Pikiran Lika terhenti ketika Naka harus meninggalkannya untuk pulang. Naka sendiri dihubungi suster dirumah, mengatakan Ivanka tidak mau makan dan terus menanyakan dirinya.“Lika, aku harus pulang. Apa tidak apa kalau aku tinggal sendiri?” tanya Naka lembut.Lika terdiam, inginnya dia Naka disini bersamanya. Namanya juga sedang hamil, bawaannya mau dimanja terus. “Pengennya mas disini, temani aku,” ujarnya mellow. Ini bukan Lika yang seperti biasanya, tolong pahami, dia sedang mengandung.Ini yang Naka beratkan, dia tahu Lika sedang mengandung. Mellow begini, Naka tahu pengaruh hormon. Karena aslinya Lika termasuk gadis yang mandiri dan tidak lemah. Ah seketika dia menyesal, dialah yang membuat gadis kuat ini menjadi lemah.“Aku tahu, mas minta maaf. Tapi ada yang harus mas urus dirumah,” Kata Naka, dia mencoba menjelaskan sepelan mungkin.Lika mengangguk lemah, memberikan izin dengan hati yang berat. Seorang diri, ia kembali ke apartemen, mencoba fokus pada kandungannya yang kini sem
Karyawan perusahaan Naka berkumpul di lapangan kantor, suasana ceria terlihat jelas pada wajah mereka. bagaimana tidak, mereka ini mau melakukan perjalanan wisata ke Ciwangun Indah Camp, dalam rangka gatering perusahaan Gasendra Corp.Lokasi gathering kali ini, banyak direkomendasikan untuk kegiatan wisata yang menarik dan dijamin seru, karena kawasannya yang merupakan terdiri dari perpaduan Hutan Pinus dan juga lokasi salah satu Perkebunan Teh di Bandung. Lokasi ini juga merupakan pilihan yang paling banyak dipilih oleh karyawan Gasendra Corp.Semua sudah antusias sekali, karena tempat wisatanya akan memiliki keindahan alam yang indah, berhawa sejuk dan udaranya bersih sambil jalan-jalan menyusuri tepian sungai situ lembang, menuruni lembah dan beristirahat di sebuah danau buatan yang seklilingnya terdapat saung.Fasilitas wisata yang menarik juga banyak seperti camping Ground, area outbound, saung, aula, gazebo, villa, kebun stroberi, saung makan. Jika semua bergembira menyambut hea
Naka tidak bisa lagi diam, pikirannya sangat kalut dengan keberadaan Lika di lokasi gathering dan segala rundown acara. Keberangkatannya harus ditunda—ada yang lebih mendesak yang harus dia urus. Lika, istrinya, telah nekat pergi ke gathering perusahaan di Lembang tanpa izinnya. Kini, pemikiran tentang keselamatan Lika dan bayi kembarnya menghantui pikirannya.Apalagi tadi dia dengar sendiri, Lika mau naik bukit. Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran Lika, seenaknya naik bukit. Dia sedang hamil, apa tidak memikirkan hal itu. Sial, Naka mendadak frustasi begini.Dengan langkah cepat, Naka melangkah keluar rumah sakit setelah dia menitipkan Ivanka pada suster yang menjaganya. Mengambil kunci mobil dengan tergesa-gesa. Dia melompat ke dalam mobilnya, menyalakan mesin dan memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Setiap tikungan dijajalnya dengan brutal, pohon-pohon pinggir jalan menjadi kabur seiring dengan laju mobilnya yang menerobos batas kecepatan.Di dalam hati, kekhawatiran bercamp
