Bab 25Kinanti tidak bisa tidur, padahal hari sudah larut malam. Setiap bentar dia menoleh ke arah jarum jam dinding. Yang mana jam itu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan setiap kali matanya menoleh ke arah jarum jam. Setiap itu juga Kinanti selalu berkata, “Di mana dia? Kenapa dia belum pulang? Apa dia sudah membunuh seseorang lagi? Oh Tuhan, kalau dia memang takdirku. Aku ikhlas Tuhan. Tapi aku ingin kamu membolak-balikkan hatinya. Agar dia menjadi pria yang baik Tuhan. Aku ingin dia berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang pembunuh.”Hanya doa yang bisa di lantunkan oleh Kinanti kini, tatkala harapannya agar Brian bisa menjadi sosok suami yang baik untuknya. Kinanti juga mau belajar mencintai Brian, asalkan Brian berhenti dari pekerjaannya. Tapi itu tidak mungkin. Hampir setiap hari Brian berurusan dengan yang namanya masalah, dan hampir setiap hari Brian membunuh musuhnya. Jadi mustahil kalau Kinanti meminta Brian menjadi suami yang baik. Klekk Mata Kinanti langsung tertuju
Bab 26“Kamu sudah bangun, Brian? Aku sudah menyiapkan pakaian ganti mu jika kamu ingin mandi Brian,” sahut Kinanti. Gak ada hujan gak ada badai, tiba-tiba saja Kinanti bersikap baik pada Brian. “Ada apa dengannya?” gumam Brian bertanya dalam hati. Sikap Kinanti dari malam tadi hingga pagi ini membuat Brian penasaran, padahal biasanya menyapa Brian saja Kinanti tidak mau. Tapi malam tadi dan pagi ini. Kinanti justru terlebih dahulu menyapa Brian. “Brian, kamu tidak akan tidur lagi kan?” tanya Kinanti ulang. “Hmmmm, aku mau mandi dulu.” Brian berdiri dan lanjut berjalan menuju arah dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi itu Brian bermonolog sendiri. “Ada apa dengan Kinanti? Tumben-tumbenan dia menyapaku. Ada apa dengannya? Sampai menyiapkan pakaian ganti ku segala. Tapi bukankah ini yang aku inginkan. Hah, syukurlah kalau Kinanti sudah belajar menerimaku sebagai suaminya.” Tok tok tok “Brian, aku keluar duluan. Aku tunggu kamu di ruang makan,” ujar Kinanti dari luar pintu kamar
Bab 27Mengharapkan seseorang yang tidak mencintai kita itu mustahil, apalagi memaksanya menerima kita. Itulah yang dialami oleh Brian kini. Dia kembali mendengar kata penolakan dari Kinanti dan meminta Brian untuk melepaskan Kinanti, apa iya Brian akan mau mengabulkan keinginan Kinanti itu? Sangat mustahil. Mendengar ucapan Kinanti yang kembali menolaknya saja langsung membuat Brian justru berkata, “Ini terakhir kalinya aku mendengar ucapanmu ini Kinanti, jangan buat aku terpaksa harus bersikap kasar dengan kamu Kinanti.”Jawaban Brian menyakiti hati Kinanti, tidak ada kelembutan atau sekedar rasa simpatik Brian pada Kinanti. Tapi justru yang ada amarah Brian tatkala Kinanti berusaha untuk berkata jujur akan perasaannya. “Kamu camkan ini baik-baik Kinanti, ini terakhir kalinya aku mendengar kamu tidak menyukai ku lagi Kinanti. Dan aku harap kamu menarik ulur ucapanmu itu Kinanti. Sebelum kamu menyesal.”Tok tok tok…“Brian, apa kita pergi sekarang?” Suara ketukan dan panggilan Mar
Bab 28Kedua pria itu susah payah mencari keberadaan Kinanti, dan bisa dibilang kalau keduanya hampir tiga jam lamanya mencari keberadaan Kinanti. Tapi tidak kunjung ketemu. Mereka sudah mengobrak-abrik semua tempat, sampai menyusuri gang kecil yang ada di lokasi itu, tapi hasilnya tidak ada. Kinanti tidak kunjung ditemukan. “Mampus kita Jack, apa yang harus kita lakukan? Aku gak mau mati sia-sia Jack, apa kita kabur saja dari sini. Kita pergi ke kota lain.”“Eh bodoh, mau sampai lobang semut pun kamu sembunyi bakalan ketahuan, kita bakalan ketangkap. Kayak kamu tidak tahu aja siapa bos Brian. Wilayah kekuasaannya tidak hanya disini. Tapi di Indonesia juga. Gak ada cara lain selain mencarinya sampai ketemu.”“Tapi Jack, kalau tidak ketemu kita juga bakalan mati, Jack.” Pria itu begitu panik, dia juga sudah lelah mencari keberadaan Kinanti yang tidak kunjung ketemu. Dia sampai frustasi dan berteriak kencang. “Aaaaah! Siapapun kamu tolong keluar, kalau kamu tetap sembunyi gini yang
