Bab 40Helena langsung memberikan isyarat ke Kinanti untuk menoleh ke belakang mobil mereka, dan ternyata di belakang mobil mereka sudah banyak mobil yang berderet yang merupakan mobil anak buah Brian. “Gila, ini sangat gila Helena? Apa setiap kali kamu keluar seperti ini Helena?” “Hmmmm, tapi ini Lebih banyak daripada yang biasanya, dan biasanya cuman ada dua bodyguard yang menjagaku di belakang. Mungkin karena ada kakak dalam mobilku.”Kinanti yang tercengang langsung duduk dan bersandar di kursi mobil, dia memasang wajah frustasi melihat banyaknya bodyguard yang mengikuti mereka. “Ini kayak kita jadi buronan aja ini, Helena?” Helena langsung menanggapi ucapan Kinanti dengan tersenyum, dan dengan santainya Helena memainkan ponselnya kembali. “Gila, apa kamu nyaman dengan keadaan ini Helena?” Helena yang asyik dengan ponselnya menggelengkan kepala, tanda dia tidak nyaman dengan pengawalan ketat dari Brian. “Hah, apa kamu tidak bisa protes Helena?” “Kak Kinanti, kak Brian juga
Bab 41Pria yang sedang mabuk itu ingin melecehkan Kinanti, tapi saat itu juga anak buah Brian langsung turun tangan. Mereka menghajar habis-habisan pria yang hendak melecehkan istri bos mereka. Kinanti sendiri sempat terkejut, kenapa justru anak buah Brian banyak di tempatnya berada kini. Padahal tadi Kinanti merasa sangat yakin kalau tidak ada satupun yang mengikutinya dan ternyata dugaannya salah besar. “Kalian, kenapa?” Bugh bugh Suara pukulan yang berdentum mengenai sang pria, sampai pria itu benar-benar terluka. “Sudah hentikan, kalian bisa membunuhnya!” Kinanti menghalangi mereka yang hampir membunuh pria yang hendak melecehkannya. KlekSeseorang datang, dan seseorang itu tidak lain Sarah. “Ada apa ini?” *Sarah,” segera mungkin Kinanti berjalan menghampiri Sarah. “Kinanti, itu kakakku kenapa dipukuli Kinanti?” “Apa itu kakakmu, Sarah?” Sarah yang tengah panik langsung menganggukkan kepalanya, dia tidak kuasa melihat kakaknya di hajar oleh pria yang tidak dia kenal.
Bab 42Semalaman Kinanti berpikir keras, bagaimana caranya dia mengambil alih perusahaan almarhum kedua orang tuanya dari tangan pamannya. Sangking bingungnya sampai membuat Kinanti tidak bisa tidur, sekalipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi mata Kinanti belum terasa kantuk. Ditambah Brian yang tak kunjung pulang, menambah beban tersendiri di hati Kinanti. Kinanti berulang kali menoleh ke arah pintu berharap Brian pulang, dan entah kenapa Kinanti takut kalau terjadi sesuatu pada Brian. Mengingat pekerjaan Brian sangat berbahaya. “Kenapa Brian belum datang yah? Apa dia sudah berkelahi lagi di luaran, atau dia sudah membunuh orang lagi? Ya ampun Brian, sampai kapan kamu bakalan betah di pekerjaan mu itu Brian. Apa gak bisa kamu tinggalkan Brian?” Kinanti bermonolog sendiri, dan tidak berselang lama orang yang Kinanti pikirkan pulang. “Kamu belum tidur, Kinanti?” Kinanti menggelengkan kepalanya, tapi mata Kinanti mencari sesuatu dari baju yang Brian kenakan. Apa ada
Bab 43Kinanti mengatur kata-kata sebaik mungkin, untuk memulai obrolan dengan Brian, bukan karena Kinanti ingin berpidato di hadapan Brian. Melainkan ingin berkata sesuatu ke Brian. Itupun, Kinanti berkata dengan penuh keraguan. Dia takut kalau jawabannya tidak, karena bagaimanapun Brian tidak akan memberikannya kebebasan. Jadinya gini. Ada rasa ketakutan sendiri di hati Kinanti untuk menyampaikannya ke Brian. “Brian,” panggil Kinanti sembari memainkan jari tangannya, sangking takutnya dia berbicara dengan Brian. “Hmmmm, apa Kinanti?’“Aku bilang atau enggak yah, dan bagaimana kalau Brian tidak memberikan izin padaku. Bagaimana baiknya yah?” Kinanti berbicara sendiri di dalam hatinya. “Ada apa Kinanti?” masih tanya balik Brian, melihat sang istri tidak kunjung berkata apapun. “Itu Brian, aku ada janji dengan teman.”“Hmmmm, terus.”“Apa boleh aku pergi menemuinya Brian? Tapi ….”“Kamu boleh pergi tapi harus dikawal dengan mereka Kinanti!” Emosi Kinanti langsung meleduk, dia sud
