“Tumben, dia belum dateng.”
Sabtu ini Elsyam tidak datang ke kontrakannya. Mungkinkah saat ini lelaki itu sudah membuangnya? Arini sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Sekarang kendaraan beroda duanya itu sudah terasa begitu nyaman, karena minggu kemarin lelaki itu sudah membawa motornya untuk diservis.
"Apa aku telepon saja, ya?"
Arini sudah mencari nomor lelaki itu, tetapi dirinya segera mengundurkan niat. Mengapa sekarang dirinya terkesan yang mencari-cari dan mengharapkan lelaki itu untuk datang. Padahal jika tidak ada lelaki itu hidupnya terasa nyaman dan jika bersama dengan Elsyam dirinya merasa seperti terjajah.
Ada atau tidaknya lelaki itu di dalam kehidupannya akan tetap sama dan tidak akan merubah apapun. Arini kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Tak butuh waktu lama hanya sekitar 10 menit dirinya sudah sampai di warung makan. Baru saja masuk, dirinya sudah dipanggil oleh bude Lasmi sang pemilik warung.
"Arini, ini gajimu untuk bulan ini," ujar Bude Lasmi.
Arini bingung, bahkan dirinya belum satu bulan. Namun, gajinya sudah diberikan seperti biasanya.
"Maaf, Rin. Sekarang pendapatan warung berkurang drastis maka bude akan memberhentikan beberapa pekerja. Maaf ya, bude hanya memilih kamu karena kamu kan belum berkeluarga jadi kebutuhanmu belum terlalu banyak.” Bude Lasmi menjelaskan alasannya dengan wajah nelangsa. "Kamu juga masih muda, kamu masih bisa mencari pekerjaan lainnya."
Arini tidak banyak berbicara, dirinya hanya mengangguk lalu mengambil amplop tersebut dan berpamitan.
Wanita itu sangat bingung, padahal walaupun dirinya belum berkeluarga pun dirinya sudah memusingkan perihal token habis, gas habis serta makanan untuk sehari-hari. Memangnya wanita yang belum menikah tidak memikirkan hal itu tanda tanya memangnya wanita yang belum menikah tidak memerlukan makan.
"Aku harus bekerja apalagi?"
Arini mengendarai motor matiknya itu untuk menelusuri jalanan kota. Dirinya tidak menyangka jika hari ini akan diberhentikan kerja, padahal semalam dirinya tidak memiliki firasat apa-apa tentang hal ini.
Wanita itu, segera memberhentikan laju motornya untuk membeli beberapa minuman segar sebagai penghilang dahaga. Arini melihat brosur yang berada di atas meja, wanita itu mulai membacanya secara seksama. Di mana di dalam brosur tersebut terdapat lowongan pekerjaan untuk menjadi seorang pelayan.
"Lagi mencari loker, ya, Mbak?"
Penjual es cendol dawet itu segera menyerahkan pesanan Arini.
"Iya, saya baru saja diberhentikan bekerja di warung makan. Jadi saya akan mencari pekerjaan baru, karena jika kita tidak bekerja kita tidak akan mendapatkan uang."
"Coba aja daftar, tadi yang saya dengar dari orang yang membagikan brosur ini dia tengah merekrut 10 pelayan untuk dipekerjakan di rumah besar. Katanya sih gajinya lumayan."
Mendengar kabar baik itu, Arini segera menghabiskan es cendol dawetnya, lalu ia mengambil brosur itu dan segera membayar. Dirinya menuju alamat yang berada di dalam brosur.
Rumah yang sangat besar itu dijaga ketat oleh beberapa pengawal di depan.
"Pak apakah lowongan pekerjaan di sini masih ada?"
Wanita itu juga tak lupa menunjukkan brosur yang tadi dirinya dapatkan lalu memperlihatkan kepada beberapa pengawal.
"Baik, apakah Anda ingin mendaftar?"
Arini segera mengangguk, dirinya memang sekarang ini sangat membutuhkan pekerjaan tidak peduli pekerjaan apapun yang penting dirinya bisa memiliki penghasilan untuk menyambung hidup. Pengawal itu, lalu segera mengajaknya untuk masuk menemui nyonya besar rumah ini.
