Bab 37“Kenapa sih Brian itu, tidak boleh banget Mama membawa kamu jalan Kinanti? Apa dia takut kalau Mama akan meninggalkanmu begitu saja Kinanti, tapi itu tidak akan mungkin kan? Bagaimanapun kamu itu menantu Mama, ya sudahlah Kinanti. Mendingan kita pulang sekarang,” wanita yang selalu glamor dalam berpakaian itu marah-marah, saat Brian memintanya segera membawa Kinanti pulang. Dan saat itu juga Martha membawa Kinanti pulang. “Padahal Mama baru belanja sedikit Kinanti, lain kali kita harus pergi ke Paris untuk berbelanja Kinanti. Nanti Mama akan membawamu ke langganan Mama yang di sana. Pokoknya kamu pasti suka Kinanti, lihat aja nanti,” sambung Martha yang mengajak Kinanti ngobrol, tapi Kinanti hanya menjawab dengan senyum dan sesekali mengiyakan ucapan Martha. Dia tidak begitu tertarik dengan tawaran dari mama mertuanya itu, sekalipun keluarga Brian benar-benar baik dan sangat menghormatinya sebagai anggota keluarga mereka. Hal yang tidak Kinanti dapatkan dari keluarga pamannya
Bab 38Pagi ini Kinanti merasakan sesuatu yang beda dari biasanya, dia tidak melihat para asisten pribadi yang ditugaskan untuk mengurus keperluan Kinanti, dan tidak itu saja. Saat sarapan pagi pun hanya ada kedua orang tua Brian, Marco, Brian dan tentunya Kinanti sendiri. Tidak seperti biasanya yang mana setiap sudut ruang makan itu ada asisten pribadi Brian yang berdiri menjaga keluarga Brian. “Apa Brian meliburkan semua pekerjanya? Tumben gak banyak yang mengawasi saat sarapan. Bukankah itu bagus? Aku kurang nyaman juga karena mereka, tapi tadi pagi juga begitu. Gak ada yang masuk ke kamar untuk mengantar keperluanku? Lagian aku bukan anak kecil yang harus dimanjakan tapi aku juga bisa melakukan semuanya. Kalau begini terus kan enak,” gumam Kinanti di dalam hatinya, dan tidak berselang lama Brian datang menghampiri Kinanti dan langsung mencium pipi Kinanti. Kinanti sontak terkejut dan langsung menoleh ke arah Brian. “Kamu memikirkan apa sih, sayang?” Kinanti menggelengkan kepa
Bab 39Kinanti benar-benar jengkel dibuatnya, dia hanya ingin pergi bertemu dengan teman lama, tapi yang ikut sangat banyak. Bagaimana caranya Kinanti bisa berbicara dengan teman lamanya kalau begitu? Pasti rasanya sangat tidak nyaman saat dilihat oleh banyak orang. Kinanti tidak bisa membayangkan dia yang tiba-tiba bertemu dengan teman lamanya tapi seisi kafe itu memperhatikannya dengan teman lamanya. “Oh my God, kalau begitu mendingan aku gak usah pergi aja.” “Ayo Nona,” kata sang supir, bukannya masuk ke dalam mobil justru Kinanti putar arah menuju arah dalam rumah. Hatinya langsung jengkel melihat pengawasan yang ekstra ketat padanya, hingga moodnya secara spontan langsung hilang. “Apaan sih si Brian? Bisa-bisanya dia meminta semua anak buahnya untuk mengawal ku, memangnya aku apaan. Anak presiden enggak kan? Aku bukan anak presiden dan aku bukan putri raja apalagi permaisuri. Tapi Brian sudah berlebihan padaku. Dia meminta semua anak buahnya mengawal ku. Mendingan aku gak usah
Bab 40Helena langsung memberikan isyarat ke Kinanti untuk menoleh ke belakang mobil mereka, dan ternyata di belakang mobil mereka sudah banyak mobil yang berderet yang merupakan mobil anak buah Brian. “Gila, ini sangat gila Helena? Apa setiap kali kamu keluar seperti ini Helena?” “Hmmmm, tapi ini Lebih banyak daripada yang biasanya, dan biasanya cuman ada dua bodyguard yang menjagaku di belakang. Mungkin karena ada kakak dalam mobilku.”Kinanti yang tercengang langsung duduk dan bersandar di kursi mobil, dia memasang wajah frustasi melihat banyaknya bodyguard yang mengikuti mereka. “Ini kayak kita jadi buronan aja ini, Helena?” Helena langsung menanggapi ucapan Kinanti dengan tersenyum, dan dengan santainya Helena memainkan ponselnya kembali. “Gila, apa kamu nyaman dengan keadaan ini Helena?” Helena yang asyik dengan ponselnya menggelengkan kepala, tanda dia tidak nyaman dengan pengawalan ketat dari Brian. “Hah, apa kamu tidak bisa protes Helena?” “Kak Kinanti, kak Brian juga
Bab 41Pria yang sedang mabuk itu ingin melecehkan Kinanti, tapi saat itu juga anak buah Brian langsung turun tangan. Mereka menghajar habis-habisan pria yang hendak melecehkan istri bos mereka. Kinanti sendiri sempat terkejut, kenapa justru anak buah Brian banyak di tempatnya berada kini. Padahal tadi Kinanti merasa sangat yakin kalau tidak ada satupun yang mengikutinya dan ternyata dugaannya salah besar. “Kalian, kenapa?” Bugh bugh Suara pukulan yang berdentum mengenai sang pria, sampai pria itu benar-benar terluka. “Sudah hentikan, kalian bisa membunuhnya!” Kinanti menghalangi mereka yang hampir membunuh pria yang hendak melecehkannya. KlekSeseorang datang, dan seseorang itu tidak lain Sarah. “Ada apa ini?” *Sarah,” segera mungkin Kinanti berjalan menghampiri Sarah. “Kinanti, itu kakakku kenapa dipukuli Kinanti?” “Apa itu kakakmu, Sarah?” Sarah yang tengah panik langsung menganggukkan kepalanya, dia tidak kuasa melihat kakaknya di hajar oleh pria yang tidak dia kenal.