Bab 44“Ya ampun, kenapa kehidupan Sarah sehancur itu? Padahal dulu kehidupannya baik-baik saja, bahkan terbilang lebih berada daripada keluargaku. Hah … ternyata tidak aku saja yang memiliki masalah di dalam hidup ini. Tapi Sarah juga bahkan lebih parah Sarah. Apa yang bisa aku lakukan padanya? Apa aku harus meminta bantuan Brian? Tapi enggak lah. Aku takut kalau Brian tidak mau membantuku. Lebih baik aku bantu diam-diam saja Sarah. Iya itu ide bagus. Berbuat baik itu tidak harus diketahui oleh orangnya kan?” kata Kinanti di dalam hatinya. Saking kepikiran nya Kinanti pada kehidupan Sarah, sampai membuat Kinanti tidak sadar kalau dia sedang dipanggil oleh Sarah. Sudah sedari tadi Sarah mengajak Kinanti bicara, tapi orang yang diajak bicara tetap sibuk dengan pikirannya, sampai membuat Sarah menggoyangkan tangan Kinanti yang berdiri tepat di sebelahnya. “Kinanti, Kinanti. Kamu sedang memikirkan apa sih? Dari tadi aku ajak bicara kamu nya malah diam aja Kinanti. Apa yang kamu pikirka
Bab 45Boro-boro melihat paman dan sepupunya Clara yang habis berseteru dengannya, Kinanti justru langsung masuk ke dalam mobil anak buah Brian. Seakan-akan dia tidak mengenal pria paruh baya yang berusaha ingin bertemu dengannya, itu semua terjadi akibat rasa sedih di hati Kinanti. Karena Sarah mengungkapkan kekecewaannya pada Kinanti. Disisi lain, Sarah menangis terisak-isak. Sahabat sejati sedari kecil ternyata merupakan istri dari pria yang sudah merusak kehidupan kakaknya. Hingga timbul rasa benci di hati Sarah pada Kinanti. “Kamu bukan Kinanti yang aku kenal dulu Kinanti, kamu ternyata tidak sebaik yang aku bayangkan. Aku benci kamu Kinanti, aku benci kamu,” ujar Sarah yang bermonolog sendiri. Kembali pada Kinanti, yang mana Kinanti menangis terisak-isak di dalam mobil menuju arah pulang. “Maaf Bu, apa perlu aku menghuni Bos Brian,” kata sang bodyguard. “Stop untuk menyebut namanya, antar aku pulang sekarang. Dia tidak perlu tahu apa yang terjadi padaku!” Kinanti merasa s
Bab 46Kinanti menatap kedua petugas berwajib di depannya dengan rasa cemas yang semakin dalam. Perasaannya bercampur aduk antara ketakutan dan ketidakpercayaan. Namun, sebelum Kinanti sempat mengucapkan sepatah kata pun, Nyonya Martha dan Frans keluar dari dalam rumah, langsung menempatkan diri mereka di antara Kinanti dan petugas."Apa yang kalian katakan pada menantuku?!" seru Nyonya Martha dengan nada yang tegas. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang tak bisa disembunyikan.Frans menambahkan, "Kalian tidak punya hak untuk menekan menantuku seperti ini. Siapapun yang memberi kalian perintah, pasti akan menghadapi konsekuensinya."Petugas yang tadinya tampak percaya diri, mulai terlihat gugup di hadapan pasangan tua yang jelas memiliki pengaruh kuat. "Kami hanya menjalankan tugas, Bu," ucap salah satu petugas dengan nada agak bergetar. "Paman Nona Kinanti, Paman Rey, melaporkan bahwa Nona Kinanti telah melarikan diri dari kewajiban hukum yang pernah melukai nona Clara. Kami diminta u
Bab 47Rey duduk di kursi kantornya, tangannya gemetar saat mencoba menyalakan rokok. Kepulan asap yang keluar dari mulutnya tidak mampu menenangkan syaraf-syaraf yang tegang. Kabar yang baru saja diterimanya tentang penutupan kasus Kinanti membuat amarahnya memuncak, tetapi lebih dari itu, ketakutan mulai merayapi dirinya. Dia tahu betul siapa Brian. Bukan sekadar pengusaha dari keluarga terpandang, Brian adalah sosok yang ditakuti di dunia bawah, seorang mafia kejam yang tak segan-segan menyingkirkan siapapun yang berani mengusik keluarganya.Pikiran Rey melayang pada segala tindakan licik yang telah ia lakukan untuk menjebak Kinanti. Baginya, Kinanti adalah aset yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan keluarga. Kini, ia menyadari betapa besar kesalahannya. Menantang Brian sama saja dengan menandatangani surat kematian sendiri."Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara lembut asisten pribadinya, Tono, menyadarkan Rey dari lamunannya.Rey melirik ke arah Tono, mata penuh dengan kepanik