang untuk mengajakmu bernegosiasi, jadi jangan membuang-buang waktuku!”Mireya bangkit berdiri menahan sakit di bokongnya. “Kau bisa bersikap lembut pada seorang pelacur, tapi kau malah bersikap kasar pada tunanganmu sendiri!”“Berhenti mengatakan Luna seorang pelacur!” bentak Draco su