Lika berdiri di ambang pintu kamar masa kecilnya, memperhatikan setiap sudut yang membangkitkan ribuan kenangan. Dia memejamkan mata, mengirup aroma khas rumah kecilnya. Ah Lika rindu sekali nuansa didalam rumah ini.“Siapa..” Suara wanita paruh baya membuat Lika membuka matanya. Sang mama berjalan menuju ruang depan, begitu melihat putri satu-satunya yang datang, ia lantas berseru senang."Loh anak mama pulang nggak ngabarin," suara Mama Elise yang hangat memecah kesunyian, sambil berjalan mendekat dengan senyum lebar. Lika membalas dengan pelukan erat, "Cuti jadi bisa nginep beberapa hari, Ma."Mama Elise memandangnya penuh kebahagiaan, lalu bertanya, "Darimana?" dengan rasa ingin tahu. "Dari gathering perusahaan," jawab Lika, berusaha terdengar santai meski jantungnya berdegup kencang.“Ih mama kangen. Sini sini masuk, mama lagi masak sama Bik Nani, dia teh ngak dengar kalau ada tamu,” seru sang mama antusias. Sok mau pakai Bahasa Sunda, tapi tidak bisa Mama Elise, karena aslinya c
“Semua sudah siap, pak.” Bara mempersilakan Naka berjalan duluan, pesawat pribadi telah siap membawanya dan Ivanka ke Singapura.“Hmm, Bara.”“Ya pak,” sahut Bara sopan.“Kamu yakin Lika cuti?” tanya Naka tidak percaya, ketika Bara mengabarkan jika istri kecilnya itu cuti dan sudah dua hari tidak masuk kerja.“Benar pak. Tapi saya tidak tahu dia kemana.”Naka mengangguk, yang pasti Lika tidak berada di apartemennya. Karena Naka menghubunginya ponsel mati dan CCTV tidak terpantau Lika ada disana.Naka menggeram, dia benci situasi seperti ini. Ivanka membutuhkannya, tapi dia hingga kini tidak mengetahui keberadaan Lika yang sedang mengandung anaknya. Sehari Lika tidak masuk kerja, Naka pikir gadis itu butuh istirahat namun hari kedua tidak bekerja, Naka kira sakit. Di cek apartemen, tidak ada Lika.“Baiklah, saya titip kantor.” Naka tidak tahu harus bagaimana, dia hanya berharap Lika bisa menjaga diri dan kandungannya dengan baik. Sementara Naka harus menemani Ivanka berobat ke Singapur
Akhirnya, Naka dapat mendengar kabar gembira. Bukan mengenai Ivanka, melainkan istri kecilnya, Anulika. Istrinya kini sudah kembali, setelah menghilang ke Bandung.Naka merasa gelisah yang mendalam ketika Bara memberitahunya tentang keberadaan Lika di kantor. Tanpa membuang waktu, ia bergegas meninggalkan ruang perawatan di mana Ivanka, sedang dirawat. Walaupun hatinya terbelah antara keluarga dan kekhawatiran atas Lika, ia tak bisa mengabaikan kecemasan yang membara.“Bara siapkan pesawat,” pinta Naka serius.Mungkin yang dilakukan Bara sebagai sekretaris merangkap asisten saat ini hanya mendesah. Ditengah pekerjaan dikantor yang membludak, dia juga harus mengurusi masalah pribadi bosnya.“Siap pak.”Tentu Naka menitipkan Ivanka pada suster yang dia bayar untuk menjaga istrinya, Naka tidak mau direpotkan juga karena dia masih harus mengurus permasalahan pekerjaan di kantor, dan kini.. Anulika.“Katakan pada Nyonya, jika aku ada meeting dadakan,” kata Naka yang diangguki suster.Selam
Naka memasuki rumah masa kecilnya, sudah ada sang mama yang ternyata menunggu kedatangannya. “Halo ma..” sapa Naka mengecup mama Nyra Gasendra, yang berdiri menunggunya di rumah mewahnya.“Halo sayang. Mama merindukanmu, bagaimana keadaanmu nak?” tanyanya memeluk buah hati satu-satunya itu.“Aku baik,” jawabnya sopan.“Perusahaan bagaimana?” tanya mama Nyra, Naka menjawab secara general saja. Namun dia juga menunggu mamanya menanyakan kabar istrinya, namun sudah 10 menit dia disana dengan bergaia pertanyaan, sang mama belum juga menanyakan keadaan Ivanka.Naka bertanya keadaan oma yang sedang sakit, begitu pun sang papa. Mama Nyra menjawab dengan tenang, keadaan oma semakin membaik. Naka mengangguk, dia menunggu ada apa mamanya ingin menemuinya, dan kenapa tidak ada pembahasan mengenai istrinya disini.Merasa tidak ada pertanyaan mengenai istrinya, Naka memulainya dengan menyerukan keberadaan Ivanka. “Ivanka sedang di Singapura, dia menjalani perawatan disana,” ucap Naka tiba-tiba.
