“Papaku, apa mama yakin dia papaku.”Ucapan Sarah Bagai bom atom yang siap mengancurkan Adela, detik itu juga. Dia memindai sekeliling, jangan sampai suaminya mendengar apa yang dikatakan Sarah. Habis dia, jika Elvan tahu selama ini dia membohongi pria itu.Darimana Sarah mengetahui semuanya. Iya, Sarah bukan putri dari Elvan Daarwish. Dulu dia memadu kasih dengan Elvan, karena pria itu sudah memiliki istri, Adela juga menjalin hubungan dengan pria lain. Sialnya, dia malah hamil anak pria itu. Setelah diberitahu, bukannya dinikahi Adela malah ditinggalkan.Elvan yang bodoh tapi kaya, mampu dia bohongi. Semua kebohongan ini tertutup rapat, tidak ada yang tahu meski Sarah sendiri.“Kenapa mama diam?” tanya Sarah, Adela enggan membahasnya karena dirasa percuma. Dia juga tidak di mana keberadaan pria itu, ayah kandung Sarah. Apa masih hidup atau sudah mati.“Mama tidak mau membicarakan ini!” tegas Adela.Sarah mencibir, begitu dibuka rahasia besarnya sang mama sok acuh.“Aku juga tidak ma
Udara pagi yang dingin di halaman rumah sakit tidak mengurangi ketegangan yang dirasakan oleh Ivanka. Hari ini dia memang chek up kesehatan ditemani Suster Mirna dan salah satu pelayan.Dokter berdiri di samping ranjang rumah sakit, alisnya berkerut sambil memeriksa laporan terbaru tentang kondisi Ivanka. "Ivanka, kondisi kamu belum membaik. Dirawat yah,” kata Dokter Robbi dengan nada serius, dokter paruh baya yang memang menangani kesehatan Ivanka sejak awal.Ivanka, yang terbaring usai menjelani pemeriksaan, menghela napas berat. "Saya ingin pulang, Dok. Saya lebih baik di rumah," tolaknya dengan suara serak. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh kanker yang menggerogoti tubuhnya membuatnya lebih memilih kenyamanan rumahnya sendiri.Dokter Robbie memahami itu, seharusnya Ivanka lebih baik dirawat. Namun suaminya, Naka, memastikan jika di rumah mereka, Ivanka akan terjaga kesehatannya. Semakin hari tidak membaik, dan lebih baik memang menuruti semua kemauan pasien. Dia sendiri seolah tahu
Naka mengamuk mengetahui Ivanka diculik. Heran, siapa yang berani menculik. Apa rival bisnis atau siapa. Setahu Naka, Ivanka tidak punya musuh.Bara tahu bosnya pasti akan marah, makanya dia langsung memberitahu begitu ada informasi dari orang rumah. Sepertinya Lika menghubungi Naka tidak terangkat, padahal jika istri keduanya menghubungi akan segera diangkat Naka. Karena memang hari ini, mereka ada rapat yang sangat penting.“Berengsek, bagaimana bisa terjadi ini!” serunya.Dua bola mata itu memerah dengan rahang yang seketika mengeras. Satu tangan masih memegang ponsel dan sebelah laginya mengepal dengan kuat. Siapa yang berani mengusiknya, bahkan sampai mengganggu istrinya. Tanpa basa-basi Naka langsung melangkah, tak mempedulikan rapat yang sedang berlangsung di ruangan tersebut. Kepergian Naka menciptakan tanya di antara para karyawannya.Kendaraan mewahnya melaju di jalanan ibu kota, untungnya jalanan tidak begitu padat, membuat Naka bisa sampai di rumah lebih cepat.“Mas,” pang
