Bab 48Brian menutup pintu kantor Rey dengan suara berdebum yang keras. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan amarah yang masih membara di dalam dadanya. Pikiran tentang Rey yang licik dan pengkhianatannya terhadap Kinanti terus mengganggu pikirannya. Namun, ada sesuatu yang lebih mendesak yang kini memenuhi benaknya. keselamatan dan kesejahteraan Kinanti.Selepas dari perusahaan Rey, lantas Brian meminta anak buahnya membawanya menemui pihak berwajib, yang dengan berani datang membawa surat panggilan ke Kinanti.Dia menekankan setiap kata-kata yang berisi ancaman agar tidak ada seorangpun yang mengusik kehidupan Kinanti, karena Brian tidak akan segan-segan mengungkap bobrok dari beberapa pihak atasan yang bekerjasama dengannya. Dan tentunya itu menjadi ancaman tersendiri untuk mereka dan akan merusak nama institut mereka sendiri. “Ingat, aku tidak akan pernah main-main dengan ucapanku!” “Baik Pak Brian, maafkan anggotaku yang tidak tahu apa-apa,” ujar salah satu petugas.
Bab 49: Bayang-Bayang KehilanganMalam itu, di kamar mereka yang remang, Kinanti berbaring dengan gelisah di samping Brian. Pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan Sarah. Kegelisahan membayangi setiap nafasnya. Di sampingnya, Brian juga tidak bisa tidur. Pikirannya terpecah antara keinginan melindungi istrinya dan kerumitan masalah yang dihadapi. Setelah beberapa saat, Kinanti memecah keheningan."Brian, aku tidak bisa berhenti memikirkan Sarah," suaranya serak, penuh dengan keputusasaan.Brian menggenggam tangan Kinanti, mencoba menenangkan, "Aku tahu, sayang. Aku sudah meminta anak buahku untuk mencarinya. Aku janji, kita akan menemukan Sarah."Kinanti menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, "Sudah berhari-hari, Brian. Aku takut dia sudah terlalu jauh terjebak dalam kesulitan, dan kita mungkin terlambat."Brian menarik napas dalam-dalam, merasakan beban di dadanya semakin berat. "Kinanti, aku mengerti perasaanmu. Aku akan mencari Sarah sampai menemukannya. Aku tidak akan menye
Bab 50 : Kesalahan yang Terbongkar.Kinanti sedang berada di ruang tamu rumahnya, dengan gelisah menunggu kabar dari Brian. Dia masih memikirkan Sarah, sahabatnya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Pikirannya terus mengembara, membayangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi pada Sarah. Ketika dua orang bodyguard yang selalu menemaninya tiba-tiba masuk ke ruangan, wajah mereka menunjukkan ekspresi serius."Bu Kinanti," kata salah satu dari mereka, bernama Jaka, dengan suara tegas namun tetap hormat. "Kami punya kabar tentang Sarah."Kinanti langsung berdiri dari tempat duduknya, matanya terbuka lebar dengan campuran harapan dan kecemasan. "Apa? Di mana dia? Apa dia baik-baik saja?"Jaka menukar pandangan dengan rekannya, Riyan, sebelum menjawab. "Kami melihatnya, Bu. Dia ada di sebuah klub... tempat yang tidak seharusnya dia berada. Kami ingat wajahnya dengan jelas."Wajah Kinanti berubah seketika. Rasa takut yang menyelimutinya semakin kuat. "Klub? Klub apa? Cepat bawa aku ke
Bab 51 Kekecewaan Kinanti Brian berjalan gelisah di luar ruangan tempat Kinanti dan Sarah berada. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai perasaan dan penyesalan, kekhawatiran, dan ketakutan. Ketika dia mendengar suara Kinanti yang mual dan melihat wajahnya yang pucat, kekhawatirannya meningkat. Dia tidak bisa lagi mengabaikan instingnya. Brian segera meraih ponselnya dan menelepon dokter pribadinya.“Dokter, aku butuh kau datang sekarang ke klub. Ini darurat,” suaranya terdengar mendesak.Hanya dalam waktu singkat, dokter pribadi Brian tiba di klub dengan membawa tas medisnya. Dia langsung menuju ke ruangan di mana Kinanti sedang duduk dengan wajah yang pucat. Brian berdiri di belakang dokter, dengan napas tertahan, menunggu hasil pemeriksaan.Dokter memeriksa Kinanti dengan cermat, merasakan nadinya, dan memeriksa tanda-tanda lain. Setelah beberapa saat, dokter berdiri dan menatap Brian dengan senyum kecil di wajahnya.“Tuan Brian,” kata dokter itu pelan, “Selamat. Istri Anda sedang ha
