Bab 28"Bu, Bang Fikri tinggal di mana?" Tanya Yana ketika mereka sedang duduk santai di teras rumah."Ya ampun, ibu juga lupa nanya, Yan," jawab Bu Indah tercenung."Loh, kok bisa sih Bu?" Yana mengerutkan keningnya."Iya, karena keasyikan ngobrol, jadi lupa nanya," jawab Bu Indah menepuk jidatnya."Emang ngobrolin apaan, Bu?" tanya Yana dengan mimik wajah penasaran."Eh, itu … anu …" Bu Indah tersenyum kecut. Membuat Yana semakin penasaran."Ngomongin apa, Bu?" Desak Yana."Bukan apa-apa, soal istrinya Fikri." Bu Indah menepuk pundak Yana pelan."Masuk yuk, udah mau magrib," ujar Bu Indah berlalu meninggalkan Yana dan Dila di teras rumah.************"Intan, nanti habis magrib kita ke desa ulu, kita hubungi Arif lagi," perintah pak Bejo pada Intan. Ketika Intan siap-siap untuk sholat ke mushola."Baik, Pak!" Ujar Intan singkat.Intan dan Sasa lalu berangkat ke mushola untuk melaksanakan salat Magrib. Karena Sasa belajar ngaji di mushola sehabis salat Magrib, jadi, Intan ikut menema
Bab 29 Pagi-pagi sekali, Pak Bejo sudah berpakaian rapi. Pak Bejo bertekad untuk menemui orang pintar yang dipercayainya bisa mencari keberadaan Yana dengan mata batinnya. "Bapak, mau pergi sendiri, atau aku ikut juga?" Intan muncul dari balik pintu dengan tergesa-gesa. "Biar bapak pergi sendirian aja, repot kalau harus bawa-bawa kamu," ujar Pak Bejo menstater sepeda motornya. Lalu langsung berangkat menemui orang pintar yang dimaksudnya. Tiga puluh menit perjalanan, Pak Bejo sampai di sebuah rumah sederhana, pak Bejo mengucapkan salam. "Assalamualaikum," "Waalaikumsalam," terdengar sahutan dari dalam. Pintu terbuka, seorang kakek tua keluar dengan terbatuk-batuk. "Pak Bejo? Mari, silahkan masuk," ujar kakek tua yang bernama Waluyo tersebut. Pak Bejo mengikuti Mbah Waluyo masuk ke dalam rumahnya. "Ada apa Bejo? Sudah lama kita tidak bertemu," ucap Si Mbah mengusap jenggotnya yang panjang. "Baik, Mbah. Saya datang ke mari karena ada hal penting." Jawab Pak Bejo menatap Mbah W
Bab 30"Iya, sekarang memang Mbah Waluyo nggak bisa menemukan di mana Yana berada. Tapi, Mbah Waluyo bilang, ada Wira positif yang mengelilingi Yana. Seminggu kemudian, baru kita bisa menemuinya, Mbah Waluyo akan bertapa selama seminggu ini," ucap Pak Bejo menggenggam tangan istri dan anak-anaknya."Tapi, Pak. Ibu nggak bisa menunggu waktu selama seminggu. Terlalu lama, Pak," Bu Waluyo kembali menangis tersedu."Bu, apa yang katakan bapak benar. Mungkin Mbak Yana ingin menyendiri dulu, makanya nggak ngabarin kita." Ujar Intan mengusap punggung ibunya dengan lembut.Bu Bejo memeluk Intan dan kembali menangis tersedu."Nduk, nanti kalau kamu mau nikah, jangan lagi nikah sama orang kaya seperti Mbakmu, orang kaya hanya akan menghina kita, Nak. Cukup Mbakmu yang menjadi korbannya," Intan mendengarkan perkataan ibunya. "Mungkin benar apa yang dikatakan Ibu, orang kaya akan selalu merendahkan orang miskin. Mungkin sebaiknya jika nanti Intan menikah, Intan akan mencari laki-laki yang hidup
Bab 31Kacau dan berantakanArif masuk ke dalam rumah, hening tidak terdengar apa-apa.Baru beberapa langkah Arif berjalan, kakinya menginjak sesuatu, Arif meraba-raba apa yang di injaknya. Ternyata sampah kulit buah apel.Rumah gelap gulita dan tidak terdengar suara siapa pun.Arif berjalan menuju sakelar lampu. Betapa kaget Arif melihat kondisi rumah yang berantakan. Sampah cemilan bertebaran dimana-mana, beberapa gelas bekas minuman manis dan teh juga bertumpuk di dekat televisi.Arif membelakkan matanya, saat melihat kondisi dapur yang jauh lebih parah, peralatan masak semuanya kotor, piring, mangkok, gelas, dan sendok tertumpuk dengan dipenuhi jamur-jamur yang sudah berkembang biak.Arif melihat sudut dapur, pakaian kotor memenuhi mesin cuci, bahkan sampai muntah dari mesin cuci tersebut."Bu, ibu …" Arif memanggil ibunya. Namun, yang di panggil tak kunjung muncul.Arif membuka kamar ibunya, yang tidak kalah berantakan dengan ruang tengah dan dapur. Sprei di kamar ibunya berantaka
