Bab 37Pengakuan FikriPagi-pagi sekali, Bu Bejo dan Intan sudah berkutat di dapur, mereka membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk berangkat mencari keberadaan Yana. Ketika adzan subuh berkumandang, Intan dan ibunya bergantian mengerjakan ibadah shalat subuh, lalu melanjutkan pekerjaannya di dapur."Pak e, hayoo sarapan, bentar lagi kita berangkat," Intan memanggil bapaknya yang sedang asik memandikan burung-burung kesayangannya."Iya, Nduk!" Sahut Pak Bejo beranjak dari tempat duduknya, dan meletakkan kembali sangkar burung pada tempatnya.Nasi putih sudah mengebul, dengan goreng ikan asin, sambal terasi, dan rebusan daun singkong. "Wah, sedap banget ini sarapannya, Buk," ucap pak Bejo melirik pada istrinya."Lah iya, Intan nyuruh masak menu ini, untuk bekal nanti bawa lauk lele goreng, katanya!" Sahut Bu Bejo membuat suaminya terkejut."Lah? Kok pake acara bawa bekal segala toh, Nduk?" Tanya Pak Bejo menatap Intan yang makan dengan lahapnya."Emangnya kenapa, Pak?" Intan melirik
Bab 38"Beneran? Lalu bagaiman dengan Reka?" Tanya Bu Indah."Fikri udah bercerai sama Reka, Bu ..." Jawab Fikri."Iya, ibu tau. Tapi bagaimana kalau Reka meminta rujuk lagi?" Tanya Bu Indah menatap Fikri."Nggak, Bu. Fikri nggak akan rujuk sama Reka, sudah cukup selama ini Reka manfaatin Fikri," ujar Fikri."Lagi pula, ibu tau kan, sejak dulu Fikri memang sudah jatuh cinta pada Yana. Hanya saja, Yana selalu menolak Fikri. Sekarang, jika Yana mengizinkan Fikri mengisi hatinya, Fikri akan menyayangi Dila sepenuh hati," ujar Fikri. Lalu meninggalkan ibunya menuju Mushola Rumah sakit.Yana baru saja menyelesaikan ibadah salat dua rakaat, Yana bermunajat, memohan pada Sang pemilik dunia, untuk segera mengangkat penyakit Dila."Robbi ... Hamba mohon, angkatlah penyakit anak hamba, berilah Dila kekuatan. Jangan biarkan Dila menderita dalam menahan rasa sakitnya," Yana menadahkan kedua tangannya, berurai air mata. "Hamba rela jika sepenuh hidup hamba harus mengabdi pada mertua dan suami ham
Bab 39Pencarian dimulaiWajah Burhan berubah muram, "Kamu sudah menghubungi Yana lagi?" tanya Burhan.Arif menggelengkan kepalanya."Segera selesaikan masalahmu dengan Yana, sebelum penyesalan itu datang," ujar Burhan menepuk pundak Arif dengan pelan. "Maksudmu apa, Bur?" Tanya Arif menatap serius ke arah Burhan."Menurut tafsir yang aku pelajari, arti mimpimu itu adalah Dila sedang merindukanmu, Dila sedang sakit, kamu harus segera menemuinya, kalau tidak, kamu bisa kehilangan dia untuk selamanya," ujar Burhan."Maksudmu, Dila akan mati?" Tanya Arif gelisah."Aku tidak berkata kehilangan itu berarti mati, bisa saja kehilangan dengan cara lainnya," Burhan menatap Arif yang masih terlihat bingung."Aku nggak ngerti maksudmu, Bur!" Jawab Arif bingung."Seorang anak bayi, akan merasa nyaman berada di dekat orang yang menyayanginya, disaat dia merindukan seseorang yang berarti dalam hidupnya," ucap Burhan.Arif masih tercenung, mencoba mencerna ucapan Arif. Burhan menarik napas berat,
Bab 40Pak Bejo membawa sepeda motornya untuk mencari alamat rumah Bu Indah. "Di sana, Pak," ujar Intan menunjuk sebuah lorong kecil.Pak Bejo menghentikan sepeda motornya."Kenapa, Pak?" Tanya Intan."Kamu ngapain nyuruh bapak ke sana?" Tanya pak Bejo pada Intan."Lah, rumahnya di sana," jawab Intan singkat."Kamu itu pasti salah, Bu Indah itu orang kaya, lorong yang mau kita masukin itu lorong kecil. Sepeda motor aja gak masuk," ujar Pak Bejo."Bapak ... Intan nggak peduli, Bu Indah mau orang kaya atau konglomerat sekalian, yang penting, alamat yang di tunjuk bapak yang tadi itu, di sana!" Ujar Intan geram pada Bapaknya."Udah, ah. Ayook ke sana. Atau Intan aja yang kesana sendirian," ujar Intan turun dari motornya dan hendak mengambil alih posisi tempat duduknya."Eh, eh, eh, ada-ada saja, hayuuk kita kesana!" Pak Bejo kembali menstater motornya, Intan pun segera naik ke atas motor dan mereka memasuki lorong kecil tersebut.Intan menyuruh Pak Bejo berhenti di depan sebuah rumah ke
