Bab 42Semalaman Kinanti berpikir keras, bagaimana caranya dia mengambil alih perusahaan almarhum kedua orang tuanya dari tangan pamannya. Sangking bingungnya sampai membuat Kinanti tidak bisa tidur, sekalipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi mata Kinanti belum terasa kantuk. Ditambah Brian yang tak kunjung pulang, menambah beban tersendiri di hati Kinanti. Kinanti berulang kali menoleh ke arah pintu berharap Brian pulang, dan entah kenapa Kinanti takut kalau terjadi sesuatu pada Brian. Mengingat pekerjaan Brian sangat berbahaya. “Kenapa Brian belum datang yah? Apa dia sudah berkelahi lagi di luaran, atau dia sudah membunuh orang lagi? Ya ampun Brian, sampai kapan kamu bakalan betah di pekerjaan mu itu Brian. Apa gak bisa kamu tinggalkan Brian?” Kinanti bermonolog sendiri, dan tidak berselang lama orang yang Kinanti pikirkan pulang. “Kamu belum tidur, Kinanti?” Kinanti menggelengkan kepalanya, tapi mata Kinanti mencari sesuatu dari baju yang Brian kenakan. Apa ada
Bab 43Kinanti mengatur kata-kata sebaik mungkin, untuk memulai obrolan dengan Brian, bukan karena Kinanti ingin berpidato di hadapan Brian. Melainkan ingin berkata sesuatu ke Brian. Itupun, Kinanti berkata dengan penuh keraguan. Dia takut kalau jawabannya tidak, karena bagaimanapun Brian tidak akan memberikannya kebebasan. Jadinya gini. Ada rasa ketakutan sendiri di hati Kinanti untuk menyampaikannya ke Brian. “Brian,” panggil Kinanti sembari memainkan jari tangannya, sangking takutnya dia berbicara dengan Brian. “Hmmmm, apa Kinanti?’“Aku bilang atau enggak yah, dan bagaimana kalau Brian tidak memberikan izin padaku. Bagaimana baiknya yah?” Kinanti berbicara sendiri di dalam hatinya. “Ada apa Kinanti?” masih tanya balik Brian, melihat sang istri tidak kunjung berkata apapun. “Itu Brian, aku ada janji dengan teman.”“Hmmmm, terus.”“Apa boleh aku pergi menemuinya Brian? Tapi ….”“Kamu boleh pergi tapi harus dikawal dengan mereka Kinanti!” Emosi Kinanti langsung meleduk, dia sud
Bab 44“Ya ampun, kenapa kehidupan Sarah sehancur itu? Padahal dulu kehidupannya baik-baik saja, bahkan terbilang lebih berada daripada keluargaku. Hah … ternyata tidak aku saja yang memiliki masalah di dalam hidup ini. Tapi Sarah juga bahkan lebih parah Sarah. Apa yang bisa aku lakukan padanya? Apa aku harus meminta bantuan Brian? Tapi enggak lah. Aku takut kalau Brian tidak mau membantuku. Lebih baik aku bantu diam-diam saja Sarah. Iya itu ide bagus. Berbuat baik itu tidak harus diketahui oleh orangnya kan?” kata Kinanti di dalam hatinya. Saking kepikiran nya Kinanti pada kehidupan Sarah, sampai membuat Kinanti tidak sadar kalau dia sedang dipanggil oleh Sarah. Sudah sedari tadi Sarah mengajak Kinanti bicara, tapi orang yang diajak bicara tetap sibuk dengan pikirannya, sampai membuat Sarah menggoyangkan tangan Kinanti yang berdiri tepat di sebelahnya. “Kinanti, Kinanti. Kamu sedang memikirkan apa sih? Dari tadi aku ajak bicara kamu nya malah diam aja Kinanti. Apa yang kamu pikirka
Bab 45Boro-boro melihat paman dan sepupunya Clara yang habis berseteru dengannya, Kinanti justru langsung masuk ke dalam mobil anak buah Brian. Seakan-akan dia tidak mengenal pria paruh baya yang berusaha ingin bertemu dengannya, itu semua terjadi akibat rasa sedih di hati Kinanti. Karena Sarah mengungkapkan kekecewaannya pada Kinanti. Disisi lain, Sarah menangis terisak-isak. Sahabat sejati sedari kecil ternyata merupakan istri dari pria yang sudah merusak kehidupan kakaknya. Hingga timbul rasa benci di hati Sarah pada Kinanti. “Kamu bukan Kinanti yang aku kenal dulu Kinanti, kamu ternyata tidak sebaik yang aku bayangkan. Aku benci kamu Kinanti, aku benci kamu,” ujar Sarah yang bermonolog sendiri. Kembali pada Kinanti, yang mana Kinanti menangis terisak-isak di dalam mobil menuju arah pulang. “Maaf Bu, apa perlu aku menghuni Bos Brian,” kata sang bodyguard. “Stop untuk menyebut namanya, antar aku pulang sekarang. Dia tidak perlu tahu apa yang terjadi padaku!” Kinanti merasa s
