Elsyam yang baru saja memejamkan mata, ia harus kembali terbangun saat mendengar pintu berderit. Langkah kaki pun semakin terdengar, jika di rumah ini dirinya seperti seorang bangkai hidup yang hanya mampu berbaring seharian di tempat tidur tanpa melakukan apapun.
Haruni seperti biasa selalu pulang larut malam, wanita itu hanya melirik sekilas ke arah ranjang di mana Elsyam tengah terbaring.
Ketukan pintu, membuat haruni yang tengah menghapus make up segera bangkit untuk membukakan pintu.
"Eh, Sayang. Bagaimana jika ada yang lihat akan bahaya untuk kita."
Seorang laki-laki baru saja masuk, lelaki itu segera menutup pintu kamar Elsyam.
"Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis, apa kau tidak merindukan aku?"
Lelaki itu terus membelai wajah Haruni dan memberikan beberapa kecupan di dahi sang wanita. Mereka berdua tidak memedulikan Elsyam yang tengah menatapnya.
Melakukan adegan gila di hadapan suaminya sendiri. Dokter bahkan sudah memvonis Elsyam akan menjadi manusia lumpuh seumur hidup tidak akan ada lagi kesempatan baginya untuk sembuh. Maka dari itu Haruni berani melakukan hal tersebut di depan mata lelaki itu.
"Seharusnya setahun yang lalu mobil yang dia kendarai itu kita bakar saja, agar dia tidak menyusahkan kita semua," ungkap Haruni.
Elsyam tidak salah mendengar, ternyata kecurigaannya kepada mereka berdua membuahkan hasil. Dalang dari kecelakaannya adalah kedua manusia itu. Tak sia-sia usahanya selama ini untuk berpura-pura lumpuh di hadapan keluarga dan juga para pelayan.
Tangan yang ada di dalam selimut itu mengepal, tetapi dirinya berusaha menahan segala amarah yang ada di dalam hati. Suatu saat nanti ia pasti akan membongkar keburukan mereka berdua dan pastinya akan memberikan pelajaran yang setimpal untuk keduanya.
"Lihat El, kau tidak bisa melakukan apapun bukan. Hanya bisa menonton kami berdua saja."
Haruni tertawa. Memang sejak awal dirinya menikah dengan Elsyam itu karena harta dan juga ketampanannya serta kegagahannya. Namun setelah lelaki itu mengalami kecelakaan semua yang dulunya dia kagumi telah sirna. Kini di mata wanita itu Hendri jauh lebih menggoda daripada suaminya.
"Lihat Kak, istrimu itu milikku," ujar Hendri.
Hendri memang sudah lama mengincar Haruni, tetapi wanita itu justru menikah dengan kakaknya sendiri. Dulu sang wanita sangat mencintai kakaknya bahkan wanita itu menolak dirinya yang menyatakan cinta lebih dulu. Maka dari itu Hendri sangat tidak menyukai Elsyam, dirinya mengetahui jika Haruni adalah wanita materialistis maka dari itu ia memanfaatkan semuanya.
Mengajak Haruni berkompromi untuk mendapatkan harta Elsyam dan dirinya juga bisa menghabisi nyawa sang kakak. Dirinya juga yang memotong rem mobil sang kakak dengan tangannya sendiri, lalu Haruni yang memasukkan obat tidur ke dalam minuman lelaki itu sebelum pergi menghadiri sebuah pertemuan penting di perusahaan mereka.
Sejak dulu Elsyam dan juga Hendri memiliki sifat yang berbeda, sehingga orang tua keduanya memilih Elsyam sebagai presdir di perusahaan mereka. Hingga semua itu menimbulkan rasa iri di hati sang adik, lelaki itu setiap hari hanya bisanya menghambur-hamburkan uang tidak ada pekerjaan yang selesai di tangannya dan semua hanya berujung berantakan dan dikerjakan lagi oleh orang lain.
"Kau mau tahu, kita berdua yang merencanakan soal kecelakaanmu itu. Kami kira kau akan langsung mati di tempat, ternyata kau masih hidup. Namun, kau tidak bisa apa-apa kau sekarang ini adalah seorang mayat hidup," ujar Hendri.
Haruni tertawa, lalu dirinya kembali melingkarkan tangan di pinggang sang lelaki. Seolah-olah dirinya ingin memperlihatkan kepada Elsyam tentang kebahagiaan yang dirinya dapatkan.
