Bab 56 Ruang kerja Alvian terasa lebih berat dari biasanya. Setumpuk dokumen dan file investigasi tersusun rapi di atas meja kayu yang besar, namun kegelisahan di wajah Alvian tidak bisa tersembunyi. Aldo, detektif senior yang mengawasi kasus ini, baru saja mengkonfirmasi keterlibatan Rey, paman Kinanti, dalam perencanaan kecelakaan yang merenggut nyawa orang tua Kinanti. Alvian tahu bahwa langkah selanjutnya harus dilakukan dengan hati-hati.“Bos, kami sudah menyelesaikan semua penyelidikan,” kata Aldo dengan nada serius, membuka file yang menunjukkan bukti-bukti yang ada. “Semua petunjuk mengarah pada Rey. Rekaman, dokumen, bahkan saksi semua menunjukkan keterlibatannya.”Alvian memeriksa dokumen-dokumen tersebut dengan seksama, wajahnya semakin tegang. “Rey? Aku tidak pernah membayangkan dia bisa melakukan sesuatu yang begitu kejam. Apa ada cara untuk memastikan agar Brian tahu secepatnya? Kita perlu memberitahunya agar dia bisa mengambil tindakan yang tepat.”Aldo mengangguk. “Pa
Bab 57 Kinanti dalam bahaya Pelabuhan malam itu dipenuhi dengan hiruk-pikuk kegiatan, deru mesin kapal, dan suara deburan ombak yang menghantam dermaga. Di antara kekacauan itu, Brian berdiri dengan ekspresi muram, memandang ke arah laut yang gelap. Pikirannya seharusnya terfokus pada pengiriman paket narkoba besar-besaran yang sudah direncanakan selama berbulan-bulan. Namun, rasa cemas yang menyelinap perlahan mengalihkan perhatian utamanya yaitu Kinanti.“Apa Kinanti sudah pulang?” tanyanya pada diri sendiri. Brian mencoba menenangkan diri, meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, saat ponselnya berdering, dan nama Andra muncul di layar, amarah yang sudah lama ia tahan mulai naik ke permukaan. Dia tahu panggilan itu tidak akan membawa kabar baik."Damn it, apa lagi sekarang?" geram Brian sambil mengangkat telepon, bersiap untuk meledakkan kemarahannya kepada Andra. "Andra, kenapa kamu ….!” "Bos! Bos Brian!" suara Andra terdengar putus asa, dipenuhi ketakutan
Bab 58Malam itu begitu gelap, disertai suara angin yang menderu seperti menggema di telinga. Lampu-lampu kendaraan yang dinyalakan oleh Brian dan Marco serta timnya menerobos kegelapan, mencari-cari di antara bayangan yang menutupi jalanan. Mereka akhirnya sampai di lokasi di mana pengawal Kinanti terakhir kali memberi kabar sebelum segalanya menjadi sunyi. Brian turun dari mobil dengan cepat, langkahnya penuh dengan determinasi dan kemarahan yang sulit ditahan.“Apa di sini tempatnya, Marco?” “Hmmmm, itu mobil mereka semua. Dan lihatlah ….” Marco dan Brian bergegas turun dari dalam mobil, ketika mereka sampai di lokasi, pemandangan yang menyambutnya membuat darahnya mendidih. Enam bodyguard yang seharusnya melindungi istrinya kini tergeletak di tanah, terluka parah. Darah berceceran di mana-mana, dan di antara mereka, tubuh Andra yang tak bergerak menjadi pusat perhatian Brian. Andra tergeletak dengan kondisi tubuh yang sangat mengenaskan, seperti telah dilindas oleh mobil berulan
Bab 59Kinanti duduk dengan tubuh masih terikat di kursi, pikirannya dipenuhi dengan campuran ketakutan dan kekecewaan yang mendalam. Rasanya seperti mimpi buruk yang tak berujung, terjebak dalam situasi mengerikan ini, dikhianati oleh seseorang yang seharusnya menjadi keluarganya sendiri. Dia berusaha keras menahan air mata yang mulai menggenang di matanya, namun rasa sakit di hatinya begitu kuat sehingga dia tidak bisa menahannya lebih lama lagi.Ketika Rey kembali ke ruangan, dengan senyum sinis yang menghiasi wajahnya, Kinanti tak bisa lagi menahan semua perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Meski lemah, dia menatap pamannya dengan sorot mata penuh kekecewaan dan luka yang dalam.“Kenapa, Paman?” tanya Kinanti, suaranya terdengar bergetar namun penuh dengan kesedihan. “Kenapa Paman begitu jahat padaku? Aku ini keponakan kandungmu. Darah daging dari saudara kandungmu sendiri. Tapi... kenapa Paman dan keluarga Paman selalu memperlakukanku seperti ini?”Rey terdiam sejenak, mena
Bab 60Rey yang main-main dengan Brian. Beberapa jam setelah Kinanti dan Sarah disekap, telepon genggam Brian kembali bergetar. Kali ini, panggilan itu datang dari nomor tak dikenal. Brian, yang masih diliputi kegelisahan, segera menjawab dengan cepat.“Halo, Siapa ini?" suaranya terdengar tegang, penuh amarah yang sudah tak tertahankan."Brian, aku tak perlu memperkenalkan diri, bukan?" Suara Rey terdengar dari seberang telepon, dingin dan penuh kepuasan.Brian merasakan darahnya mendidih saat mengenali suara itu. Tangan yang menggenggam ponsel bergetar karena kemarahan."Apa yang kau inginkan, Rey? Di mana Kinanti dan Sarah?"Rey tertawa kecil, menikmati ketegangan yang bisa dirasakannya dari nada suara Brian. "Jadi kamu sudah tahu kalau mereka berdua ada bersamaku? Mereka aman bersamaku, aman untuk saat ini. Tapi keselamatan mereka, Brian, bergantung pada seberapa cepat kau bisa mengabulkan permintaanku."“Apa yang kau inginkan? Uang, kan?" Suara Brian tajam dan tanpa basa-basi.
