Sebelumnya, di dalam kamar yang mewah, dindingnya dilapisi wallpaper berpola elegan dan perabotan kayu mahoni yang mengilap, suasana yang semestinya hangat dan menyenangkan itu kini terselip ironi. Ivanka berbaring di ranjang besar yang dipenuhi bantal-bantal empuk berbalut kain satin, matanya menatap lemah ke arah pintu yang terbuka.Suaranya yang membisu, hanya tersisa senyum tipis yang muncul di bibirnya saat suaminya, dengan langkah mantap, memasuki ruangan bersama Lika. Lika, gadis muda berparas polos yang tengah mengandung anak suaminya, tampak kikuk dan gugup berdiri di ambang pintu, tangan gemetar sedikit memainkan ujung gaunnya.Lantai parket mengilap memantulkan cahaya lampu kristal yang tergantung di atas, menambah kemilau pada suasana yang sejatinya pahit. Di sudut kamar, sebuah kursi empuk tampak kesepian, menjadi saksi bisu atas segala pergolakan yang terjadi di ruangan tersebut. Di atas meja rias, bingkai foto pernikahan Ivanka dan suaminya masih berdiri kokoh, seolah m
Karena hari sudah larut, Lika mau pulang. namun Ivanka menahannya, untuk bermalam dirumahnya. Tentu saja Lika menolaknya. “Kenapa, ini akan jadi rumahmu juga.” Kata Ivanka.“Tolong jangan bicara begitu, sungguh aku jadi tidak nyaman.” Ucap Lika mendesah.“Maaf,” cicit Ivanka. “Tidak apa.. Aku pulang, nanti aku main lagi.”“Kapan?” desak Ivanka, dia seperti menyukai Lika. Ivanka dulu menyayangi Sarah, adiknya. Tapi ketika besar malah Sarah terlihat membencinya. Ivanka butuh teman mengobrol, hal yang tidak dia dapat dari teman dan keluarganya.Lika seperti sedang berpikir. “Humm.. Nanti kalau aku libur bekerja.”“Kamu masih kerja. Resign Lika, kasihan kandunganmu.” Ivanka tulus mengatakannya.“Iya, Mas Naka juga bilang begitu. Tapi aku.. Humm, masih mau kerja hihihi,” kikiknya, Lika memang masih muda. Dia gadis yang ceria dan pemberani, sejak sama Naka saja dia berubah jadi pendiam, seolah menyimpan banyak masalah.Teringat dulu dia mengejar Naka untuk dimintai tanggung jawab, tadi Iva
Anulika menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri di tengah gosip yang berkembang di kantor. Mulai gencar Lika yang sedang isi, mengingat gadis itu belum pernah menikah. Mencoba abai, tapi tetap saja kabar miring itu sampai ke telinganya.Hari itu, ia memakai blus longgar berwarna pastel dan rok hitam yang sedikit longgar, sengaja dipilih untuk menyembunyikan perubahan tubuhnya yang masih belum terlalu terlihat. Sebenarnya dia enggan menyembunyikan kabar itu, namun apa daya tidak mungkin dia mengatakan hamil anak bosnya, bisa heboh satu kampung ini.“Kayanya sih iya yah..” ujar salah seorang karyawan disana. padahal Ceceu Kim sudah tidak ada, tapi ternyata masih banyak yang julid juga.Seorang karyawan bagian keuangan memindai tubuh Lika, dari atas sampai bawah. “Hamil neng,” candanya, tapi lebih tepatnya menyindir Lika. "Benar aku curiga kamu hamil, Lika," ucap salah seorang rekan kerjanya dengan nada ingin tahu. Lika memandangnya tajam, namun tentu saja Lika tidak akan diam s