Bab 32Dila merinduMalam itu, Dila menangis histeris hingga kejang-kejang. Yana berusaha menenangkan Dila dengan berbagai cara, namun, hasilnya tetap saja, Dila menangis tanpa henti. Yana membawa Dila ke dokter, menurut Dokter, Dila hanya kurang istirahat. Yana membawa kembali Dila ke rumah Bu Indah. karena menurut dokter, Dila tidak perlu dirawat."Masa sih, Bu. Dila kurang istirahat, kan Dila nggak ngapai-ngapain, cuma main aja?" Tanya Yana pada Bu Indah."Apa mungkin, Dila sebenarnya merindukan papanya, Yan? Hanya saja, kita tidak memahami bahasa tubuhnya?" Bu Indah menatap Yana serius."Nggak mungkin, Bu," Yana lalu membaringkan Dila di kamar, hingga Dila tertidur dengan nyenyak.Di tengah malam, Yana dan Bu Indah terbangun mendengar Dila mengigau memanggil Arif."Papa … papa …" tak henti-hentinya Dila memanggil nama papanya. Yana memeluk erat tubuh mungil Dila, air mata Yana menetes, apa mungkin, Dila merindukan papanya.Kegelisahan merajai hati Yana, karena ketika dini hari, Di
Bab 33 "Rif, beliin ibu nasi rames di warung Mak Iroh, ya," pintu Bu Wongso pada Arif ketika Arif sedang duduk di depan televisi. Keadaan rumah sudah rapi dan kembali membaik, karena Arif membayar pembantu untuk membersihkan rumah yang sudah sangat kotor tersebut. "Suruh Bik Minah masak saja, Bu!" Ujar Arif masih fokus menonton televisi. "Masakan Bik Minah itu nggak enak, Rif!" Ujar Bu Wongso mengerucutkan bibirnya. "Ya sudah, Arif ke tempat Mak Iroh dulu," Arif bangkit dari duduknya dan melangkah keluar rumah. Suasana warung Mak Iroh sangat ramai pengunjung. Arif memesan nasi rames pada pelayan Mak Iroh. "Eh, Nak Arif. Apa kabar?" Sapa Bu Ajeng kepada Arif. "Baik, Bu!" Jawab Arif tersenyum. "Yana kemana? Lama nggak ketemu," tanya Bu Ajeng lagi. Arif menelan ludah, tidak tahu harus menjawab apa. "Ehm, ada kok, Bu." Jawab Arif tegang. Bu Ajeng duduk di samping Arif. "Rif, nasehati lah ibumu, kasian jika Yana terus-terusan diperlakukan tidak adil seperti itu," ujar Bu Ajeng
Bab 34Kesedihan Yana"Berarti, Mbak Yana berada rumah makan Aroma Cempaka dong, Pak!" ujar Intan membuat Pak Bejo mengernyitkan keningnya, Bu Bejo pun keluar dari kamar dengan tergopoh-gopoh."Maksudmu?" tanya Pak Bejo dan Istrinya bersamaan."Iya, kalau Mbak Yana berada di tempat ramai dan banyak makanan ya berarti rumah makan Aroma Cempaka. Kan Mbak Yana pernah kerja di sana," ujar Intan dengan wajah yang serius. "Benar juga kamu, Nduk!" Pak Bejo bangkit dari tempat duduknya."Lah, bapak mau kemana?" Tanya Intan dan Bu Bejo."Mau jemput Yana," jawab Pak Bejo singkat, mamakai kembali jaketnya."Pak, tapi ini sudah sore," ujar Intan memanggil Pak Bejo yang mulai menstater sepeda motornya. Namun terlambat, Pak Bejo sudah melesat dengan cepat."Bapakmu itu, lho. Kayak orang edan, pergi langsung main kabur aja. Mbok yo ngomong dulu," omel Bu Bejo."Habisnya, ibu marah-marah terus sejak tadi pagi," sahun Intan berlalu masuk kembali ke dalam kamarnya."Heran aku, anak sama bapak sama aja
Bab 35Kontak batin"Bapak tuh, ya! Masa nggak bisa mikir, sih!" Intan menghentakkan kakinya dan berlalu kembali ke kamar. Sedangkan kedua orang tuanya menatap dan memikirkan ucapan Intan dengan heran. Pak Bejo dan istrinya menyusul Intan ke dalam kamar "Intan, maksud kamu apa?" Tanya Pak Bejo menghentikan langkah Intan."Iya, nih, Intan bukannya bicara baik-baik, malah main pergi-pergi aja," sungut Bu Bejo.Intan menatap kedua orang tuanya secara bergantian."Bapak sih, masa nggak mikir kalau nanya sama orang sekitar sana di mana rumah Bu Indah?" Sahut Intan cemberut."Ya kan, bapak nyari Yana, bukan Bu Indah, ngapain bapak nanya alamat Bu Indah sama orang-orang?" Jawab Pak Bejo santai."Ya itu, salahnya bapak, kan Mbak yana pernah kerja di Aroma Cempaka, pasti yang dia cari Bu Indah, lah. Yang tutup kan rumah makannya, harusnya bapak nanya, kenapa tutup? Atau pindah kemana?" Intan menatap Bapaknya dengan kesal.Pak Bejo terdiam mendengar perkataan Intan, benar juga apa Yang dikata