Bab 62Brian dan timnya bergerak cepat menuju lokasi di pinggiran kota tempat Rey menyekap Kinanti dan Sarah. Mereka telah mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti dan memastikan bahwa tidak ada detail yang terlewat. Koper berisi seratus juta dolar berada di tangan Brian, siap untuk diberikan pada Rey. Namun, ketegangan meningkat ketika Brian merasakan getaran ponselnya kembali.Dengan cepat, Brian mengambil ponsel dari sakunya. Kali ini, layar menunjukkan nama kliennya. Rasa cemas dan frustasi melanda dirinya saat ia menjawab panggilan tersebut.“Halo, Brian. Kami butuh paket narkoba itu sekarang,” suara klien di seberang telepon terdengar mendesak dan tidak sabar. “Kalau kamu tidak mengirimkannya segera, kerjasama kita akan berakhir, dan kamu akan kehilangan banyak.”Brian merasakan tekanan ganda. Di satu sisi, ia harus segera menyelamatkan Kinanti dan Sarah. Di sisi lain, kliennya menuntut pengiriman narkoba yang sangat penting bagi bisnisnya. Brian tahu bahwa menunda pengiriman
Bab 62Setelah memastikan Rey dibawa pergi oleh anak buahnya, Brian menatap Kinanti dengan tatapan tegas namun penuh kelembutan. “Sekarang, kita antar Sarah ke tempat kakaknya. Setelah itu, kita pulang, Kinanti.”Kinanti mengangguk setuju, meski hatinya masih sedikit gelisah. Brian memegang tangannya erat, seolah meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.Mereka mengantar Sarah ke tempat rehabilitasi di mana kakaknya sedang menjalani perawatan. Saat mereka tiba, Sarah masih terlihat lelah dan trauma setelah semua yang terjadi, tapi Brian berusaha membuat situasi menjadi lebih ringan.“Kamu pasti lega sekarang, kan, Sarah? Kakakmu ada di tempat yang aman, dan mulai sekarang, dia akan mendapatkan perawatan yang dia butuhkan,” kata Brian, mencoba menghibur Sarah.Sarah mengangguk lemah, “Terima kasih, Brian, Kinanti... Aku tidak tahu harus bilang apa. Kalian sudah melakukan lebih dari yang seharusnya.”Kinanti merangkul Sarah dengan lembut. “Kami hanya melakukan apa yang harus dilaku
Bab 63Keesokan harinya, sinar matahari menerobos jendela kamar tidur mereka, menandakan pagi yang cerah. Kinanti perlahan membuka matanya, merasa sedikit lebih baik setelah tidur semalam, meskipun masih ada bekas kecemasan di hatinya. Dia menoleh ke sisi tempat tidur dan melihat Brian yang sudah bangun lebih dulu, duduk di kursi dekat jendela sambil membaca sesuatu di ponselnya.Menyadari Kinanti sudah terbangun, Brian segera meletakkan ponselnya dan mendekati ranjang. “Pagi, sayang,” sapanya dengan senyum hangat. “Bagaimana tidurmu tadi malam?”Kinanti menghela nafas pelan sebelum membalas senyum suaminya. “Cukup baik, meskipun masih ada bayangan kejadian kemarin yang terus menghantui pikiranku.”Brian duduk di tepi ranjang, mengelus rambut Kinanti dengan penuh kasih. “Aku tahu, itu pasti sangat berat untukmu. Tapi aku berjanji, aku tidak akan pernah membiarkan hal seperti itu terjadi lagi. Untuk itulah, aku sudah menyiapkan sesuatu untuk kita hari ini.”Kinanti menatap Brian dengan