"Tunggu sebentar saya akan memanggilkan kepala pelayan, karena nyonya besar sedang tidak ada di rumah."
Wanita itu begitu sangat terpesona melihat isi di dalam rumah besar, bak di dalam negeri dongeng dirinya bisa melihat rumah sebagus dengan isinya barang-barang mewah. Bahkan lantai yang dirinya injak saja bisa dijadikan sebagai tempat bercermin karena tidak ada debu sedikit pun yang menempel.
"Apakah kamu yang akan mendaftar?" Wanita yang memiliki tugas sebagai kepala pelayan itu menetap Arini dari atas hingga bawah.
"Iya, benar," jawab Arini.
"Siapa namamu? Lalu berapa usiamu?"
"Arini Griselda, usiaku saat ini 21 tahun," ungkap Arini.
"Masih terlalu muda ternyata. Pelayan dapur dan pelayan bersih-bersih sudah penuh hanya tinggal pelayan yang merawat tuan El saja yang belum terisi. Saya akan menelpon dulu nyonya besar dan menanyakan apakah akan merekrut Anda atau tidak."
Arini kembali mengangguk, dirinya hanya bisa berharap agar bisa bekerja di rumah besar ini untuk menyambung kelangsungan hidupnya.
"Nyonya, ada seorang wanita yang berusia 21 tahun ingin mendaftar menjadi pelayan di rumah ini. Hanya tinggal pelayan yang mengurus tuan El saja apakah—"
"Tidak apa, segera terima dia dan hari ini dirinya boleh mulai bekerja."
Sambungan telepon terputus, pelayan itu segera menyampaikan hal tersebut kepada Arini.
Wanita itu menjelaskan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh Arini.
"Tuan El setahun yang lalu mengalami kecelakaan. Dirinya sempat koma beberapa hari dan lelaki itu akhirnya lumpur serta tidak bisa berbicara. Maka tugasmu adalah seperti memandikannya menemaninya dan tidak boleh jauh dari dirinya sedetik pun.”
Arini paham, pekerjaannya kali ini sama seperti para pekerja yang menjadi TKW di luar negeri, yang mengurus seorang kakek-kakek jompo. Untuk saat ini dirinya tidak ada masalah, yang penting ia bisa mendapatkan pekerjaan dahulu urusan betah atau tidaknya ia bisa memikirkan nanti.
"Ayo sekarang kita ke kamar tuan.” Mereka berdua melangkah melewati tangga sembari sang pelayan juga menjelaskan tentang aturan yang ada di rumah ini. "Rumah ini beranggotakan 5 orang, yaitu orang tua, istri, serta adik dari tuan El. Namun, orang tua dari tuan l lebih sering berpergian ke luar kota jadi yang lebih sering berada di rumah adalah istri dan adik dari tuan." Pelayan itu kemudian berhenti tepat di hadapan sebuah pintu kamar yang masih tertutup. "Tugasmu adalah merawat dan menjaga tuan El 24 jam. Maka kamar untukmu sudah disediakan."
Arini merasa bersyukur karena dengan begitu dirinya akan mengurangi pengeluaran bulanan untuk membayar uang kontrakan dan sudah pasti juga jika bekerja di rumah maka biaya makan dan lainnya pun akan ditanggung.
Pelayan itu segera membuka pintu kamar, di sana seorang lelaki tengah terbaring dan memejamkan mata.
Keduanya melangkah mendekati ranjang dari tuannya itu. Arini menatap ke arah orang yang tengah berbaring itu, dengan kepala yang diperban oleh kasa putih. Keningnya berkerut saat ia mencium aroma yang familiar.
Mendengar obrolan kedua wanita itu membuat pria yang ada di atas ranjang itu membuka mata. Lelaki itu sangat terkejut melihat Arini yang berada di dalam kamarnya. Namun, wanita yang dilihatnya justru tetap merasa biasa. Sepertinya wanita itu tidak mengenali dirinya.
"Kamu tunggu sebentar di sini, aku akan mengambilkan pakaian pelayan untukmu." Kepala pelayan itu segera keluar.