Naka bersama Bara kemudian berniat pergi ke TKP penculikan. Belum sempat dia melajukan mobilnya lagi ponselnya berdering, Naka menghela napas sebelum menerima panggilan tersebut.Adela..Ada apa mama mertuanya menghubunginya.“Halo, ada apa?”“Halo menantuku..”“Hummm..”"Kamu sedang mencari Ivanka? Mama pikir tidak mungkin, kamu hanya peduli dengan istri barumu itu bukan? Ini hanya informasi saja kalau Ivanka ada di sini, dia aman di rumah keluarganya." Hanya kalimat itu yang diucapkan Adela yang kemudian panggilannya berakhir begitu saja.“Kita kerumah Daarwish, Bara!” titah Naka.Sungguh dia tidak mengerti, bagaimana bisa Adela membawa Ivanka dengan cara seperti penculikan begini. Apa maunya mama mertuanya itu, jika benar seperti apa yang diceritakan Suster Mirna, ini penculikan.Tanpa membuang waktu, Naka langsung ke rumah keluarga Darwish untuk membawa Ivanka kembali. Tapi dia juga terus berpikir, pasti ada sesuatu di balik ini semua. Perasaan Naka tidak tenang, beruntung Lika ti
Di ruangan yang suram, Ivanka terikat di kursi kayu tua. Tangisnya memecah keheningan yang mencekam. “Apa salahku, Mama? Tolong lepaskan aku,” ratap Ivanka dengan suara serak, menatap Adela yang berdiri dengan ekspresi dingin.Adela, dengan langkah yang terukur, mendekat ke arah Ivanka. “Kamu tahu, Ivanka, ini semua untuk kebaikan kita. Sarah butuh lebih banyak warisan dan karena kamu, semuanya hilang tidak bersisa!” seru Adela tanpa empati.Ivanka merasa dunianya runtuh, air mata mengalir deras membasahi pipinya. “Tapi, Mama, aku sakit. Aku butuh obatku. Aku tidak ingin mati,” desah Ivanka, suaranya semakin lemah.“Obat sialanmu tidak ada di sini. Kalau pun ada, apa kamu pikir aku akan memberikannya. Dasar anak bodoh, tidak berguna!” cacinya sudah sangat kesal.“Mama aku sakit.”Adela hanya menghela napas, matanya tak menunjukkan belas kasihan. “Itu bukan urusanku lagi, Ivanka. Sarah adalah prioritasku sekarang,” katanya sambil berbalik meninggalkan ruangan, meninggalkan Ivanka yang
Di sisi lain, pihak kepolisian sudah mendapatkan banyak rekaman cctv mengenai ke mana mobil penculik itu membawa Ivanka. Semua orang kini bergerak menuju rumah yang dicurigai tempat penculikan tersebut. Naka semakin terlihat khawatir, mengingat kondisi Ivanka yang mengidap kanker, menurutnya penculikan ini sudah sangat keterlaluan.“Bagaimana?” tanya Naka, dia baru tiba saat Bara, asistennya mengabarkan kelanjutan berita mengenai istrinya.“Sudah ada titiknya, Pak. Mari,” ucap Bara mengantar Naka menemui kepala kepolisian.Naka juga sempat bertanya apa anak buah merek siap, Bara menjawab jika anak buah sudah siap semua. Ini saatnya Naka membawa Ivanka kembali pulang. sumpah demi apapun, dia sangat khawatir sekali. Tapi dia juga punya Lika yang harus ia tenangkan. Baru Naka sadar, repot sekali punya istri dua begini.Papa Benedito dan Mama Nyra yang sudah mengetahui kabar ini, sudah dalam perjalanan ke Indonesia dari Belanda."Titiknya sudah tepat, mari tambah personil dan tutup semua
Adela dan Sarah merasa sudah berlari sejauh mungkin, dengan mengendarai mobil. Keduanya bersembunyi di sebuah motel murah, terpaksa. Karena selain untuk mengelabui Naka dan polisi, uang mereka sudah mau habis. Tadinya mau meminta uang pada Naka, padahal pria itu sudah menyetujui penawaran mereka.Siapa sangka, jika menantunya itu malah mengundang polisi. Sehingga Adela dan anak buahnya harus berpencar.“Ma, gimana?” tanya Sarah dengan mimik wajah ketakutannya.Adela memandang ke jendela, dengan mengintip di balik gorden butut itu. “Entahla, tapi mama rasa kita aman.” Adela berusaha meyakini dirinya sendiri.Sengaja tidak bersembunyi jauh, karena dalam pemikirannya jika jauh juga akan lama diperjalanan. Kalau dekat, untuk mengecoh Naka dan kepolisian.“Sial, kenapa kita jadi begini, Mama?” pekik Sarah.Adela memandang ke arah anaknya dengan geram. “Ini idemu, Sarah!” seru Adela.Sarah tidak mau disalahkan juga, “Tapi mama yang setuju. Ivanka sialan,” ujarnya menggeram, malah meyalahkan
