"Huaaa..." teriak Raizel terkejut.
Raizel terjingjat mundur melihat isi dari bungkusan kain kafan itu. Diva yang ikut terkejut menutupi mulutnya yang menganga karena hal tersebut.
"Ya Tuhan," sambung Diva.
"Santet!" ucap Raizel dengan sangat jelas.
"Rumah ini jelas diguna-gunai!"
Raizel kembali mendekati kain berisi keris belumur darah segar yang tadi dilemparnya.
"Apa Ki Daweh, yang melakukan ini semua?" gumam Raizel yang suarajta terdengar oleh gadis di hadapannya.
"Ki Daweh?"
"Pria tadi Ki Daweh Rai?" tanya Diva meminta penjelasan.
"Iya," balas Raizel seraya mengangguk.
"Ki Daweh itu dukun yang semalem kan Rai?"
"Ngapain ya, dia merhatiin kita di luar sana! Kan bisa masuk jaa kalau emang ada perly!" tutur Diva begitu polos.
Raizel tidak menanggapi pembicaraan Diva, dan memilih membungkus keris berdarah itu dengan kain kafan tadi.
"Bantuin gua Div," celetuk Raizel.
"Iya Rai!" ucapnya
"Rai!!!" teriak Egy yang mendapati temannya terbaring di rerumputan.Raizel tergeletak pingsan tak sadarkab diri di arel pekarangan sebrang balkon tadi. Diva melongo, sambil menutupi mulut dengan kedua tangannya karena melihat Raizel pingsan. Ia merasa tak percaya, belum lama semenjak dirinya meninggalkan Raizel di sana.Egy berlari, kemudian berjongkok dan segera memangku kepala temannya itu. Dia memasang mimik wajah sendunya sambil menepuk nepuk pipi mungil Raizel yang hampir memerah karena pukulannya. Vano melipat kedua tangan, ditemani Caca dan Cindy yang sibuk mengerubungi Raizel . Diva dan Ayah Egy berlutut di belakang Egy seraya mengelus pundak anaknya."Rai! Rai bangun!" panggil Egy berulang kali."Div? Raizel kenapa? Kok bisa pingsan gini ?" tambah Egy yang agak penasaran.Diva mengusap air mata bersalahnya yang membasahi sedikit pipi kirinya. Ia menggelengkan sedikit kepalanya karena tak tahu-menahu dengan apa yang dialami Raizel. Ia meny
Beberapa jam sebelum kejadian..."Kenapa gagal Kang! Gimana sih!"Suara perdebatan dua orang pria menyeruak dari sebuah rumah yang ukurannya tak terlalu besar. Dari balik jendela rumah kayu itu terlihat pria paruh baya yang sudah memasang raut wajah marah pada laki-laki tua yang duduk bersila di depannya."Saya sudah menunggu lama Kang! Seharusnya kemaren adalah hari yang tepat untuk membalaskan dendamku. Tapi apa ini! Gagal sudah!" protesnya.Pria tua itu adalah Ki Daweh, Ia menghela napas panjang sembari menenangkan pria di hadapannya itu."Iya sabar, akang pasti bantu kamu! Balas dendammu pasti terbalaskan!" jelas Ki Daweh tenang."Kemaren ada pengacau di sana! Bocah dari kota. Kini dia di rumah Gunawab bersama anak sulungnya.0"Iya sabar, kakang pasti tetep bantuin kamu buat balas dendam ... Kemaren ada pengacau, bocah dari kota yang tinggal dirumah Gunawan bersama anak sulung Gunawan"Sebagai dukun Ki Daweh terkenal
Aroma kuat dari makhluk-makhluk peliharaan Ki Daweh memenuhi sesak atmosfer kediaman dukun Teluh itu. Termasuk siluman ular yang sebelumnya mengacau di rumah Pak Gunawan sebelumnya.Rumah Ki Daweh terbilang cukup kecil, jika di tempati sebuah keluarga. Hanya ada 2 ruangan dan sebuah ruang tamu tempat dirinta menerima permintaan dari para kliennya. Tak jarang orang yang datang untuk meminta pesugihan, pelet pengasihan , hingga susuk pemikat. Beberapa pelanggan VVIP nya biasanya dari kalangan juragan. Seringkali juragan juragan itu datang untuk menyantet pesaing usahannya, atau juga pembalasan dendam.Ki Daweh duduk bersila, sambil memejamkan mata dalam posisi semedinya. Ia sedikit mengguratkan senyuman usai kedatangan makhluk suruhannya membawa hasil.Tidak jauh dari tempatnya bersemedi. Seorang gadis hasil tangkapan siluman ular peliharaannya, sudah dalam kondisi tak berdaya. Diva terduduk di sebuah bangku kayu dengan kedua tangan dab kaki yang terikat ke