Elsyam memilih untuk memejamkan mata, dirinya sudah tidak sakit hati melihat kelakuan istri dan juga adiknya itu yang ternyata keduanya berselingkuh bahkan mereka berdua juga yang merencanakan tentang kecelakaan mobil yang dulu dirinya tumpangi.
Suara mereka berdua menggema di dalam kamar. Elsyam hany bisa meredam amarahnya saja, dirinya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk meluapkan segalanya.
"Sudah jangan di sini seperti biasa Sabtu dan Minggu, kita pergi liburan berdua agar keluarga tidak ada yang curiga. Seperti biasa kau mencari alasan untuk perjalanan bisnis lagi," ungkap Haruni.
Ya Sabtu dan Minggu Hendri dan Haruni selalu liburan berdua. Oleh karena itu Elsyam mengambil kesempatan untuk menyusun rencana dan juga pergi ke kontrakan Arini.
Dirinya juga tidak menyangka bisa secepat ini menemukan seorang wanita yang berwajah mirip dengan peri kecilnya dahulu. Maka dari itu dirinya segera menikahi hari ini agar wanita itu tidak lagi jauh dari dirinya.
Sejak pertama melihat Arini, wajah peri kecilnya yang dia cari selama ini sama persis dengan Arini. Dirinya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, maka dirinya segera menyusun rencana dengan cepat untuk segera mengikat wanita itu dengan dirinya.
Ia akan membereskan urusan Haruni dan juga Hendri terlebih dahulu. Baru setelah itu dirinya akan mengurus dan mencari tahu tentang siapa hari ini sebenarnya apakah dia wanita yang selama ini dirinya cari ataukah hanya wanita lain yang memiliki wajah sama.
***
Seperti biasa jika pagi hari ini akan menjemur Elsyam di halaman depan. Di depan para pelayan wanita itu bak seorang istri yang sangat berbakti, tetap setia walaupun keadaan lelaki itu tidak bisa apa-apa.
"Dasar, menyusahkan," gumam Haruni tepat di telinga sang lelaki.
Dirinya tak menyangka wanita yang dinikahi ternyata tak lebih dari seorang iblis yang hanya memakai sebuah topeng cantik saja. Elsyam tidak menyangka bahkan wanita itu bisa berselingkuh dengan adiknya sendiri.
Haruni menengok ke kiri dan kanan, kini ia tengah berada di atas sebuah tangga. Bibirnya tersenyum, lalu dirinya mendorong kursi roda lelaki itu hingga terguling dari tangga.
Wanita itu mengangkat tangannya menghitung 1 sampai 5, lalu dirinya berteriak-teriak meminta tolong. Beberapa pelayan dan kepala pelayan yang berada di rumah besar itu datang menghampiri dan begitu terkejut melihat Elsyam yang sudah tergeletak di lantai.
"Cepat bawa ke kamar, segera panggil dokter," ujar Haruni.
Beberapa pelayan segera membawa lelaki itu ke kamar dan juga segera menelpon dokter keluarga.
"Kalian ini bagaimana tidak becus mengurus Elsyam maka aku akan memecat kalian," ujar Haruni.
Wanita itu melimpahkan segala kesalahan kepada para pelayan. Dirinya memang sudah sering kali ingin mencelakai Elsyam. Sempat beberapa pelayan memergokinya, maka dari itu dirinya akan membuat para pelayan tersebut dipecat dari rumah besar ini. Ia takut jika nanti dari mereka ada yang mengadukan hal ini kepada orang tua Elsyam maka hal tersebut pasti akan menimbulkan kecurigaan.
Elsyam merasa kesal, dirinya merasakan sakit di beberapa bagian tubuh. Bahkan dahinya pun terluka. Serta dirinya tidak menyangka jika Haruni akan menyalahkan para pelayan atas perbuatannya sendiri. jika dirawat dan ditunggu oleh wanita itu maka seharian dirinya tidak akan makan ataupun diberi minum, bahkan wanita itu tidak pernah memberikannya obat agar dirinya tidak ada perubahan.
"Cepat kau masih barang-barang kalian dan pergi dari sini," ujar Haruni.