Bab 29Satu sisi Kinanti merasa kalau dia salah, Brian sangat mencintainya tapi Kinanti justru ingin lari dari Brian. Kinanti tidak tahan dengan pekerjaan Brian sebagai seorang mafia. Tapi kalau sikap dan perhatian Brian membuatnya justru kagum. Bahkan terkadang Kinanti merasa kalau dirinya egois. Brian saja mau menerima Kinanti apa adanya, sekalipun Kinanti bersikap kasar pada Brian, tapi justru Kinanti tidak bisa menerima Brian sebagai sosok suaminya. Dan justru Kinanti berkeinginan ingin lari dari Brian. “Brian,” panggil Kinanti, sembari Kinanti menahan tangan Brian yang sedang membersihkan sisa sampah yang melekat di rambut Kinanti, bahkan Brian mengelap wajah Kinanti dengan tissue. Brian cuman diam dan memandang bola mata Kinanti, sedang Marco sendiri yang melihat keduanya dari kaca mobil membuatnya terbawa dengan suasana hati Brian yang sangat mencintai Kinanti. Marco juga tidak pernah melihat Brian sesabar ini saat menghadapi wanita ataupun orang lain, buktinya tadi tanpa b
Bab 30“Apa dia setakut ini padaku? Sampai untuk bicara pun dia harus minta izin dulu, padahal sudah jelas aku sangat mencintainya dan aku tidak mungkin menyakitinya,” gumam Brian dalam hatinya. Brian yang tengah berkata dalam hatinya itu pun menatap lekat dua bola mata Kinanti, yang justru sekarang Kinanti tengah sibuk merangkai kata untuk membuka obrolannya dengan Brian. “Apa yang ingin kamu katakan Kinanti, katakanlah. Aku tidak akan marah Kinanti,” ujar Brian. “Itu Brian, aku cuman ingin … maaf Brian. Aku tidak suka dengan pekerjaanmu. Apa aku boleh minta agar kamu meninggalkan pekerjaanmu Brian? Maaf Brian, kalau tidak bisa tidak apa. Anggap saja kamu tidak mendengar apapun.” Secepat itu Kinanti merubah ucapannya, padahal dia memang ingin Brian berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang mafia, tapi baru melihat tatapan mata Brian saja Kinanti sudah takut. Dia takut kalau seumpama Brian justru marah padanya. “Maaf Brian, anggap saja kamu tidak mendengar apapun,” Kinanti me
Bab 31“Kinanti, a-aku bisa jelaskan Kinanti,” Marco yang merasa bersalah ingin minta maaf ke Kinanti, sambil ingin menjelaskan maksud dari ucapannya. Namun, Brian langsung menggerakkan tangannya memberikan isyarat agar Marco pergi saja dan meninggalkan keduanya. Alhasil Marco menundukkan kepalanya dan berjalan melewati Kinanti, setelah Marco pergi barulah Brian mengambil tas Kinanti yang terjatuh ke atas lantai, dan memberikannya ke Kinanti. “Ini Kinanti,” kata Brian. Kinanti enggan mengambil tasnya lagi dari Brian, sebab dia yang terlanjur sakit hati dengan apa yang dia dengar dari mulut Marco. Memang benar Kinanti tidak menyukai adik dari almarhum papanya, orang yang sudah membuat hidup Kinanti jadi seperti ini, tapi bagaimanapun Kinanti tidak rela jika Brian memerintahkan anak buahnya untuk membunuh keluarganya yang tersisa. “Apa aku tidak salah dengar tadi Brian? Apa pamanku target kamu selanjutnya, Brian? Jawab Brian! Jawab! Aku bisa saja belajar menerimamu Brian. Tapi aku t
Bab 32Di dalam mimpinya, Kinanti berada di tempat yang gelap dan dingin. Suara langkah kaki mendekat, membuat bulu kuduknya meremang. Dia melihat sosok yang familiar, pamannya yang jahat, dengan tatapan yang penuh ancaman."Kinanti, kamu pikir bisa lari dariku? Aku akan membuatmu menderita seperti dulu. Hahahaha,” gelak tawa itu menambah takut rasa hati Kinanti. Pamannya mengeluarkan pisau dari balik jaketnya, dan Kinanti mundur dengan ketakutan, tapi kakinya terasa berat seperti ditahan oleh sesuatu. “Jangan, jangan sakiti aku. Jangan sakiti akuuuu.” Dengan mata terpejam Kinanti tetap mengigau, tapi pada akhirnya Brian membangunkan Kinanti dan langsung berkata, “Kinanti, apa yang terjadi padamu? Kinanti bangunlah, ini aku, Kinanti. Ini aku sayang.”Dengan lembut tangan Brian menyeka keringat dingin yang membasahi wajah Kinanti. “Kamu sedang bermimpi sayang, apa sesuatu ada yang mengganggu pikiranmu?”Perlahan tapi pasti Kinanti membuka mata, lalu dia menatap sosok Brian yang kini