“Ada apa?” tanya Naka dengan tegas, begitu melihat Ivanka yang menangis dikamarnya. Wanita itu menggeleng, menghapus air matanya dengan tissue.Tadi suster yang merawatnya mengabarkan, Ivanka menangis usai dijenguk mama Adela, mama tiri Ivanka. Hal itu tentu membuat Naka berang, pasalnya Adela adalah mama Ivanka, terlepas mama tiri atau kandung tapi mengapa selalu menyiksa Ivanka.“Babe..” lirih Ivanka.“Katakan padaku, Ivanka. Jangan membuatku marah,” teriak Naka, sudah dalam puncak emosinya.Anulika yang berada diluar terkejut mendengar suara teriakan Naka, dia dibawa Naka karena pria itu tidak mau membiarkan Lika sendirian di apartemennya.“Jawab!” teriakan Naka menguar hingga keluar.Lika tanpa sadar menegurnya, “Mas,” tegurnya, tanpa mau ikut campur.Namun melihat Ivanka yang menangis sesenggukan, Lika tidak tega dan memeluknya. “Tenang kak,” ucapnya, kini memanggil Ivanka dengan sebutan ‘kak’.Naka tahu apa yang dikatakan Adela, karena suster menceritakan. Namun dia ingin menden
Nyra menatap Naka dengan tatapan menyala, perasaan kecewa dan marah bercampur menjadi satu. "Siapa perempuan itu?" suaranya meninggi, seolah mencoba menembus dinding hati Naka yang terlihat tenang.Bagaimana Nyra tidak marah, datang-datang sang putra mengatakan jika dia menghamili seorang gadis. Dan saat ini gadis itu tengah mengandung anak pertamanya, dan bahkan Naka sudah menikahinya.Naka hanya mengangkat bahu, seakan tidak terganggu oleh amarah ibunya. Dengan percaya dirinya dia mengatakan. “Mama minta cucu, aku akan memberikannya," jawabnya dengan nada yang terdengar hampir sinis. Nyra menggigit bibirnya, itu bukan jawaban yang ingin ia dengar. Dia ingin menjodohkan Naka lagi, dengan Sarah, adik ipar Naka, berharap itu bisa menyelamatkan kehancuran lebih lanjut dalam keluarga mereka."Sudah kubilang jangan campuri urusanku," bentak Naka, suaranya keras dan tegas. Dia berdiri, matanya yang tajam menatap Nyra, seolah memperingatkan untuk tidak melangkah lebih jauh.“Kau mamaku, jan
Naka langsung mengambil tindakan tegas, dengan mengenalkan Lika pada Mama Lyra, mamanya. Sepertinya dia tidak mau melewatkan kesempatan, karena toh Ivanka sudah mengetahui. Karena bagi Naka, Ivanka yang terpenting dari rahasia yang dia buat.“Mas, ih yakin?” pekik Lika, menarik tangan suaminya. Bilang diajak jalan tidak tahunya malah kerumah mertua.“Aku yakin, kamu tenanglah.”Naka sudah sangat mantap sekali, dengan langkah tegaknya, dia memasuki rumah sang mama.Betapa terkejutnya Nyra Gasendra melihat putranya membawa seorang wanita muda, dengan perut yang sudah terlihat jelas. "Apa-apaan ini Naka!" Sentak sang mama.Lyra berdiri tegak di ruang tamu, pandangannya tajam menembus Naka yang baru saja masuk dengan tangan keduanya saling bertautan. "Apa yang kau pikirkan, membawa dia kesini?" suaranya meninggi, penuh kekecewaan.Naka tidak peduli, dia tetap mengenalkan Lika sebagai istri dan kini telah mengandung bayi kembarnya.“Lika istriku, mama. Tolong terima dia sebagai menantu mam
Kamar yang biasanya terjaga kebersihannya kini telah berubah menjadi lautan kekacauan. Di mana-mana, bantal-bantal yang sebelumnya tersusun rapi di sofa dan ranjang kini bertebaran tanpa arah, beberapa bahkan terinjak-injak oleh Sarah yang marah. Pecahan kaca dari cermin dan gelas yang hancur bertebaran di lantai, menciptakan pantulan cahaya yang berbahaya dan tajam.Di sudut ruangan, boneka-boneka yang biasanya menghiasi rak dengan rapi, kini tergeletak berserakan di lantai, seolah-olah mereka juga merasakan dampak dari amarah Sarah Janeeta Daarwish.Ranjang yang biasanya tampak rapi dengan seprai yang halus dan selimut yang terlipat dengan sempurna, kini tampak acak-acakan, seprai tercabut dan selimut tergulung tidak karuan. Atmosfer di dalam kamar itu memancarkan aura kekacauan dan kemarahan, sebuah saksi bisu atas badai emosi yang baru saja melanda.“Ah sialan!” teriaknya.Sungguh bukan perangai yang terpuji dari putri Daarwish ini, begitu dia mengetahui jika Naka sudah menikah la