Arini segera mengangguk, dirinya begitu kasihan melihat tuan yang akan dirinya rawat, ternyata masih muda ia kira lelaki itu sudah tua. Ia terus memperhatikan ke arah calon majikannya.
"Heh!"
"Eh, kok bisa ngomong?" Arini begitu terkejut saat mendengar suara yang sudah tidak asing lagi untuk dirinya. Ia juga sangat terkejut karena tadi kepala pelayan mengatakan jika tuan El tidak bisa berbicara. “Bukannya—"
Pria itu segera bangkit, lelaki itu segera membungkam mulut Arini, takut jika wanita itu akan bertindak bodoh.
"Jangan pernah membocorkan perihal kita, paham?"
Detik selanjutnya, Arini membulatkan bola matanya saat mengetahui sosok pria yang akan diurusnya merupakan suaminya sendiri!
"Aku heranbisa-bisanya dirimu tidak mengenali suami sendiri?"Elsyam melepaskanbungkaman tangannya di mulut Arini usai yakin wanita itu tidak akan berteriak."Ya itu memang kelemahanku. Aku tidak bisa menghafal seseorang dariwajahnya, aku hanya bisa hafal dari suaranya."Entahlah sudah dari dulu dirinya memang seperti itu, sangat sulitmenghafal orang baru hanya dari wajahnya walaupun keduanya berpapasan di jalan.Ia juga bisa dengan mudah lupa nama seseorang yang tidak penting untuknya."Aku benar-benar sial. Pertama, aku menikahi wanita yang memilikihati iblis, lalu menikahi wanita kedua yang benar-benar bodoh sampai-sampaitidak bisa mengenali wajah suaminya sendiri!" Baru saja hari ini hendak mendebat, tetapi langkah kaki kepala pelayansudah mulai mendekat. Elsyam kembali lagi ke tempat tidur dibantu dengan Ariniyang membenarkan selimut lelaki itu."Ini pakaianmu dan kamarmu sedang disiapkan. Mulai sekarang kamusudah bisa menjaga tuan El di sini." Setelah menyerahkan paka
“E-El??” Haruni baru saja pulang dari liburan berdua bersama dengan Hendri. Wanita itu dengan tenang bepergian karena berpikir sudah ada pelayan baru yang merawat Elsyam. Namun, kepulangannya hari ini disambut hal yang tak pernah ia sangka-sangka. Wanita itu sangat terkejut saat membuka pintu kamar karena ia melihat Elsyam tengah berdiri menatap ke arah jendela. “Kejutan, Haruni.” Elsyam memang sengaja telah menunggunya dan ingin membuat wanita itu terkejut. Wajah Haruni berubah menjadi pucat, seperti dirinya baru saja melihat hantu. Ia tidak menyangka jika suaminya bisa kembali pulih seperti sedia kala, padahal hari Sabtu kemarin lelaki itu masih terbaring di ranjang. “Ba-bagaimana mungkin?” "Kenapa kau nampak tidak senang melihatku sudah sembuh Haruni?" Elsyam melangkahkan kaki, mengekati Haruni yang terpaku. Aura Elsyam begitu menyeramkan, seolah siap membunuh. Haruni mundur, saat lelaki itu semakin mendekat. Namun, Elsyam segera menarik lengannya dan menyeret wanita itu menu
"Jangan pernah kau menyombongkan kekuasaanmu saat ini El. Ingat, kau hanyalah pewaris bukan perintis tak sepantasnya kau sombong seperti itu." Elsyam tersenyum mendengar Hendri akhirnya buka suara. Ia melangkah mendekati adiknya tersebut dengan tangan terulur meminta semua hal yang disebutkannya tadi. "ATM, kunci mobil serta semua fasilitas yang selama ini kamu nikmati juga." Dirinya tersenyum puas setelah melihat wajah enggan dari Hendri saat menyerahkan apa yang sebelumnya telah mereka nikmati. Baginya ini hanyalah sebuah awal. "Istrimu saja bisa aku miliki apalagi perihal kekuasaanmu, El," ujar Hendri penuh penekanan. Dirinya bertekad untuk terus mengalahkan Elsyam dalam keadaan apa pun juga. Elsyam hanya menatap dingin ke arah adiknya itu. Selama satu tahun ini dirinya berusaha untuk mengontrol emosi, jadi dirinya tidak akan mudah terpancing emosi oleh celotehan Hendri. Ia tersenyum, lalu mengarahkan jari ke pintu. "Pintu keluar berada di sana, silahkan keluar sebelum aku pa