Anulika mendesah begitu melihat Naka duduk di sofa apartemennya, ah lebih tepatnya apartemen pria ini. Karena dia yang membelikan, maka otomatis Naka punya akses masuk kesini kapan pun dia mau. “Bisakah aku sendiri dulu?” tanya Lika dengan wajah datar, baru selesai mandi dan dia melihat kedatangan Naka, pria yang juga ayah dari dua bayi yang dikandungnya.Naka menghela napasnya, kepalanya mau pecah. Belum soal sang mama yang mau menjodohkannya kembali juga Ivanka yang meminta datang untuk menemaninya, dan kini Anulika. Tapi diantara semuanya, Naka lebih suka berada disini.“Aku membutuhkanmu.”“Membutuhkan tubuhku?” sindir Lika, Naka menggeleng dan berjalan merengkuh tubuh gadis itu. Ah perutnya sudah sedikit membesar.“Jangan berkata seperti itu,” tolak Naka.“Lalu apa?” Hardik Lika, dia emosi kalau ada Naka.“Lika, dengar. Aku tahu hubungan ini berawal dari kesalahan. Tapi sejak ada bayi ini, aku tidak merasa demikian.”“Kalau tidak ada bayi ini, juga kita akan berpisah, mas.”“Buk
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me
Naka melingkarkan tangannya di pinggang sang istri, kemudian mengecupi leher jenjang Lika yang terekpose sempurna. Karena wanita itu hanya mengenakan dress hamil model kemben.“Senang kan?” tanya Naka memeluk istrinya dari belakang.Lika yang sedang mengeluarkan pakaian dari koper hanya bisa mengangguk dan melenguh dengan mesra.“Mandu dulu sana,” kata Lika lembut.Namun Naka menolak, dia hanya mau mandi Bersama istrinya. “Mandinya sama kamu,” bisiknya dan mengulum daun telinga Lika dengan penuh perasaan.“Mas ih, katanya dinas. Kok malah mesum sama aku sih,” ketus Lika berpura-pura. Naka tertawa, dia memang sengaja mengajak istrinya ke Bandung menemaninya dinas.Lika akan di dalam hotel, sedangkan Naka dengan pekerjaannya. Tidak begitu sibuk, makanya dia bisa mengajak Lika. Naka diminta jadi pembicara di sebuah seminar dan Naka juga akan melakukan pertemuan dengan klien bisnis di Bandung.“Mesum sama istri sendiri boleh banget,” kata Naka lagi, dekat sekali sampai Lika bisa merasakan
Ternyata wanita kalau sedang cemburu, terus saja cemberut. Dari Bali sampai Jakarta, rasa cemburu itu tetap dibawa Anulika. Meski Naka sudah berulang kali menjelaskan siapa Martha.Naka mencoba menggenggam tangan Lika yang terlipat di atas meja makan, namun Lika segera menariknya kembali. Wajahnya masih memendam amarah, bibirnya menggigit erat tanpa berkata-kata. "Sayang, cemburu itu wajar, tapi kita harus berbicara," ucap Naka dengan lembut, mencoba mencairkan suasana.“Habis klien kamu cantik,” ketus Lika.Naka menghela napasnya, namun terselip senyum tipis di bibirnya. Dicemburui, artinya kita dicintai. Dan Naka menyukai itu, ia selalu suka ketika Lika cemburu padanya. Menandakan bukan hanya dia yang cinta, tapi istrinya juga.“Tetap saja, tidak ada yang mengalahkan istri aku,” puji Naka.Dipuji malah makin manyun, “Kenapa lagi?”“Kalau kamu tergoda gimana, mas?” Suaranya bergetar, rasa cemburu dan ketakutan bercampur menjadi satu. Naka menghela napas, menatap istrinya yang sedang
Lika membuka pintu kamarnya yang mengarah ke balkon cottage, ia hendak keluar untuk makan pagi. Namun, ia menjadi kaget melihat sekian banyak bunga yang menghiasi. Sisi kiri kanan dihias bung-bunga indah yang hidup, aromanya terasa menyegarkan di hidung Lika.Lika memindai kesegala arah, kenapa jadi sepi. Kemarin banyak pelayan, karena ia tahu mama mertuanya tidak bisa hidup tanpa pelayan.Deg!Lika menunduk, dia melihat banyaknya kelopak bunga mawar merah di lantai, seperti tertarah ke suatu tempat.‘Ini ada apa sih?’ tanya hatinya, sedikit cemas.Lika terus berjalan, tujuannya malah pintu keluar. “Halo,” panggilnya pada siapa pun yang ada di dalam cottage.Jantungnya berdegup kencang, bertanya-tanya siapa yang mungkin melakukan ini. Dia berjalan menuju ruang tamu, dan napasnya tertahan. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma mawar putih, bunga kesukaannya, dan banner besar bertuliskan "Selamat Ulang Tahun, Istriku.. Anulia!" tergantung di dinding.Lika mengusap matanya, tidak percaya den