Naka langsung Gerak cepat ketika Lika memutuskan hendak resign dari pekerjaannya. Sungguh ini adalah kabar yang sangat dinanti Naka.Kehamilan satu janin saja sudah terasa berat, apalagi ini dua. Naka menjadi sering membaca buku tentang kehamilan. Dia ingin selalu tahu, semua hal yang pertama. Karena baru kali ini dia akan menjadi seorang ayah dan pertama kalinya juga bagi Anulika.“Sudah aku bilang tidak usah ke kantor, sayang,” kata Naka memeluk Lika diruangannya.Lika meronta, suaminya sekarang suka peluk-peluk sembarangan. Seolah Naka lega sekali, usai Ivanka mengetahui pernikahan mereka.“Mas ih, kebiasaan. Lepas ah,” ronta Lika.Tapi mana suaminya peduli, dia terus saja memeluk bahkan mencecap leher Lika. “Jangan dimerahin mas, yang kemarin saja belum hilang,” desahnya atas kelakuan sang suami yang merasa berkuasa penuh akan tubuhnya.“Sayang bawel,” gemas Naka makin dalam mencecap leher jenjang sang istri yang harus bunga kata Naka.“Mas ih sudah ah. Aku mau keruangan HRD.” Lik
Usia baby Galen dan Gala genap berusia dua tahun hari ini. Anulika merayakan dengan pesta kecil-kecilan di rumah mereka. tadinya Naka mau di hotel berbintang saja, atau di tempat lain agar istrinya tidak repot. Tapi Lika bersikeras mengadakan di rumah saja, lebih hemat alasannya.Suka lupa Lika tuh, kalau suaminya konglomerat. Jadi biasa berhemat, Naka bisa apa selain mengabulkan keinginan sang istri.Pestanya akan berlangsung semarak, karena istrinya menyewa EO professional. Tadi dia sempat melihat si kembar, gagah sekali pakai kostum pemburu. Kemeja dan celana pendek warna cokelat lengkap dengan topinya. Mereka akan senada dengan kedua orangtuanya, Naka sudah merasa keren dengan kostum yang sama. Hingga dia melihat istrinya dan langsung melotot tajam.“Sayang!” pekiknya melihat sang istri mengenakan kostum yang sama dengannya, tapi celananya ampun pendek sekali. Belum lagi kemeja lengan pendek itu, kenapa jadi ketat sekali.Lika hanya mendongak, menunggu suara suaminya lagi. “Kamu n
Elvan Daarwish memandang mantan menantunya dengan tatapan tidak terbaca.sebuah kunci rumah dalam genggamannya, ya, Naka memenuhi janji terakhirnya pada Ivanka.“Itu janjiku pada Ivanka,” kata Naka tegas.Elvan mendesah, “Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini.”“Aku adalah pria yang menepati janji,” cetusnya cepat.“Terima kasih, Naka.” Elvan hanya bisa mengucapkan terima kasih, tidak menyangka Naka akan memenuhi keinginan terakhir putrinya itu.“Tiap bulan aku akan mengirimu uang bulanan. Akan ada toko, dan kau bisa mengurusnya.” Naka memang memberikan usaha, tidak besar. Hanya mini market saja, untuk kesibukan Elvan yang sudah tua itu.“Aku senang bisa bekerja kembali,” ungkap Elvan, daripada dia diam saja di rumah.“Adela dan Sarah, urusanku. Jangan ikut campur, mereka hanya akan menyusahkanmu. Lagipula Sarah juga bukan putrimu, tidak ada kewajibanmu untuk memberikannya nafkah,” kata Naka dengan kejamnya.Elvan menghela napasnya panjang, Naka sudah menceritakan semua keburukan ke