Keributan Haruni di kamar mengundang atensi dari Hendri lelaki itu segera masuk dan menanyakan apa yang terjadi kepada Haruni.
Haruni dan juga Hendri melangkah menuju balkon kamar.
"Aku yakin jika semua ini pasti ulahmu, kan?" tanya Hendri.
"Aku hanya ingin bermain-main saja dengan El siapa tahu lelaki itu hanya berpura-pura, tetapi tadi saat aku dorong benar dia masih seperti seorang mayat saja," ujar Haruni.
"Bodoh, harusnya kau melakukan itu nanti setelah kita pulang liburan. Jika kamu memecat para pelayan saat ini si lumpuh itu tidak akan ada yang merawatnya dan kita juga tidak bisa pergi bukan?" tanya Hendri.
“Tumben, dia belum dateng.”Sabtu ini Elsyam tidakdatang ke kontrakannya. Mungkinkah saat ini lelaki itu sudah membuangnya? Arinisudah bersiap untuk berangkat bekerja. Sekarang kendaraan beroda duanya itusudah terasa begitu nyaman, karena minggu kemarin lelaki itu sudah membawa motornyauntuk diservis."Apa aku teleponsaja, ya?"Arini sudah mencari nomor lelaki itu, tetapi dirinya segera mengundurkanniat. Mengapa sekarang dirinya terkesan yang mencari-cari dan mengharapkanlelaki itu untuk datang. Padahal jika tidak ada lelaki itu hidupnya terasanyaman dan jika bersama dengan Elsyam dirinya merasa seperti terjajah.Ada atau tidaknya lelaki itu di dalam kehidupannya akan tetap sama dantidak akan merubah apapun. Arini kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.Tak butuh waktu lama hanya sekitar 10 menit dirinya sudah sampai diwarung makan. Baru saja masuk, dirinya sudah dipanggil oleh bude Lasmi sangpemilik warung."Arini, ini gajimu untuk bulan ini," ujar Bude Lasmi.Arini bin
"Aku heranbisa-bisanya dirimu tidak mengenali suami sendiri?"Elsyam melepaskanbungkaman tangannya di mulut Arini usai yakin wanita itu tidak akan berteriak."Ya itu memang kelemahanku. Aku tidak bisa menghafal seseorang dariwajahnya, aku hanya bisa hafal dari suaranya."Entahlah sudah dari dulu dirinya memang seperti itu, sangat sulitmenghafal orang baru hanya dari wajahnya walaupun keduanya berpapasan di jalan.Ia juga bisa dengan mudah lupa nama seseorang yang tidak penting untuknya."Aku benar-benar sial. Pertama, aku menikahi wanita yang memilikihati iblis, lalu menikahi wanita kedua yang benar-benar bodoh sampai-sampaitidak bisa mengenali wajah suaminya sendiri!" Baru saja hari ini hendak mendebat, tetapi langkah kaki kepala pelayansudah mulai mendekat. Elsyam kembali lagi ke tempat tidur dibantu dengan Ariniyang membenarkan selimut lelaki itu."Ini pakaianmu dan kamarmu sedang disiapkan. Mulai sekarang kamusudah bisa menjaga tuan El di sini." Setelah menyerahkan paka
“E-El??” Haruni baru saja pulang dari liburan berdua bersama dengan Hendri. Wanita itu dengan tenang bepergian karena berpikir sudah ada pelayan baru yang merawat Elsyam. Namun, kepulangannya hari ini disambut hal yang tak pernah ia sangka-sangka. Wanita itu sangat terkejut saat membuka pintu kamar karena ia melihat Elsyam tengah berdiri menatap ke arah jendela. “Kejutan, Haruni.” Elsyam memang sengaja telah menunggunya dan ingin membuat wanita itu terkejut. Wajah Haruni berubah menjadi pucat, seperti dirinya baru saja melihat hantu. Ia tidak menyangka jika suaminya bisa kembali pulih seperti sedia kala, padahal hari Sabtu kemarin lelaki itu masih terbaring di ranjang. “Ba-bagaimana mungkin?” "Kenapa kau nampak tidak senang melihatku sudah sembuh Haruni?" Elsyam melangkahkan kaki, mengekati Haruni yang terpaku. Aura Elsyam begitu menyeramkan, seolah siap membunuh. Haruni mundur, saat lelaki itu semakin mendekat. Namun, Elsyam segera menarik lengannya dan menyeret wanita itu menu