Kemudian Raizel menyodorkan keris dengab beberapa bercak darah yang mulai mengering dari kedua sisinya ke arah Egy dan ayahnya."Kalian ingin lihat Ega?" tanya Raizel pada kedua ayah dan anak itu.Karena terkejut dengan pertanyaan yang disodorkan Raizel, mereka berdua saling beradu mata tak paham."Maksudnya?" sanggah Egy heran, menatap Raizel."Iya, aku akan coba mempertemukan kalian berdua dengan arqah Ega!" balas Raizel meyakinkan kembali."Ega di sini nak?" tandas ayah Egy."Hmmm..." gumam Raizel mengangguk."Baiklah nak, om mau mencobanya..." tutupnya.Mata dari ayah dan anak itu berkaca kaca seolah tak benar benar percaya dengan apa yang Raizel bicarakan. Setelah bertahun tahun wajah mereka tak bersua dengan gadis kecil kesayangannya."Ulurkan kedua tangan kalian!" perintah Raizel pelan."Genggam punggung tangan saya om!" imbuhnya berkata pada Gunawan.Raizel menggenggam gagang keris yang dibaluti guu
5 Tahun SilamDesa Bagaharuni, ruang hidup yang belum risak oleh tatanan kota. Masih asri dan belum terjamah. Senyum penduduk lokal yang masih kental terjaga. Manusia dan binatang hidup berdampingan layaknya berumah tangga dalam ekosistem. Penuh semenjana.Bukan pemandangan langka, jika bertemu satwa liar di jalanan desa. Burung Rangkong Paruh Putih, Macan Tutul, Kasuari hingga Babirusa.Listrik hanya tersedia hingga jam 5 sore, sisanya hanya obor dan lampu minyak yang dapat diandalkan. Tpi ada satu rumah yang punya akses listrik 24 jam. Kediaman milik Gunawan, juragan padi kaya raya, bergelimang harta. Ia punya genset pribadi di rumahnya.Rumahnya bertingkat 2 dengan cat putih yang masih cukup baru karena belum lama selesai di bangun. Hampir separuh sawah yang ada di desa adalah kepunyaannya. Ia beristri dan memiliki seorang putra bernama Egy dan putri bungsunya Ega.Meski punya rumah sebesar itu, bangunan mewah tersebut jarang di tempati. K
"Tolong anak saya pak?""Dia hilang!!" Gunawan berteriak teriak kebakaran jenggot."Tenang pak, tenang!! Gimana kronologinya?" tanya pak polisi hutan itu.Salah satu polisi hutan di sana berjalan menuju Gunawan, sambil membawa nampan."Duduk pak! Duduk dulu! Ini minum dulu," ucapnya menyodorkan segelas air putih.Gunawan segera menenggak habis air tersebut, dan mengelus dadanya pelan."Jadi gimana ceritanya pak? Gimana bisa hilang?""Tadi, waktu saya ke dapur. Anak saya, sendirian di halaman rumah,main ayunan. Tiba tiba waktu saya ngisi air di dalem, ada suara teriakan pak?""Menurut bapak siapa yang teriak?" tanyanya agak nyeleneh.Plakkk..."Ya anaknya lah, semprull!!" ucapnya seniornya menampol anak buah di sampingnya itu."Suaranya memang terdengar seperti anak saya pak, makanya saya langsung lari ke depan,""Di sana anak saya sudah tidak ada di tempat pak. Yang ada tinggal buku gambar yang berse