"Iya." Arini mengangguk, melihat amarah dari Elsyam yang meluap-luap tadi, dirinya juga tidak ingin mencari masalah baru. Wanita itu sebisa mungkin menunjukkan raut wajah yang sangat ramah. Jika lelaki tersebut sudah memperkenalkan dirinya kepada seluruh anggota rumah, maka Arini juga harus mengikuti sandiwara yang tengah dibuat oleh Elsyam. Tuan Hadi pun mengangguk, ia tidak banyak bicara. Setelah menghabiskan sepotong roti dan juga telur goreng, lelaki itu segera pamit. Usia yang semakin tua membuat dirinya tidak mampu bekerja berat seperti dahulu dan dirinya harus banyak istirahat. "Papa, mau istirahat sekalian membujuk ibumu untuk sarapan." Lelaki itu mengangguk pada sang ayah, kemudian menatap ke arah Arini yang masih memperhatikan menu makanan di meja. Kini, di hadapannya, wanita itu tengah menatap ke arah nasi goreng seafood dengan pandangan berbinar. Satu centong nasi goreng seafood pun berpindah sudah ke atas piringnya. Seolah belum cukup, Arini kembali mengambil udang g
"Emang ada camilan apa," jawab Arini. Sebagai nyonya besar yang baru di rumah ini dirinya ingin mencoba segala sesuatu yang ada di sini. Sewa apakah rumah suaminya ini sampai-sampai pelayan menanyakan hal apa yang dirinya inginkan."Nyonya Arini memang mau dibuatkan apa? Di rumah ini ada koki yang bisa membuat apa saja," ungkap Nency. Wanita itu menjelaskan dengan ramah.Berada di rumah ini dirinya seperti berada di dalam kantong Doraemon yang memiliki apapun yang dibutuhkan tanpa harus repot-repot ke luar biaya dan juga jauh-jauh pergi. Dulu impiannya hanya satu dirinya hanya menginginkan untuk memiliki kantong Doraemon agar bisa memenuhi semua keinginannya, sekarang dirinya merasakan hal tersebut."Mau salad buah, tapi banyakin keju, mayonaisenya sedikit saja. Buahnya apa saja boleh aku suka semua buah," papar Arini."Baik, Nyonya." Nency segera memerintahkan pelayan dapur untuk menyiapkan permintaan Arini. Wanita itu asyik menonton Drakor, di atas ranj
"Jika aku memang mengawasimu kenapa?" tanya Elsyam. Walaupun dirinya terkejut karena Arini mengetahui apabila ia selalu mengawasi gerak-gerik dari wanita itu. "Kamu merasa keberatan?"Arini merengut, ia kesal ternyata menjadi seorang nyonya besar itu tidak menyenangkan. Kini dirinya merasa tidak memiliki privasi selain diawasi para pelayan dirinya juga diawasi oleh Elsyam. Namun, apalah dayanya kini tak bisa berbuat apa-apa.Melihat Arini terdiam, membuat Elsyam sangat puas. "Itu rumahku, jadi aku bebas melakukan apa pun. Termasuk mengawasimu di kamar." Dirinya berkata dengan penuh kemenangan."Iya-iya, itu rumah Tuan. Bebas mau ngapain aja. Aku 'kan cuma numpang aja," tutur Arini. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelan olehnya, rumah itu milik Elsyam, dirinya juga baru diakui sebagai seorang istri pagi tadi.Arini mengangkat tangannya lagi, ia kembali memesan semangkuk bakso lagi. "Semangkuk lagi bakso saja tidak pakai mie."Elsyam,