Lika bimbang, dia diajak pergi mertu ke Bali. Senang sekali, memang maunya jalan-jalan. Tapi Naka tidak bisa ikut, kata Mama Nyra, Naka akan ada pekerjaan di luar kota.“Tidak apa, sayang. Nanti kalau sudah selesai aku bisa nyusul,” kata Naka meredakan ketegangan antara mereka.“Kalau nggak bisa?” tanya balik Lika.“Yaa, kita ketemu di rumah,” kekehnya merasa geli dengan pertanyaan Lika.“Aku di Bali palingan tiga hari, mas. Masa enggak bisa nyusul sih?”Naka menghela napasnya, istri sudah mulai merajuk minta jalan-jalan. Naka tahu ini keinginan si baby. Karena baby ketiga ini, sering kali membuat maminya menjadi absurd.“Kamu tahu aku ingin sekali. Bersenang-senanglah sayang, ada mama dan si kembar.”Lika manyun, Naka tertawa geli dan menarik istrinya ke dalam pelukannya. “Jangan begini, belum pisah aja aku udah rindu,” kekeh Naka.“Aku maunya sama mas Naka.” Naka suka lemah kalau istrinya sudah merajuk manja seperti ini. Berasa sang istri tidak bisa berpisah jauh dengannya saja.Nak
Bumil ngidam maunya jalan-jalan terus, tapi bagaimana. Naka sedang sibuk-sibuknya di kantor, banyak pekerjaan. Apalagi beberapa bulan lalu, Naka sempat On-Off bekerjanya. Maklum sedang sindrom kehamilan, jadi selalu mual yang membuatnya tidak nyaman.Kalau meeting dengan beberapa klien yang menggunakan parfum segala rupa, makin-makin terasa mual perutnya. Daripada tidak enak, yang berujung sikap tidak sopan. Naka memutuskan cuti dua minggu, digantikan oleh Papa Ben yang merengut karena harus kembali bekerja.Tapi ketika Naka menjanjikan jika si kembar boleh diajak ke Belanda, Papa Ben langsung semangat. Mau mengenalkan beberapa Sejarah keluarga pada si kembar, Papa Ben. Tapi belum dapat izin dari putranya, karena merasa Gala dan Galen masih terlalu kecil untuk terbang jauh.“Mas kerja lagi?” tanya Lika dengan wajah sendunya.“Iya sayang, banyak banget lagi meetingnya.”“Kapan jalan-jalannya?”“Bukannya kemarin sudah jalan sama Mama Nyra ke mall?” Lika memang izin jalan sama Naka, tapi
Hari itu, ruangan klinik kandungan dipenuhi dengan rasa harap dan cemas. Naka memegang tangan Lika dengan erat saat mereka menunggu hasil USG. Cahaya lembut dari layar monitor memantulkan bayangan kecil yang bergerak-gerak, sebuah tanda kehidupan baru yang sedang tumbuh. Mata Lika berbinar, senyumnya merekah saat dokter mengonfirmasi bahwa ia hamil empat minggu."Kembar lagi tidak, Dok?" tanya Naka penuh harap, mengingat kenangan manis saat mereka dikaruniai anak kembar sebelumnya.Sayangnya, dokter menggeleng, "Untuk saat ini hanya satu, Pak Naka."Kekecewaan sejenak terlukis di wajah Naka, namun segera digantikan oleh senyum tulus. Satu atau dua, setiap kehadiran anak adalah berkah yang tak terhingga.Namun, ada hal lain yang mengusik Naka. Belakangan ini, ia sering merasa mual dan bahkan muntah. Ia mencurahkan perasaannya pada dokter yang memeriksanya dengan seksama."Ah, ini wajar, Pak Naka. Anda terkena sindrom kehamilan, sering terjadi pada suami yang sangat mencemaskan istrinya
Lika memegang tangan Naka yang tampak pucat di atas ranjang sederhana mereka. suaminya sudah pulang dari rumah sakit, tidak dilakukan rawat inap. Dokter menyatakan suaminya kelelahan saja, lambung semua organ tubuh sudah dilakukan pengecekan dan aman.Keningnya berkerut ketika melihat suaminya itu muntah lagi. Naka hanya bisa meringis, mencoba menahan rasa mual yang tak kunjung reda. Ruangan itu seketika dipenuhi aroma parfum si kembar yang bermain di sudut kamar, membuat Naka mengerang pelan.“Nyengat banget sih Yang, si kembar parfumnya,” desis Naka."Mas, sakit apa sih?" Lika mengusap punggung Naka perlahan, suaranya terdengar bergetar karena kekhawatiran.Naka mencoba tersenyum lemah, "Aku nggak tahu,sayang. Tapi aku merasa lebih baik kalau kamu di sampingku." Ucapannya terhenti ketika mual datang lagi, memaksanya untuk menutup mulut dengan tangan.Lika semakin frustasi, matanya berkaca-kaca melihat suaminya yang tak kunjung membaik. Si kembar, yang sejak tadi asyik dengan permain