Toktoktok... Toktoktok...Suara ketukan terdengar, suarnya mengusik gendang telinga milik seorang kakek yang tengah nonton TV di ruang keluarga."Gunawan?" ucap lansia itu usai membukakan pintu."Ayah," ucapnya segera memluk pria itu."Kamu kenapa nak?" tanyanya mengusap rambut anaknya yang sudah menjadi ayah itu."Aku harus gimana yah? Aku bukan ayah yang baik?" ucapnya menangis di pundak ayahnya."Kamu kenapa? Ada masalah?" balasnya melonggarkan pelukan kemudian menatap anaknya yang baru pertama kalinya menangis sejak ia sudah menjadi suami."Gunawan salah yahh!!" lanjutnya masih menangis mengusap air matanya."Siapa yah?" suara seorang Ibu ikut bergabung mendekati mereka berdua."Loh Gunawan?" teriaknya melihat anaknya menangis di pelukan ayahnya, membuat ayahnya menoleh."Kamu kenapa nak? Ada masalah?" tambahnya lagi bertanya.Mereka bertiga duduk di ruang tengah, untuk melanjutkan menginterogasi anakny
Setengah hari Fani melakukan perjalanan ke rumah ayah Gunawan. Ia membawa Egy yang saat itu masih kelas 6 SD menuju Desa Bagaharuni.Brakkk...Sosok perempuan muncul dari balik pintu rumah yang menghantam tembok."Fani?" ucap Gunawan di ruang tamu."Dimana lokasi kejadiannya mas?" teriaknya seperti hewan buas."Kamu sudah datang Fan? Sudah makan?" tanyanya mendekati istrinya di pintu, dan menyeret Egy masuk agar di bawa ke kamar oleh neneknya."Antar aku ke sana sekarang mas!"Tanpa pikir panjang, Gunawan menarik pergelangan tangan istrinya menuju mobil. Mereka langsung menuju ke lokasi kejadian."Berikan barang bujti kemaren pak!" ucap Gunawan pada polisi yang berjaga di sana.Mata Fani mendelik tidak percaya saat melihat baju berwarna oren bunga bunga. Baju itu sudah compang- camping, sobek sana sini seperti terkoyak digigiti hewan. Ditambah darah segar yang mengering telah mengental dirumput, tepatnya di bawah garis p
"Mending sekarang kakang berbuat sesuatu deh!" ucap Hendrik bangkit dari duduknya."Bocah bocah ini gabisa di toloransi lagi! Harus segera di basmi!""Tenang, kamu tenang aja. Pasti akang urus kok!""Dasar Gunawan sialan itu!" bentak Hendrik uring-uringan.Daweh hanya mampu menuruti apa yang adeknya inginkan untuk membalas dendam. Dendam yang sama, sejak sepuluh tahun lalu. Speeti sudah mendarah daging pada jiwa adiknya itu. Daweh sebenarnya sudah terlalu lelah untuk hidup bayang bayang dendam adiknya itu.Tapi Daweh tak bisa berbuat banyak. Ia tahu, bahwa Hendrik adalah adik satu satunya yang ia miliki. Daweh susah ingin berhenti menjadi dukun teluh sejak setahun lalu sebenarnya. Ia sudah lelah."Biar akang coba, menganggu mereka lagi!" ucapnya memandang adiknya datar."Terserah! Mau diganggu kek, mau dibunuh juga boleh!" bentaknya sudah dipenuhi emosi ka
Raizel dan yang lainnya menaiki sepeda siang itu, menuju rumah Saleh. Ia tahu satu satunya orang yang mungkin bisa ditanyai soal Ki Daweh adalah Reza. Putra satu satunya Joko yang masih hidup sampai sekarang. Raizel yang berusaha mengorek informasi, hanya diam diam menjalankan rencananya. Ia sengaja menghamipiri Winda dan Reza yang selalu bersama, untuk diajak makan keluar. Sekaligus diam diam memancing Reza untuk bercerita soal ayah dan kakaknya yang pasti ada hubungannya dengan Ki Daweh. "Disini tempatnya?" tanya Egy sembari melihat rumah makan tempat mereka berhenti. "Iya kak, tapi tempatnya kecil kaya gini, gimana? Atau mau nyari yang lain aja?" tawar Winda takut pilihannya tidak sesuai. "Jangan pindah! Di sini aja" sahut Cindy. "Ya udah kalo gitu, kita disini aja" ujar Egy setuju. "Iya, lagian tempatnya nyaman kok" imbuh Caca. "Ya udah, m