Dua pekan sudah usai kepergian Ivanka, semua berusaha untuk berjalan seperti semula. Anulika dan Naka yang disibukkan dengan dua bayi kembar mereka, beruntung bantuan datang. Mama Elise yang masih di sana membantu Lika, Mama Nyra yang sudah berhubungan baik dengan menantunya, juga Papa Ben yang siap membantu.Huaaaa.. Hoek hoek hoek..Suara tangis si kembar memecah keheningan siang, Lika yang baru memejamkan mata sepuluh menit saja, langsung ditarik kesadarannya untuk bangun.Dengan cepat dia beranjak ke boks bayi di kamar si kembar, “Sayang mami kenapa?” tanya Lika dengan penuh kasih.Seketika kepalanya terasa pusing, efek kurang tidur dan dibangunkan dengan paksa.“Aduh kepala mami pusing, sayang.” Lika memegang kepalanya yang terasa sangat berat.Ceklek..Pintu dibuka, Mama Nyra yang sedang berkunjung masuk begitu mendengar suara tangis cucunya. Tadinya hanya satu yang menangis, kini menjadi dua bagi sekaligus yang menangis.“Bangun yah,” kata Mama Nyra dengan ramah.Lika menoleh,
Pemakaman Ivanka disiapkan dengan penuh penghormatan. Naka memastikan segala sesuatunya sempurna, dari bunga-bunga yang Ivanka sukai hingga foto-foto Ivanka yang menghiasi sisi-sisi peti mati. Saat prosesi pemakaman, Naka berdiri dengan kepala tertunduk, merenungi semua kenangan yang pernah mereka bagi, berharap dia bisa memberikan lebih banyak lagi untuk Ivanka, berharap ada lebih banyak waktu. Namun, semua hanya tinggal kenangan yang terpahat dalam hatinya, sebuah luka yang akan selalu dia bawa.“Kuatlah son, papa yakin Ivanka sudah tenang di sana,” kata Papa Ben menenangkan dan menguatkan putranya.Pemakaman itu terletak di sebuah bukit yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan yang tinggi dan rindang. Udara dingin berhembus perlahan, membawa aroma tanah yang baru digali dan bunga-bunga segar yang diletakkan di atas kuburan. Bebatuan nisan berdiri tegak, seolah-olah menjadi penjaga bagi mereka yang telah pergi.Sejumlah besar orang berkumpul, wajah-wajah mereka penuh dengan kesedihan
Kamar rumah sakit yang sunyi itu hanya terdengar desah napas yang berat dari Ivanka, istri pertama Naka yang sudah lama berjuang melawan kanker. Lika, istri kedua Naka, yang baru saja melahirkan anak kembar, terpaku di depan pintu, menatap lemahnya sosok wanita yang telah banyak berbagi cerita dengannya selama penyakit itu menggerogoti tubuhnya.Dengan langkah gontai, Lika mendekati tempat tidur Ivanka. "Kak Iva," suaranya serak, penuh emosi. Ivanka, mendengar suara Lika, perlahan membuka mata yang sudah sangat sayu, dan dengan sisa kekuatan yang ada, dia mencoba mengedipkan mata sebagai isyarat bahwa dia mendengar.“Kak Iva.. Ini Lika,” lirihnya. Ivanka bahkan menganggap Lika sebagai adiknya, karena memang Lika masih sangat muda.Dalam detik-detik terakhir, keinginan terbesar Ivanka adalah bertemu dengan Lika sekali lagi. Dia ingin memeluk Lika, memberikan seluruh cinta dan restunya, sebuah pelukan terakhir yang penuh dengan harapan dan doa untuk kebahagiaan keluarga yang akan diting
Benedito dan Nyra segera ke ruang rawat Ivanka, mereka menjenguk menantu pertama mereka itu.“Ivanka,” panggil Papa Ben dengan lembut.Ivanka hanya memberi tatapan sayunya, papa Ben memegang tangan menantunya dengan lembut, memberi usapan tanda penyemangat darinya.“Sembuh sayang, sehat..”“Papa..” lirih Ivanka mengedipkan matanya pelan.Nyra menatap menantunya, demi apapun sejak dulu dia tidak pernah menyukai Ivanka. Karena putri dari Adela, dia terpaksa menikahkannya dengan Naka, agar tidak lagi diancam Adela perihal jati diri Naka. Namun kini semua sudah terungkap, dan lagi Ivanka sedang terbaring lemah karena penyakitnya.“Ma,” panggil Papa Ben, meminta istrinya mendekat.Dengan mata berkaca-kaca, Nyra mendekat ke arah ranjang.“Mama,” lirih Ivanka, tangannya bergerak dan reflek Nyra mengenggamnya.“Ma..” Ivanka memanggil lagi.Nyra mengangguk pelan, “Maafkan mama ya,” gumam Nyra pelan sekali. Ivanka membalas dengan senyuman tipisnya.Dia sudah sangat siap untuk pergi, dulu dia pe