Elsyam lalu turun, diikuti oleh Arini dari kursi sebelahnya. Lelaki itu mengambil sebuah kain, ember dan alat pancing lalu melangkah ke tempat biasanya."Mau mancing?" tanya Arini. Dari perlengkapan yang dibawa oleh suaminya itu satu kegiatan yang berkaitan adalah mancing ikan."Iyalah 'kan yang aku bawa pancing. Jika aku membawa wanita sexy berarti mau clubbing," jawab Elsyam dirinya heran masih saja ada orang yang bertanya berbasa-basi seperti itu sudah jelas-jelas jika membawa alat-alat tersebut pasti akan mancing, tetapi masih saja dipertanyakan. "Dasar wanita aneh." Lelaki itu berkata dengan pelan, tetapi dirinya langsung tersadar jika wanita yang disebut aneh tersebut kini telah menjadi istrinya."Ih, enggak jelas," ujar Arini. Apa salahnya jika dirinya bertanya ia juga hanya ingin memastikan saja.Lelaki itu segera menggelar kain panjang tersebut. Ini dirinya bisa menikmati mancing tanpa harus takut ada orang yang mengetahui. Elsyam langsung mengis
Elsyam kembali lagi mendapatkan ikan, ia semakin bersemangat memancing terkadang diselingi dengan dirinya yang bersenandung. "Streak!" Dirinya sangat bahagia saat umpannya ada yang menarik dan dapat tanda jika ikan sudah terjebak dengan kailnya.Di danau yang sunyi ini, dirinya hanya bisa melamun sembari menunggu kailnya ditarik oleh ikan mengingat masa-masa dulu yang menurutnya ia sangat bodoh saat itu. Sejak dulu dirinya tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan ia selalu dituntut untuk belajar dan belajar setelah dewasa pun dirinya dituntut untuk bekerja dan bekerja. Sebelum menikah dengan Haruni, wanita itu sangat baik dan perhatian, tetapi setelah mereka menikah sifat asli wanita itu terlihat. Wanita yang dirinya menikahi sama seperti ibunya yang selalu gila harta setiap hari yang dipikirkan hanyalah belanja barang branded ke salon dan jalan-jalan."Sekarang, aku akan membalas semua rasa sakit hati yang kudapatkan. Serta takkan kubiarkan mereka yang sudah menggore
"Selamat, ya," ujar Arini. Wanita itu merentangkan tangan kepada sang kakak dan juga Santira.Abraham benar-benar merasa heran dengan reaksi yang diberikan oleh adiknya itu. Walaupun demikian, dirinya tetap saja membalas ucapan selamat dari adiknya tersebut.Arini juga langsung saja memberikan pelukan kepada Santira.Bu Widuri yang sejak tadi terheran-heran dengan kehadiran wanita yang dahulu hampir saja bertunangan dengan anaknya itupun, tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya sebenarnya ada apa semua ini.Abraham langsung saja menjelaskan semuanya, perihal peristiwa dahulu tentang penculikan Elsyam dan tentang penangkapan Yordan yang semua itu dibantu oleh Santira. Dirinya memang ingin membersihkan cap buruk tentang calon istrinya itu di mata orang-orang. Mereka hanya mampu melihat Santira yang dulu saja, padahal Santira yang sekarang sudah sangat jauh berbeda."Mungkin semua orang memiliki masa lalu buruk, tetapi semua orang juga bisa berubah. Kita hanya manusia biasa, bukan Tuhan y
Arini yang baru saja meninggalkan kursi, ia langsung berpapasan dengan kakaknya Abraham yang tengah menggendong sang putri."Kenapa maksain harus menggendong, sedangkan tangan Kakak saja masih sakit seperti ini." Arini langsung saja merebut Elea dari gendongan kakaknya, ia takut jika sakit di tangan kakaknya semakin parah dan juga dirinya takut juga sang anak terjatuh.Abraham, hanya menyengir saja walaupun tangannya memang masih sakit. Namun, dirinya sudah sangat merindukan sang keponakan. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan rasa rindunya maka dirinya tadi langsung saja menggendong Elea walaupun tangannya memang masih sangat sakit. "Aku hanya merindukannya, aku ya jamin dia tidak akan jatuh kok Arini."Elsyam dan juga Ridho, tiba-tiba muncul dari belakang. Mereka berdua tengah asyik mengobrol satu sama lain. Keduanya juga langsung berhenti tepat di sisi Arini dan juga Abraham."Ada apa Sayang, kenapa marah-marah seperti itu?" tanya Elsyam.Arini langsung saja menatap ke ara