"Jangan pernah kau menyombongkan kekuasaanmu saat ini El. Ingat, kau hanyalah pewaris bukan perintis tak sepantasnya kau sombong seperti itu." Elsyam tersenyum mendengar Hendri akhirnya buka suara. Ia melangkah mendekati adiknya tersebut dengan tangan terulur meminta semua hal yang disebutkannya tadi. "ATM, kunci mobil serta semua fasilitas yang selama ini kamu nikmati juga." Dirinya tersenyum puas setelah melihat wajah enggan dari Hendri saat menyerahkan apa yang sebelumnya telah mereka nikmati. Baginya ini hanyalah sebuah awal. "Istrimu saja bisa aku miliki apalagi perihal kekuasaanmu, El," ujar Hendri penuh penekanan. Dirinya bertekad untuk terus mengalahkan Elsyam dalam keadaan apa pun juga. Elsyam hanya menatap dingin ke arah adiknya itu. Selama satu tahun ini dirinya berusaha untuk mengontrol emosi, jadi dirinya tidak akan mudah terpancing emosi oleh celotehan Hendri. Ia tersenyum, lalu mengarahkan jari ke pintu. "Pintu keluar berada di sana, silahkan keluar sebelum aku pa
"Iya." Arini mengangguk, melihat amarah dari Elsyam yang meluap-luap tadi, dirinya juga tidak ingin mencari masalah baru. Wanita itu sebisa mungkin menunjukkan raut wajah yang sangat ramah. Jika lelaki tersebut sudah memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota rumah, maka Arini juga harus mengikuti sandiwara yang tengah dibuat oleh Elsyam. Tuan Hadi pun mengangguk, ia tidak banyak bicara. Setelah menghabiskan sepotong roti dan juga telur goreng, lelaki itu segera pamit. Usia yang semakin tua membuat dirinya tidak mampu bekerja berat seperti dahulu dan dirinya harus banyak istirahat. "Papa, mau istirahat sekalian membujuk ibumu untuk sarapan." Lelaki itu mengangguk pada sang ayah, kemudian menatap ke arah Arini yang masih memperhatikan menu makanan di meja. Kini, di hadapannya, wanita itu tengah menatap ke arah nasi goreng seafood dengan pandangan berbinar. Satu centong nasi goreng seafood pun berpindah sudah ke atas piringnya. Seolah belum cukup, Arini kembali mengambil udang g
"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan."Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut."Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini."Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranj
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
"Selamat, ya," ujar Arini. Wanita itu merentangkan tangan kepada sang kakak dan juga Santira.Abraham benar-benar merasa heran dengan reaksi yang diberikan oleh adiknya itu. Walaupun demikian, dirinya tetap saja membalas ucapan selamat dari adiknya tersebut.Arini juga langsung saja memberikan pelukan kepada Santira.Bu Widuri yang sejak tadi terheran-heran dengan kehadiran wanita yang dahulu hampir saja bertunangan dengan anaknya itupun, tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya sebenarnya ada apa semua ini.Abraham langsung saja menjelaskan semuanya, perihal peristiwa dahulu tentang penculikan Elsyam dan tentang penangkapan Yordan yang semua itu dibantu oleh Santira. Dirinya memang ingin membersihkan cap buruk tentang calon istrinya itu di mata orang-orang. Mereka hanya mampu melihat Santira yang dulu saja, padahal Santira yang sekarang sudah sangat jauh berbeda."Mungkin semua orang memiliki masa lalu buruk, tetapi semua orang juga bisa berubah. Kita hanya manusia biasa, bukan Tuhan y
Arini yang baru saja meninggalkan kursi, ia langsung berpapasan dengan kakaknya Abraham yang tengah menggendong sang putri."Kenapa maksain harus menggendong, sedangkan tangan Kakak saja masih sakit seperti ini." Arini langsung saja merebut Elea dari gendongan kakaknya, ia takut jika sakit di tangan kakaknya semakin parah dan juga dirinya takut juga sang anak terjatuh.Abraham, hanya menyengir saja walaupun tangannya memang masih sakit. Namun, dirinya sudah sangat merindukan sang keponakan. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan rasa rindunya maka dirinya tadi langsung saja menggendong Elea walaupun tangannya memang masih sangat sakit. "Aku hanya merindukannya, aku ya jamin dia tidak akan jatuh kok Arini."Elsyam dan juga Ridho, tiba-tiba muncul dari belakang. Mereka berdua tengah asyik mengobrol satu sama lain. Keduanya juga langsung berhenti tepat di sisi Arini dan juga Abraham."Ada apa Sayang, kenapa marah-marah seperti itu?" tanya Elsyam.Arini langsung saja menatap ke ara