Bab 46Kinanti menatap kedua petugas berwajib di depannya dengan rasa cemas yang semakin dalam. Perasaannya bercampur aduk antara ketakutan dan ketidakpercayaan. Namun, sebelum Kinanti sempat mengucapkan sepatah kata pun, Nyonya Martha dan Frans keluar dari dalam rumah, langsung menempatkan diri mereka di antara Kinanti dan petugas."Apa yang kalian katakan pada menantuku?!" seru Nyonya Martha dengan nada yang tegas. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang tak bisa disembunyikan.Frans menambahkan, "Kalian tidak punya hak untuk menekan menantuku seperti ini. Siapapun yang memberi kalian perintah, pasti akan menghadapi konsekuensinya."Petugas yang tadinya tampak percaya diri, mulai terlihat gugup di hadapan pasangan tua yang jelas memiliki pengaruh kuat. "Kami hanya menjalankan tugas, Bu," ucap salah satu petugas dengan nada agak bergetar. "Paman Nona Kinanti, Paman Rey, melaporkan bahwa Nona Kinanti telah melarikan diri dari kewajiban hukum yang pernah melukai nona Clara. Kami diminta u
Bab 47Rey duduk di kursi kantornya, tangannya gemetar saat mencoba menyalakan rokok. Kepulan asap yang keluar dari mulutnya tidak mampu menenangkan syaraf-syaraf yang tegang. Kabar yang baru saja diterimanya tentang penutupan kasus Kinanti membuat amarahnya memuncak, tetapi lebih dari itu, ketakutan mulai merayapi dirinya. Dia tahu betul siapa Brian. Bukan sekadar pengusaha dari keluarga terpandang, Brian adalah sosok yang ditakuti di dunia bawah, seorang mafia kejam yang tak segan-segan menyingkirkan siapapun yang berani mengusik keluarganya.Pikiran Rey melayang pada segala tindakan licik yang telah ia lakukan untuk menjebak Kinanti. Baginya, Kinanti adalah aset yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan keluarga. Kini, ia menyadari betapa besar kesalahannya. Menantang Brian sama saja dengan menandatangani surat kematian sendiri."Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara lembut asisten pribadinya, Tono, menyadarkan Rey dari lamunannya.Rey melirik ke arah Tono, mata penuh dengan kepanik
Bab 48Brian menutup pintu kantor Rey dengan suara berdebum yang keras. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan amarah yang masih membara di dalam dadanya. Pikiran tentang Rey yang licik dan pengkhianatannya terhadap Kinanti terus mengganggu pikirannya. Namun, ada sesuatu yang lebih mendesak yang kini memenuhi benaknya. keselamatan dan kesejahteraan Kinanti.Selepas dari perusahaan Rey, lantas Brian meminta anak buahnya membawanya menemui pihak berwajib, yang dengan berani datang membawa surat panggilan ke Kinanti.Dia menekankan setiap kata-kata yang berisi ancaman agar tidak ada seorangpun yang mengusik kehidupan Kinanti, karena Brian tidak akan segan-segan mengungkap bobrok dari beberapa pihak atasan yang bekerjasama dengannya. Dan tentunya itu menjadi ancaman tersendiri untuk mereka dan akan merusak nama institut mereka sendiri. “Ingat, aku tidak akan pernah main-main dengan ucapanku!” “Baik Pak Brian, maafkan anggotaku yang tidak tahu apa-apa,” ujar salah satu petugas.
Bab 49: Bayang-Bayang KehilanganMalam itu, di kamar mereka yang remang, Kinanti berbaring dengan gelisah di samping Brian. Pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan Sarah. Kegelisahan membayangi setiap nafasnya. Di sampingnya, Brian juga tidak bisa tidur. Pikirannya terpecah antara keinginan melindungi istrinya dan kerumitan masalah yang dihadapi. Setelah beberapa saat, Kinanti memecah keheningan."Brian, aku tidak bisa berhenti memikirkan Sarah," suaranya serak, penuh dengan keputusasaan.Brian menggenggam tangan Kinanti, mencoba menenangkan, "Aku tahu, sayang. Aku sudah meminta anak buahku untuk mencarinya. Aku janji, kita akan menemukan Sarah."Kinanti menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, "Sudah berhari-hari, Brian. Aku takut dia sudah terlalu jauh terjebak dalam kesulitan, dan kita mungkin terlambat."Brian menarik napas dalam-dalam, merasakan beban di dadanya semakin berat. "Kinanti, aku mengerti perasaanmu. Aku akan mencari Sarah sampai menemukannya. Aku tidak akan menye