Tak berselang lama, Naka datang ke kantor polisi. Elvan melihat kedatangan Naka yang membuatnya langsung menghampiri menantunya itu dan meraih kerah kemeja Naka. Elvan membulatkan matanya, dia marah besar, seolah akan melahap Naka saat itu juga. "Dasar menantu kurang ajar, atas dasar apa kamu memenjarakan anak dan istri saya, hah?!" sarkas Elvan.Seketika polisi yang berjaga langsung menahan Elvan, mencoba mereda keadaan di sana. Sayangnya Elvan malah semakin menjadi-jadi, dia mengumpat dan terus mengutuk menantunya itu."Keluarkan mereka atau—""Atau apa? Saya tidak akan mengeluarkan mereka berdua, mereka nyaris membunuh Ivanka. Dia hanya mama tiri, kau tahu betapa jahatnya dia pada anakmu sendiri, tapi kau hanya bisa diam saja! Ivanka itu istri saya, dia juga anak kandung Anda. Kenapa Anda malah membela kejahatan!" tegas Naka yang membuat Papa Elvan diam.Naka menggerakkan matanya, membuat beberapa orang datang dan menunjukkan bukti kalau Sarah dan Adela memang bersalah atas kasus i
“Jangan sayang, ini bahaya.”Lika mengambil vas bunga yang dipegang salah satu anak kembarnya, ya ampun nakal sekali ah bukan, sedang aktif-aktifnya.Babysitter datang untuk menggendong mereka, namun si kembar tidak mau malah menangis histeris.“Iya sama mami deh, sini. Nggak apa Sus, sama saya saja.” Si kembar sedang manja sama maminya. Maunya sama Mami Lika terus.“Maaaa..” panggil Gala lucu sekali memberikan botol susunya pada Lika.Lika mengambil dan menepuk dahi sendiri, “Ampun ini anak-anak mami. Susu udah habis kok enggak ada yang tidur sih,” pekiknya, namun malah tertawa sendiri.“Masih mau main, Nya.” salah satu babysitter mengatakan pada Lika.“Iya, Sus. Kuat banget, nggak ada ngantuknya.” Lika mendesah, dia juga sudah ngantuk terbiasa tidur siang. Tapi si kembar malah masih anteng bermain.Sudah dibuatkan susu, pintar sekali dihabiskan. Tapi tidak mengantuk, mereka kembali bermain. Masalahnya, mereka tidak mau main mainan mereka. Tapi melempar segala sesuatu yang ada di rua
Usia baby Galen dan Gala genap berusia dua tahun hari ini. Anulika merayakan dengan pesta kecil-kecilan di rumah mereka. tadinya Naka mau di hotel berbintang saja, atau di tempat lain agar istrinya tidak repot. Tapi Lika bersikeras mengadakan di rumah saja, lebih hemat alasannya.Suka lupa Lika tuh, kalau suaminya konglomerat. Jadi biasa berhemat, Naka bisa apa selain mengabulkan keinginan sang istri.Pestanya akan berlangsung semarak, karena istrinya menyewa EO professional. Tadi dia sempat melihat si kembar, gagah sekali pakai kostum pemburu. Kemeja dan celana pendek warna cokelat lengkap dengan topinya. Mereka akan senada dengan kedua orangtuanya, Naka sudah merasa keren dengan kostum yang sama. Hingga dia melihat istrinya dan langsung melotot tajam.“Sayang!” pekiknya melihat sang istri mengenakan kostum yang sama dengannya, tapi celananya ampun pendek sekali. Belum lagi kemeja lengan pendek itu, kenapa jadi ketat sekali.Lika hanya mendongak, menunggu suara suaminya lagi. “Kamu n