Elea, gadis berpipi gembil itu tampil dengan cukup menawan. Balutan gaun putih, lalu rambut yang diikat dua benar-benar membuatnya nampak begitu seperti boneka hidup. Orang-orang yang melihat putri dari Arini itu pun mereka terlihat sangat gemas. Apalagi Elea anak itu selalu tersenyum ramah kepada siapapun orang yang menyapanya."Anaknya Pak Elsyam benar-benar sangat cantik."Arini dan juga suaminya memang tengah menghadiri sebuah acara besar tahunan. Di mana, di sana banyak sekali rekan-rekan bisnis dari Elsyam. "Sini biar aku yang gendong." Elsyam merentangkan tangannya, ia langsung saja mengambil putrinya ke dalam gendongan. Tak mungkin dirinya melepaskan Elea, di tengah-tengah keramaian seperti ini.Elea memang sering diajak untuk menghadiri acara-acara penting perusahaan dari ayahnya. Karena si kembar sudah sering menolak, mereka memiliki kegiatan lain dan lebih senang bersama dengan kakek neneknya karena selalu mau menuruti keinginan mereka berdua. Sedangkan, Elea lebih memilih
"Bagaimana keadaannya?"Arini bertanya kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan kakaknya itu. Tadi memang suaminya ditelepon oleh pihak rumah sakit jika Abraham mengalami sebuah insiden kecelakaan. Mereka berdua langsung saja menuju ke rumah sakit, karena memang hanya mereka berdualah pihak keluarga dari Abraham.Dokter mencoba menenangkan Arini yang terlihat begitu panik, memang saat suaminya menjelaskan jika pihak rumah sakit menelpon dirinya karena Abraham kecelakaan. Wanita itu langsung saja menjadi begitu sangat khawatir kepada kakaknya tersebut."Pasien sudah boleh dijenguk, mungkin untuk beberapa hari ini dia hanya perlu waktu untuk istirahat saja."Arini menggangguk begitu juga dengan Elsyam mereka langsung saja memilih untuk masuk ke ruangan di mana Abraham dirawat.Wajah panik dari Arini berubah seketika menjadi masam lagi, saat melihat seorang wanita yang tengah berdiri di samping kakaknya itu.Abraham pun langsung saja menoleh ia melihat Arini dan juga suam
Setelah Arini berhasil menidurkan sang putri, yang memilih untuk bermain dengan ponselnya. Di seberang dirinya ada Elsyam yang tengah berkutat dengan laptopnya.Lelaki itu memang sudah paham bagaimana cara menangani amarah sang istri, ia memilih untuk diam karena jika dirinya terus berkata pasti hari ini akan semakin marah dan kesal saja. Dirinya yakin jika esok pagi pasti amarah dari istrinya sudah reda maka dari itu ia memilih untuk diam.Arini pun memilih untuk melihat-lihat aplikasi orange tempat di mana dirinya berbelanja bahkan 1 bulan ia bisa menghabiskan puluhan juta karena menurutnya. Lebih baik berbelanja online karena ia tidak perlu harus repot-repot datang ke toko dan memilih, mungkin bedanya jika berbelanja online kita harus sabar menunggu.Ia tidak mempedulikan tentang pesan-pesan yang dikirimkan oleh kakaknya itu. Dirinya masih sangat marah dan ia juga tidak bisa berpikir dengan jernih untuk saat ini. Maka dari itu hal ini memilih untuk diam daripada ia berkata dan just