Ajeng Sari tidak ada kabar sama sekali semenjak saat itu. Reza hidup sebatang kara dan dirawat oleh Saleh pamannya, saudara yang ia miliki satu satunya.Hampir sewindu Reza hidup dalam ketidaktahuan, kerinduan akan kasih sayang keluarganya. Ajeng Sari yang tak pernah kembali, ayahnya yang sudah gila dan tak bisa mengurusnya. Namun Reza masih hidup dengan baik karena kasih sayang dari Saleh pamannya dan juga istri dengan anak-anaknya. Sudah seperti anaknya sendiri, karena Saleh sendiri juga tak mempunyai anak laki laki.Reza tumbuh menjadi remaja yang baik hati, suka menolong dan berbakhti pada keluarga Saleh hingga sekarang.*****Semalam, usai kejadian melarikan diri yang dilakukan Raizel usai membebaskan Diva yang disekap Ki Daweh, tanpa sepengetahuan teman-temannya yang sudah terlelap tidur , mereka ketiduran di teras depan rumah.Diva terbangun dalam keadaan memangku kepala Raizel yang kelelahan usai menyelamatkannya semalam. Ia menatap bul
Makhluk suruhan Daweh lainnya kini bertindak keras. Wujudnya seperti ular, tetapi tubuhnya mirip manusia pada umumnya, mulai dari bagian perut hingga kepala. Bisa di sebut siluman ular jika dipikir-pikir.Makhluk itu meruncingkan taring dari kedua sudut bibirnya, lidahnya sesekali menggeliat menjulur keluar masuk, benar benar mirip gelagat ular. Ia meringis buas usai membuat Ajeng Sari tersungkur ke semak semak."Kau mau ke mana gadis manis?" kekehnya dengan puas menatap gadis muda itu gelimbungan."Makhluk sialan!" teriak Ajeng Sari tak terima.Pandangannya masih tak terlalu menggubris makhluk tersebut, dan lebih memilih bangkit untuk menengok ayahnya yang nggelundung ke bawah sebelumnya."Arghhh, ayah?" ucap Ajeng Sari sedikit mengusap sikutnya yang tergores beberapakali oleh ranting semak semak, dan menengok ke arah bawah."Ayah?"Ajeng Sari masih
"Ayahh!!!" Ajeng Sari berteriak menatap ayahnya yang melayang terikat lidah Genderuwo itu.Wajahnya memerah, dengan isi kepala yang hampir meledak karena terus menghirup bau busuk dari lendir di lidah Ge IPnderuwo itu. Ia hanya mampu menoleh ke arah anak gadisnya, dan berteriak lirih."Ja-nggann..." ucapnya tak genap.Genderuwo yang awalnya hendak segera menyantap tubuh Joko, langsung menjatuhkan laki laki malang itu ke tanah lagi. Ia melihat mangsa lain yang lebih menggoda imannya. Ajeng Sari terhirup anyir amis, karena darah haid yang masih deras saat itu. Aromanya membuat jiwa buas makhluk itu berubah arah."Ayah!" ucapnya memeluk ayahnya yang hampir tak sadarkan diri terkapar di tanah."Sadar yah, ayah kenapa!" teriaknya lagi menepuk nepuk pelan wajah ayah tercintanya.Firasat Ajeng Sari tak salah, seperti dugaannya bahwa Daweh akan mencelakai ayahnya. Ajeng Sari tak menatap Genderuwo itu lebih bengis. Ia memang wanita, tapi ia tak perna