Bab 42Semalaman Kinanti berpikir keras, bagaimana caranya dia mengambil alih perusahaan almarhum kedua orang tuanya dari tangan pamannya. Sangking bingungnya sampai membuat Kinanti tidak bisa tidur, sekalipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi mata Kinanti belum terasa kantuk. Ditambah Brian yang tak kunjung pulang, menambah beban tersendiri di hati Kinanti. Kinanti berulang kali menoleh ke arah pintu berharap Brian pulang, dan entah kenapa Kinanti takut kalau terjadi sesuatu pada Brian. Mengingat pekerjaan Brian sangat berbahaya. “Kenapa Brian belum datang yah? Apa dia sudah berkelahi lagi di luaran, atau dia sudah membunuh orang lagi? Ya ampun Brian, sampai kapan kamu bakalan betah di pekerjaan mu itu Brian. Apa gak bisa kamu tinggalkan Brian?” Kinanti bermonolog sendiri, dan tidak berselang lama orang yang Kinanti pikirkan pulang. “Kamu belum tidur, Kinanti?” Kinanti menggelengkan kepalanya, tapi mata Kinanti mencari sesuatu dari baju yang Brian kenakan. Apa ada
Bab 43Kinanti mengatur kata-kata sebaik mungkin, untuk memulai obrolan dengan Brian, bukan karena Kinanti ingin berpidato di hadapan Brian. Melainkan ingin berkata sesuatu ke Brian. Itupun, Kinanti berkata dengan penuh keraguan. Dia takut kalau jawabannya tidak, karena bagaimanapun Brian tidak akan memberikannya kebebasan. Jadinya gini. Ada rasa ketakutan sendiri di hati Kinanti untuk menyampaikannya ke Brian. “Brian,” panggil Kinanti sembari memainkan jari tangannya, sangking takutnya dia berbicara dengan Brian. “Hmmmm, apa Kinanti?’“Aku bilang atau enggak yah, dan bagaimana kalau Brian tidak memberikan izin padaku. Bagaimana baiknya yah?” Kinanti berbicara sendiri di dalam hatinya. “Ada apa Kinanti?” masih tanya balik Brian, melihat sang istri tidak kunjung berkata apapun. “Itu Brian, aku ada janji dengan teman.”“Hmmmm, terus.”“Apa boleh aku pergi menemuinya Brian? Tapi ….”“Kamu boleh pergi tapi harus dikawal dengan mereka Kinanti!” Emosi Kinanti langsung meleduk, dia sud
Bab 44“Ya ampun, kenapa kehidupan Sarah sehancur itu? Padahal dulu kehidupannya baik-baik saja, bahkan terbilang lebih berada daripada keluargaku. Hah … ternyata tidak aku saja yang memiliki masalah di dalam hidup ini. Tapi Sarah juga bahkan lebih parah Sarah. Apa yang bisa aku lakukan padanya? Apa aku harus meminta bantuan Brian? Tapi enggak lah. Aku takut kalau Brian tidak mau membantuku. Lebih baik aku bantu diam-diam saja Sarah. Iya itu ide bagus. Berbuat baik itu tidak harus diketahui oleh orangnya kan?” kata Kinanti di dalam hatinya. Saking kepikiran nya Kinanti pada kehidupan Sarah, sampai membuat Kinanti tidak sadar kalau dia sedang dipanggil oleh Sarah. Sudah sedari tadi Sarah mengajak Kinanti bicara, tapi orang yang diajak bicara tetap sibuk dengan pikirannya, sampai membuat Sarah menggoyangkan tangan Kinanti yang berdiri tepat di sebelahnya. “Kinanti, Kinanti. Kamu sedang memikirkan apa sih? Dari tadi aku ajak bicara kamu nya malah diam aja Kinanti. Apa yang kamu pikirka