Elea, gadis berpipi gembil itu tampil dengan cukup menawan. Balutan gaun putih, lalu rambut yang diikat dua benar-benar membuatnya nampak begitu seperti boneka hidup. Orang-orang yang melihat putri dari Arini itu pun mereka terlihat sangat gemas. Apalagi Elea anak itu selalu tersenyum ramah kepada siapapun orang yang menyapanya."Anaknya Pak Elsyam benar-benar sangat cantik."Arini dan juga suaminya memang tengah menghadiri sebuah acara besar tahunan. Di mana, di sana banyak sekali rekan-rekan bisnis dari Elsyam. "Sini biar aku yang gendong." Elsyam merentangkan tangannya, ia langsung saja mengambil putrinya ke dalam gendongan. Tak mungkin dirinya melepaskan Elea, di tengah-tengah keramaian seperti ini.Elea memang sering diajak untuk menghadiri acara-acara penting perusahaan dari ayahnya. Karena si kembar sudah sering menolak, mereka memiliki kegiatan lain dan lebih senang bersama dengan kakek neneknya karena selalu mau menuruti keinginan mereka berdua. Sedangkan, Elea lebih memilih
"Bagaimana keadaannya?"Arini bertanya kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan kakaknya itu. Tadi memang suaminya ditelepon oleh pihak rumah sakit jika Abraham mengalami sebuah insiden kecelakaan. Mereka berdua langsung saja menuju ke rumah sakit, karena memang hanya mereka berdualah pihak keluarga dari Abraham.Dokter mencoba menenangkan Arini yang terlihat begitu panik, memang saat suaminya menjelaskan jika pihak rumah sakit menelpon dirinya karena Abraham kecelakaan. Wanita itu langsung saja menjadi begitu sangat khawatir kepada kakaknya tersebut."Pasien sudah boleh dijenguk, mungkin untuk beberapa hari ini dia hanya perlu waktu untuk istirahat saja."Arini menggangguk begitu juga dengan Elsyam mereka langsung saja memilih untuk masuk ke ruangan di mana Abraham dirawat.Wajah panik dari Arini berubah seketika menjadi masam lagi, saat melihat seorang wanita yang tengah berdiri di samping kakaknya itu.Abraham pun langsung saja menoleh ia melihat Arini dan juga suam
Setelah Arini berhasil menidurkan sang putri, yang memilih untuk bermain dengan ponselnya. Di seberang dirinya ada Elsyam yang tengah berkutat dengan laptopnya.Lelaki itu memang sudah paham bagaimana cara menangani amarah sang istri, ia memilih untuk diam karena jika dirinya terus berkata pasti hari ini akan semakin marah dan kesal saja. Dirinya yakin jika esok pagi pasti amarah dari istrinya sudah reda maka dari itu ia memilih untuk diam.Arini pun memilih untuk melihat-lihat aplikasi orange tempat di mana dirinya berbelanja bahkan 1 bulan ia bisa menghabiskan puluhan juta karena menurutnya. Lebih baik berbelanja online karena ia tidak perlu harus repot-repot datang ke toko dan memilih, mungkin bedanya jika berbelanja online kita harus sabar menunggu.Ia tidak mempedulikan tentang pesan-pesan yang dikirimkan oleh kakaknya itu. Dirinya masih sangat marah dan ia juga tidak bisa berpikir dengan jernih untuk saat ini. Maka dari itu hal ini memilih untuk diam daripada ia berkata dan just