Elvan Daarwish memandang mantan menantunya dengan tatapan tidak terbaca.sebuah kunci rumah dalam genggamannya, ya, Naka memenuhi janji terakhirnya pada Ivanka.“Itu janjiku pada Ivanka,” kata Naka tegas.Elvan mendesah, “Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini.”“Aku adalah pria yang menepati janji,” cetusnya cepat.“Terima kasih, Naka.” Elvan hanya bisa mengucapkan terima kasih, tidak menyangka Naka akan memenuhi keinginan terakhir putrinya itu.“Tiap bulan aku akan mengirimu uang bulanan. Akan ada toko, dan kau bisa mengurusnya.” Naka memang memberikan usaha, tidak besar. Hanya mini market saja, untuk kesibukan Elvan yang sudah tua itu.“Aku senang bisa bekerja kembali,” ungkap Elvan, daripada dia diam saja di rumah.“Adela dan Sarah, urusanku. Jangan ikut campur, mereka hanya akan menyusahkanmu. Lagipula Sarah juga bukan putrimu, tidak ada kewajibanmu untuk memberikannya nafkah,” kata Naka dengan kejamnya.Elvan menghela napasnya panjang, Naka sudah menceritakan semua keburukan ke
Dua pekan sudah usai kepergian Ivanka, semua berusaha untuk berjalan seperti semula. Anulika dan Naka yang disibukkan dengan dua bayi kembar mereka, beruntung bantuan datang. Mama Elise yang masih di sana membantu Lika, Mama Nyra yang sudah berhubungan baik dengan menantunya, juga Papa Ben yang siap membantu.Huaaaa.. Hoek hoek hoek..Suara tangis si kembar memecah keheningan siang, Lika yang baru memejamkan mata sepuluh menit saja, langsung ditarik kesadarannya untuk bangun.Dengan cepat dia beranjak ke boks bayi di kamar si kembar, “Sayang mami kenapa?” tanya Lika dengan penuh kasih.Seketika kepalanya terasa pusing, efek kurang tidur dan dibangunkan dengan paksa.“Aduh kepala mami pusing, sayang.” Lika memegang kepalanya yang terasa sangat berat.Ceklek..Pintu dibuka, Mama Nyra yang sedang berkunjung masuk begitu mendengar suara tangis cucunya. Tadinya hanya satu yang menangis, kini menjadi dua bagi sekaligus yang menangis.“Bangun yah,” kata Mama Nyra dengan ramah.Lika menoleh,
Pemakaman Ivanka disiapkan dengan penuh penghormatan. Naka memastikan segala sesuatunya sempurna, dari bunga-bunga yang Ivanka sukai hingga foto-foto Ivanka yang menghiasi sisi-sisi peti mati. Saat prosesi pemakaman, Naka berdiri dengan kepala tertunduk, merenungi semua kenangan yang pernah mereka bagi, berharap dia bisa memberikan lebih banyak lagi untuk Ivanka, berharap ada lebih banyak waktu. Namun, semua hanya tinggal kenangan yang terpahat dalam hatinya, sebuah luka yang akan selalu dia bawa.“Kuatlah son, papa yakin Ivanka sudah tenang di sana,” kata Papa Ben menenangkan dan menguatkan putranya.Pemakaman itu terletak di sebuah bukit yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan yang tinggi dan rindang. Udara dingin berhembus perlahan, membawa aroma tanah yang baru digali dan bunga-bunga segar yang diletakkan di atas kuburan. Bebatuan nisan berdiri tegak, seolah-olah menjadi penjaga bagi mereka yang telah pergi.Sejumlah besar orang berkumpul, wajah-wajah mereka penuh dengan kesedihan
Kamar rumah sakit yang sunyi itu hanya terdengar desah napas yang berat dari Ivanka, istri pertama Naka yang sudah lama berjuang melawan kanker. Lika, istri kedua Naka, yang baru saja melahirkan anak kembar, terpaku di depan pintu, menatap lemahnya sosok wanita yang telah banyak berbagi cerita dengannya selama penyakit itu menggerogoti tubuhnya.Dengan langkah gontai, Lika mendekati tempat tidur Ivanka. "Kak Iva," suaranya serak, penuh emosi. Ivanka, mendengar suara Lika, perlahan membuka mata yang sudah sangat sayu, dan dengan sisa kekuatan yang ada, dia mencoba mengedipkan mata sebagai isyarat bahwa dia mendengar.“Kak Iva.. Ini Lika,” lirihnya. Ivanka bahkan menganggap Lika sebagai adiknya, karena memang Lika masih sangat muda.Dalam detik-detik terakhir, keinginan terbesar Ivanka adalah bertemu dengan Lika sekali lagi. Dia ingin memeluk Lika, memberikan seluruh cinta dan restunya, sebuah pelukan terakhir yang penuh dengan harapan dan doa untuk kebahagiaan keluarga yang akan diting