“Suara bayi!” pekik Benedito, menunggu di luar ruang bersalin Lika bersama Nyra dan Elise.“Iya, sudah lahir,” ujar Mama Elise, mengucap syukurnya.“Tinggal satu lagi,” kata Papa Ben dengan cepat. Dia dihubungi Bara, asisten anaknya. Mengatakan jika menantunya telah ada di rumah sakit untuk melahirkan tentu saja, Ben tidak mau ketinggalan momen berharga ini.Semua bersorak, menyambut kelahiran cucu mereka. Nyra menundukkan pandangannya, matanya panas sekali. Cucunya sudah lahir, tapi apa ini bisa disebut sebagai cucunya, jika Naka saja bukan anak kandungnya.Melihat keterdiaman Nyra Gasendra, Mama Elise menarik tangannya lembut. “Selamat Bu Nyra, cucunya sudah lahir.” Elise mengucapkan dengan senyum tulus, membuat Nyra salah tingkah karena sikapnya yang memang tidak baik pada Elise, namun dibalas dengan kelembutan.Nyra yakin Elise mengetahui semua cerita tentang dirinya dan Naka, diberitahu Lika. Tapi bukannya membalas perbuatannya dengan ejekan, tapi Elise malah menyambutnya dengan
Naka merasa jantungnya terkoyak dua. Di satu sisi, Lika, istri keduanya, sekarang sedang berjuang melahirkan putra mereka di rumah sakit. Sementara di sisi lain, Ivanka, istri pertamanya, terbaring lemah di rumah, menghadapi tahap akhir kanker yang mematikan. Suasana kamar yang suram hanya diterangi oleh cahaya lampu remang-remang, menambah berat suasana hati Naka.“Ivanka.. Lika akan melahirkan,” kata Naka dengan nada paniknya. Ivanka tersenyum, lalu mengangguk. “Temani dia.. Tolong jaga Lika dan anak kita," bisik Ivanka dengan suara yang nyaris tak terdengar, matanya yang sembab memandang Naka dengan penuh kasih.Naka merasa seakan-akan sebuah pisau mengaduk perutnya, rasa bersalah dan kepedihan bercampur menjadi satu. Tangannya gemetar saat dia menggenggam tangan Ivanka yang sudah sangat kurus."Aku akan kembali, dengan si kembar. Tunggu aku, ya? Tolong tunggu kami," Naka mencoba menguatkan suaranya, meski hatinya remuk. Dia mencium kening Ivanka, mencoba menahan air mata yang ingi
Naka mulai dilemma, satu sisi ia ingin menemani Ivanka yang terbaring di rumah sakit, dengan keadaan yang semakin kritis. Di satu sisi, Anulika juga membutuhkan dirinya.Dalam sambungan telepon, Naka meminta Lika untuk banyak istirahat. “Sayang, ditemani mama ya tidurnya,” kata Naka dengan lembut.“Iya mas, jangan khawatir. Ada mama, Bik Lilis dan pelayan lain. Aku aman kok, Kak Ivanka gimana, mas?”“Masih kritis sayang, sedang di ruang operasi. Setelah itu aka nada observasi.” Naka menjelaskan, kemudian menghela napas lelahnya. “Entahlah, semoga ada keajaiban.”“Yakin mas, aku yakin Kak Ivanka pulih. Dia janji kok mau lihat si kembar lahir, mas.” lika penuh dengan keyakinan, karena Ivanka janji akan menunggu kedua anaknya lahir.“Ya berdoa saja sayang,” ucap Naka.Mengucapkan beberapa wajangan kepada istrinya dan meminta maaf karena tidak bisa menemani, beruntung Lika begitu pengertian sekali. Membuat Naka merasa lega, memiliki istri seperti Lika.**Di ruang putih steril rumah saki