Elsyam memegangi Arini, ia takut jika sampai istrinya itu justru berbuat yang tidak-tidak kepada kakaknya. Tatapan dari Arini benar-benar terlihat begitu murka kepada kakaknya itu, sejak tadi Ia terus saja menuntut sang kakak untuk menceritakan semuanya."Aku tidak menyangka jika selama ini Kakak bisa membohongi adiknya sendiri sampai sebegitu lamanya," ungkap Arini.Abraham yang sejak tadi terus saja diberondong pertanyaan oleh Arini pun, ia benar-benar perangainya sebagai orang yang tegas langsung sirna seketika di hadapan Arini. Memang sejak dirinya mengetahui jika Arini adalah adiknya, ia benar-benar menganggap Arini seperti ibunya sendiri, apalagi saat adiknya marah wanita itu pasti akan sangat sulit untuk dibujuk.Lelaki itu sejak tadi berusaha memberikan isyarat kepada Elsyam, ia berharap jika adik iparnya itu dapat membantu.Arini masih menatap tajam ke arah mereka berdua. Ia tidak menyangka jika ternyata mereka bisa menyimpan rahasia yang begitu besar, pantas saja selama ini
Abraham benar-benar merasa begitu gelisah. Sudah satu minggu, Santira mengabaikannya bahkan wanita itu tidak mau berbicara dengannya dan di kantor pun saat berpapasan bahkan Santira langsung saja membuang wajah tidak mau menatap ke arahnya.Ketukan di pintu membuat lamunan dari Abraham pun buyar, ia langsung saja menatap di mana orang yang sedang dirinya nanti sudah berada di ambang pintu."Ada apa Pak Abraham memanggil saya?" Memang seperti biasa jika di kantor Santira akan bersikap formal dan mereka pun seolah-olah tidak saling mengenal satu sama lain. Semua itu karena mereka berdua menjunjung tinggi profesionalitas saat bekerja.Abraham benar-benar sangat merindukan wanita itu, bahkan Santira pun sudah tidak mau lagi mengangkat dan membalas chat serta panggilan telepon dari dirinya. Lelaki itu langsung saja melangkah menuju pintu dan langsung mengunci pintu dari dalam, ia tidak mau lagi jika sampai Santira melarikan diri karena menurutnya sangat sulit sekali untuk berbicara dengan
Elsyam benar-benar seperti tengah mendengarkan seorang ABG yang sedang bercerita mengenai kisah asmaranya. Lelaki itu terus saja menahan tawa, mendengar cerita Abraham yang dituntut meminta kepastian oleh Santira.Dirinya juga benar-benar merasa heran kepada kakak iparnya tersebut, bagaimana bisa ia menggantungkan perasaan seorang wanita hampir 2 tahun. Padahal selama ini mereka seperti layaknya sepasang kekasih yang tengah backstreet saja karena memang tidak ada orang yang mengetahuinya selain dirinya itu.Elsyam juga memang sering mengatakan kepada Abraham agar dia mau memberikan penjelasan dan juga kebenaran ini kepada istrinya Arini, dirinya takut jika sampai Arini tahu dari orang lain justru akan marah."Oh, jadi sekarang kalian berdua sudah resmi pacaran?"Abraham melirik ke arah Elsyam dengan tatapan yang begitu aneh. Mereka berdua memang berada di ruang kerja dari lelaki itu, untung saja tadi elea menangis jadi Arini tidak ikut nimbrung bersama dan memilih untuk kembali lagi k
Walaupun Abraham sudah mengatakan jika dirinya memang mencintai Santira dan juga ingin menikahinya, tetapi tetap saja wanita itu masih merajuk kepada Abraham atas apa yang selama ini dilakukan oleh dirinya. Mungkin rumus matematika memang sulit untuk dipahami, dihafal. Namun, memahami hati wanita jauhlah lebih sulit daripada itu.Abraham benar-benar merasa sangat pusing, karena sejak pulang dari restoran itu Santira tidak memberikan jawaban apapun dan wajahnya masih sangat masam.Dirinya sudah meminta maaf berulang kali kepada Santira, tetapi tetap saja wanita itu masih kesal dan juga marah. Dirinya juga sangat merasa bingung, sebenarnya apa yang diinginkan oleh seorang wanita. Tadi Santira meminta dirinya sebuah kepastian, lalu ia sudah memberikan kepastian. Lantas di saat ia sudah memberikan jawaban apa yang diinginkan oleh Santira mengapa wanita itu justru berbalik merajuk kepadanya."Santira, kamu tahu jika aku sangat tidak suka didiamkan kenapa kamu melakukan itu?" Dirinya bukan