Benedito dan Nyra segera ke ruang rawat Ivanka, mereka menjenguk menantu pertama mereka itu.“Ivanka,” panggil Papa Ben dengan lembut.Ivanka hanya memberi tatapan sayunya, papa Ben memegang tangan menantunya dengan lembut, memberi usapan tanda penyemangat darinya.“Sembuh sayang, sehat..”“Papa..” lirih Ivanka mengedipkan matanya pelan.Nyra menatap menantunya, demi apapun sejak dulu dia tidak pernah menyukai Ivanka. Karena putri dari Adela, dia terpaksa menikahkannya dengan Naka, agar tidak lagi diancam Adela perihal jati diri Naka. Namun kini semua sudah terungkap, dan lagi Ivanka sedang terbaring lemah karena penyakitnya.“Ma,” panggil Papa Ben, meminta istrinya mendekat.Dengan mata berkaca-kaca, Nyra mendekat ke arah ranjang.“Mama,” lirih Ivanka, tangannya bergerak dan reflek Nyra mengenggamnya.“Ma..” Ivanka memanggil lagi.Nyra mengangguk pelan, “Maafkan mama ya,” gumam Nyra pelan sekali. Ivanka membalas dengan senyuman tipisnya.Dia sudah sangat siap untuk pergi, dulu dia pe
“Suara bayi!” pekik Benedito, menunggu di luar ruang bersalin Lika bersama Nyra dan Elise.“Iya, sudah lahir,” ujar Mama Elise, mengucap syukurnya.“Tinggal satu lagi,” kata Papa Ben dengan cepat. Dia dihubungi Bara, asisten anaknya. Mengatakan jika menantunya telah ada di rumah sakit untuk melahirkan tentu saja, Ben tidak mau ketinggalan momen berharga ini.Semua bersorak, menyambut kelahiran cucu mereka. Nyra menundukkan pandangannya, matanya panas sekali. Cucunya sudah lahir, tapi apa ini bisa disebut sebagai cucunya, jika Naka saja bukan anak kandungnya.Melihat keterdiaman Nyra Gasendra, Mama Elise menarik tangannya lembut. “Selamat Bu Nyra, cucunya sudah lahir.” Elise mengucapkan dengan senyum tulus, membuat Nyra salah tingkah karena sikapnya yang memang tidak baik pada Elise, namun dibalas dengan kelembutan.Nyra yakin Elise mengetahui semua cerita tentang dirinya dan Naka, diberitahu Lika. Tapi bukannya membalas perbuatannya dengan ejekan, tapi Elise malah menyambutnya dengan
Naka merasa jantungnya terkoyak dua. Di satu sisi, Lika, istri keduanya, sekarang sedang berjuang melahirkan putra mereka di rumah sakit. Sementara di sisi lain, Ivanka, istri pertamanya, terbaring lemah di rumah, menghadapi tahap akhir kanker yang mematikan. Suasana kamar yang suram hanya diterangi oleh cahaya lampu remang-remang, menambah berat suasana hati Naka.“Ivanka.. Lika akan melahirkan,” kata Naka dengan nada paniknya. Ivanka tersenyum, lalu mengangguk. “Temani dia.. Tolong jaga Lika dan anak kita," bisik Ivanka dengan suara yang nyaris tak terdengar, matanya yang sembab memandang Naka dengan penuh kasih.Naka merasa seakan-akan sebuah pisau mengaduk perutnya, rasa bersalah dan kepedihan bercampur menjadi satu. Tangannya gemetar saat dia menggenggam tangan Ivanka yang sudah sangat kurus."Aku akan kembali, dengan si kembar. Tunggu aku, ya? Tolong tunggu kami," Naka mencoba menguatkan suaranya, meski hatinya remuk. Dia mencium kening Ivanka, mencoba menahan air mata yang ingi