Pranggg...Sebuah gelas dijatuhkan begitu saja karena uap panas membuat tangan seorang gadis melepuh. Dia Ajeng sari, putri Joko. Gadis itu meniup ibu jarinya yang melepuh karena gelas teh yang terlalu panas oleh air mendidih."Sial!" umpatnya."Firasat buruk apa ini!" ucapnya merasakan sesak di dadanya karena tak enak hati.Ajeng Sari adalah kembang desa, wajahnya yang rupawan memikat pemuda seumurannya. Masih SMA, masih sangat muda. Dia adalah anak perempuan Joko yang sangat penurut dan baik hati. Ia juga sangat menyayangi ayahnya yang duda ditinggal mati, juga adeknya Reza yang belum lulus SD."Ayah?" pekiknya.Gadis itu menjinjing roknya yang berwarna abu abu karena hendak berangkat sekolah saat itu. Berlarilah dirinya menghampiri ayahnya. Ia ingat bahwa ayahnya sedang naik ke atas bukit. Ia juga tahu kalau Daweh bukan dukun baik baik. Hanya memastikan kalau kalau ada apa apa dengan ayah tercintanya.Sementara itu ayahnya masih be
"Kakang dari mana sih!" teriak Hendrik membentak kakaknya dengan kasar.Kesabarannya sekarang sudah tak mampu dibendung lebih lama lagi. Terlebih ini sudah kesekian kalinya rencana Ki Daweh gagal untuk membantu menyatukan Fani dan Hendrik. Ia memeinta pertanggungjawaban dari kakaknya itu."Liat nih kang, Hendrik jadi gagal kan menikahi Fani!" keluhnya pada laki laki yang yang baru memasuki pintu rumah itu."Kenapa lagi dengan Fani?" tanya Daweh yang tak tau apa apa mengenai kejadian yang terjadi di rumahnya tadi."Ayahnya tadi kemari, marah-marah.""Dia membawa Fani kembali, sambil terus memakiku! Aku tidak terima jika aku dibeginikan kang!" teriak Hendrik menggebu-gebu karena sakit hati dengan omongan ayahnya Fani."Udah kamu tenang dulu!" Daweh berkata dengan tatapan tenang, sambil mendekat mengusap punggung Hendrik pelan."Gimana bisa tenang sih kang! Kalau aku gabisa dapetin Fani, maka tidak ada orang yang boleh memiliki Fani!" te
"Sembah hamba padamu gusti!" ucap Ki Daweh menyatukan kedua telapak tangannya ke atas sambil menunduk hormat pada suara tersebut.Hendrik hanya mengikuti apa yang sedang kakaknya itu lakukan. Walaupun bulu romanya sudah menegang sedari tadi, dia berusaha mengabaikan rasa takutnya. Semua ini demi cintanya pada kekasihnya Fani."Hamba kemari meminta bantuanmu gusti,""Bantuan apa yang kau butuhkan Daweh?" suara beratnya cukup membuat telinga Hendrik bergidik ngeri."Perempuan di depan hamba ini, adalah kekasih adek saya! Dia menginginkan gadis itu menjadi miliknya selamanya!" Daweh bercerita keinginannya membawa gadis itu ke sana."Huahhaaahahah...""Ini bukan masalah, apalagi untuk pengikut setiaku seeprtimu Daweh,""Huahhahahaha..." tawanya menggema pada langit langit gua itu.Raja iblis yang di sembah Daweh adalah penguasa alam bawah. Lebih hantu dari pada iblis manapun. Menurut mitologi tanah jawa namanya Bathara Kala,
"Kau apakan kekasihku kang!" teriaknya.Hendrik sedikit terkejut sekaligus marah melihat kelakuan akangnya itu. Ia bangkit dari duduknya, seraya memprotes dukun teluh di depannya itu. Hendrik jelas tak terima meski itu akangnya sendiri. Ia tak rela kekasihnya itu disakiti oleh siapapun, termasuk kakak tercintanya."Tenang, aku hanya membuatnya diam!" ujar Ki Daweh mengelus pundak kiri Hendrik, yang tengah dalam kondisi marah."Kau tidak menyakitinya kan?" tanya Hendrik memastikan kembali apa yang dilakukan oleh kakaknya."Hmmm," Ki Daweh hanya mengangguk-angguk."Sekarang kau ingin aku melanjutkan hal ini tidak?" tanya Ki Daweh."Aku harus bagaimana!" Hendrik berbalik dan memasang wajah cemberutnya karena bingung."Kau ingin menikahinya kan?" dukun itu bertanya sembari berjalan ke tempat duduknya sebelumnya."Kan aku sudah bilang kang, aku ingin memiliki Fani seutuhnya!" jelas Hendrik sekali lagi untuk meyakinkan kakangny