Bab 52. Rahasia dibalik kematian kedua orang tua Kinanti. Malam itu, ruang kerja Alvian terasa lebih sunyi dari biasanya, meskipun dinding-dindingnya penuh dengan buku-buku dan dokumen-dokumen penting. Alvian duduk di kursi kayu berlapis kulit, tatapannya terfokus pada orang suruhannya yang setia, Anton, yang berdiri di depannya dengan wajah tegang. Meja di depannya penuh dengan berkas-berkas investigasi yang telah digali oleh Anton dan timnya."Jadi, Anton, apa yang kau temukan?" tanya Alvian dengan nada rendah tapi penuh kewibawaan.Anton menelan ludah sebelum menjawab, "Tuan, kami menemukan bukti bahwa kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua Nyonya Kinanti memang direncanakan. Rem mobil ayahnya sengaja dirusak, dan kami menduga kuat bahwa pelakunya adalah seseorang yang dekat dengan keluarga mereka."Tatapan Alvian berubah tajam. "Seseorang yang dekat dengan keluarga mereka? Apa kau sudah punya nama?"Anton mengangguk pelan. "Kami mencurigai Paman Rey, Tuan. Ada beberapa bukti
Bab 53Martha tertegun, mata-matanya membulat tak percaya saat mendengar berita dari Brian. Namun, senyum kebahagiaan segera merekah di wajahnya. Dia berbalik menuju Kinanti dan menariknya ke dalam pelukan hangat."Oh, Kinanti, sayang... Ini benar-benar kabar yang luar biasa!" seru Martha, suaranya penuh dengan kegembiraan yang tulus. "Kamu tidak tahu betapa bahagianya Mama saat mendengar kabar ini!"Kinanti tersenyum, meski masih ada jejak kesedihan di wajahnya, namun berita kehamilan itu setidaknya memberikan kebahagiaan baru dalam hidupnya.“Terima kasih, Ma,” jawab Kinanti lembut. “Aku hanya berharap bisa membuat Papa dan Mama bangga.”Alvian yang mendengar itu, tersenyum bangga pada menantunya. “Tentu saja kami bangga, Kinanti. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini sejak hari pertama, dan kehadiran anakmu kelak akan melengkapi kebahagiaan kami.”Namun, sebelum suasana semakin sentimental, Martha tiba-tiba melepaskan pelukan dan memandang Alvian dengan mata berbinar-binar. “
Bab 54. Tertekan batinKinanti berlari dengan perasaan hancur, dengan apa yang ia lihat barusan di dalam kamar. Suami yang mulai ia percayai ternyata sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Sementara Brian dari kejauhan mengirim anak buahnya untuk segera membawa Kinanti pulang terlebih dahulu. Marco yang melihat acara Brian kacau mencoba mendekati Brian dan berkata, “Maafkan aku, Brian. Aku tidak tahu kalau Kinanti ternyata mengikuti mu.”“Hah, dia akan semakin benci padaku. Ya sudah biarkan saja. Pastikan Kinanti pulang dengan selamat.”“Apa kamu tidak akan mengejarnya, Brian?” Brian langsung balik badan dan menghampiri wanita itu, ini lebih penting bagi Brian daripada harus menyusul Kinanti dan mendengar ocehan Kinanti. Lagian kaki Brian akan terasa sakit kalau cairan itu tidak segera ia keluarkan. Brian dengan santai memanggil wanita yang sudah mengenakan pakaiannya. Brian berkata, “Ayo lanjutkan, pekerjaanmu belum selesai.”______Kinanti sampai ketiduran menunggu Brian yan
Bab 55 Setelah pesta syukuran kehamilan yang penuh dengan formalitas dan senyum-senyum palsu, malam itu akhirnya berakhir. Tamu-tamu mulai beranjak pulang, aula besar perlahan mulai kosong, dan hanya tinggal sisa-sisa suara dari pekerja yang membersihkan ruangan. Kinanti dan Brian pun kembali ke kamar mereka, meninggalkan keramaian di belakang. Malam itu terasa lebih sunyi daripada biasanya, meskipun seluruh rumah besar Alvian masih dihiasi dengan kemegahan pesta yang baru saja usai. Kinanti melangkah pelan menuju kamar tidur, melepas sepatunya dan duduk di tepi ranjang. Rasa lelah menyelimuti tubuhnya, tidak hanya secara fisik tapi juga emosional. Pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan-bayangan yang menghantui, tentang Sarah, tentang perasaan terkhianati, dan tentang semua tekanan yang ia rasakan. Brian, yang selama ini tampak penuh percaya diri di hadapan para tamu, kini duduk di sampingnya. Tanpa berkata apa-apa, ia tiba-tiba meraih tangan Kinanti dan menariknya dalam peluk