Elsyam memegangi Arini, ia takut jika sampai istrinya itu justru berbuat yang tidak-tidak kepada kakaknya. Tatapan dari Arini benar-benar terlihat begitu murka kepada kakaknya itu, sejak tadi Ia terus saja menuntut sang kakak untuk menceritakan semuanya."Aku tidak menyangka jika selama ini Kakak bisa membohongi adiknya sendiri sampai sebegitu lamanya," ungkap Arini.Abraham yang sejak tadi terus saja diberondong pertanyaan oleh Arini pun, ia benar-benar perangainya sebagai orang yang tegas langsung sirna seketika di hadapan Arini. Memang sejak dirinya mengetahui jika Arini adalah adiknya, ia benar-benar menganggap Arini seperti ibunya sendiri, apalagi saat adiknya marah wanita itu pasti akan sangat sulit untuk dibujuk.Lelaki itu sejak tadi berusaha memberikan isyarat kepada Elsyam, ia berharap jika adik iparnya itu dapat membantu.Arini masih menatap tajam ke arah mereka berdua. Ia tidak menyangka jika ternyata mereka bisa menyimpan rahasia yang begitu besar, pantas saja selama ini
Abraham benar-benar merasa begitu gelisah. Sudah satu minggu, Santira mengabaikannya bahkan wanita itu tidak mau berbicara dengannya dan di kantor pun saat berpapasan bahkan Santira langsung saja membuang wajah tidak mau menatap ke arahnya.Ketukan di pintu membuat lamunan dari Abraham pun buyar, ia langsung saja menatap di mana orang yang sedang dirinya nanti sudah berada di ambang pintu."Ada apa Pak Abraham memanggil saya?" Memang seperti biasa jika di kantor Santira akan bersikap formal dan mereka pun seolah-olah tidak saling mengenal satu sama lain. Semua itu karena mereka berdua menjunjung tinggi profesionalitas saat bekerja.Abraham benar-benar sangat merindukan wanita itu, bahkan Santira pun sudah tidak mau lagi mengangkat dan membalas chat serta panggilan telepon dari dirinya. Lelaki itu langsung saja melangkah menuju pintu dan langsung mengunci pintu dari dalam, ia tidak mau lagi jika sampai Santira melarikan diri karena menurutnya sangat sulit sekali untuk berbicara dengan
Elsyam benar-benar seperti tengah mendengarkan seorang ABG yang sedang bercerita mengenai kisah asmaranya. Lelaki itu terus saja menahan tawa, mendengar cerita Abraham yang dituntut meminta kepastian oleh Santira.Dirinya juga benar-benar merasa heran kepada kakak iparnya tersebut, bagaimana bisa ia menggantungkan perasaan seorang wanita hampir 2 tahun. Padahal selama ini mereka seperti layaknya sepasang kekasih yang tengah backstreet saja karena memang tidak ada orang yang mengetahuinya selain dirinya itu.Elsyam juga memang sering mengatakan kepada Abraham agar dia mau memberikan penjelasan dan juga kebenaran ini kepada istrinya Arini, dirinya takut jika sampai Arini tahu dari orang lain justru akan marah."Oh, jadi sekarang kalian berdua sudah resmi pacaran?"Abraham melirik ke arah Elsyam dengan tatapan yang begitu aneh. Mereka berdua memang berada di ruang kerja dari lelaki itu, untung saja tadi elea menangis jadi Arini tidak ikut nimbrung bersama dan memilih untuk kembali lagi k
Walaupun Abraham sudah mengatakan jika dirinya memang mencintai Santira dan juga ingin menikahinya, tetapi tetap saja wanita itu masih merajuk kepada Abraham atas apa yang selama ini dilakukan oleh dirinya. Mungkin rumus matematika memang sulit untuk dipahami, dihafal. Namun, memahami hati wanita jauhlah lebih sulit daripada itu.Abraham benar-benar merasa sangat pusing, karena sejak pulang dari restoran itu Santira tidak memberikan jawaban apapun dan wajahnya masih sangat masam.Dirinya sudah meminta maaf berulang kali kepada Santira, tetapi tetap saja wanita itu masih kesal dan juga marah. Dirinya juga sangat merasa bingung, sebenarnya apa yang diinginkan oleh seorang wanita. Tadi Santira meminta dirinya sebuah kepastian, lalu ia sudah memberikan kepastian. Lantas di saat ia sudah memberikan jawaban apa yang diinginkan oleh Santira mengapa wanita itu justru berbalik merajuk kepadanya."Santira, kamu tahu jika aku sangat tidak suka didiamkan kenapa kamu melakukan itu?" Dirinya bukan