Bab 41Menemukan YanaIntan melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Pak Bejo menepuk-nepuk bahu Intan."Kamu itu, mbok yo kalau mau mati, mati aja sendiri, Ojo ngajak-ngajak bapak!" Ujar Pak Bejo menepuk bahu Intan."Wes ah, bapak diam aja, nggak usah banyak cerita," sahut Intan terus melajukan sepeda motornya dengan kencang."Gimana mau diam, kalau mulut bapak udah kayak mulut Komeng begini, nyesal bapak beli motor Jupiter, bukan cuma iklan, bibir bapak beneran monyong, ini?" Pungkas Pak Bejo membuat Intan tertawa terbahak-bahak.PletakkPak Bejo memukul kepala Intan yang di tutupi Helm. Intan tertawa cekikikan karena melihat dari kaca spion, bapaknya mengibaskan tangan karena sakit memukul helm Intan." Kalau bapak itu sakit, dibantu, bukannya ditertawai," ujar Pak Bejo membuat Intan semakin tertawa."Lah, bukannya bapak hebat, masa tangan kena helm aja kesakitan?" Sahut Intan kembali tertawa.Mereka tiba di halaman rumah sakit Raden Mattaher Jambi, Intan meminta pak Bejo
Bab 42"Bapak, hayoo," ujar Intan menarik kembali tangan bapaknya."Kamu itu kebiasaan, Nduk, narik-narik tangan bapak, bapak ini belum jadi buyut, masih tampak kok jalanan ini," sungut Pak Bejo."Bapak suka melamun, Sih!" Jawab Intan terus melangkah."Bapak ndak melamun, wong Bapak cuma liat-liat aja, kok!" elak Pak Bejo."Terserah, pokoknya ayo ikuti Intan," ujar Intan menarik tangan bapaknya."Iya, tapi jangan tarik-menarik kayak gini, dong. Malu tau, dilihat orang," ujar Pak Bejo melepas tangannya dari genggaman Intan.Mereka terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Intan membaca sebuah pintu bertuliskan Cempaka nomor tiga. Intan menarik napas dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Sedangkan Pak Bejo terheran-heran melihat sikap Intan.Ceklekk"Assalamualaikum," ujar Intan."Waalaikumsalam," jawaban dari dalam ruangan.Intan masuk ke dalam ruangan bersama Pak Bejo, Intan tercenung saat mendapati seorang lelaki sedang duduk di kursi samping brangkar, lelaki yang tidak p
Bab 43Kembali ke PatiBu Wongso mengetuk pintu kamar Arif berkali-kali. Hening, tidak ada sahutan."Rif, Arif, buka pintunya," teriak Bu Wongso menggedor pintu kamar Arif. Masih hening, tidak ada sahutan."Arif, kalau pintunya nggak dibuka, ibu bakalan suruh Bik Minah mendobrak pintu ini," teriak Bu Wongso.CeklekkPintu kamar terbuka, Arif muncul dengan wajah kusut dan baru bangun tidur."Rif, udah tiga hari loh kamu nggak kerja?" Tanya Bu Wongso menatap Arif yang kembali berbaring di ranjang menghadap ke arah dinding, memunggungi ibunya."Arif dipecat, Bu!" Ujar Arif singkat."Apa? Dipecat? Kok bisa?" Tanya Bu Wongso duduk di pinggir ranjang."Arif kerja nggak becus, Bu!" Jawab Arif tanpa mengubah posisinya."Kenapa bisa nggak becus? Selama ini baik-baik saja?" Tanya Bu Wongso lagi.Arif membalikkan badannya, lalu duduk di pinggir ranjang, disamping Ibunya."Arif nggak fokus, Bu!" Ujar Arif menundukkan kepalanya."Kenapa? Karena Si jelek Yana itu?" Bu Wongso mencebikkan bibirnya.
Bab 44Rencana Intan"Yana ..." Bu indah mengusap wajahnya dengan kasar dan duduk lemah di sofa."Kalau Mbak Yana balik ke Pati, maka, Intan juga harus ikut," ujar Intan menatap tajam ke arah Yana."Loh, ngapain kamu mau ikut aku?" Tanya Yana gusar."Ya, aku pengen ikut aja. Kan aku kangen sama mbak Yana, apa salahnya aku ikut?" Ujar Intan menatap Yana"Aku itu tinggal sama mertua, Intan. Belum tentu dia ngizinin kamu ikut tinggal bersama kami?" Jawab Yana pelan."Nggak masalah sih, aku kan bisa ikut Mbah Marijan. Si Mbah pasti senang," jawab Intan menaikturunkan alisnya.Yana berpikir sejenak. Yana sangat mengenal karakter Intan yang pemberani dan cerdas. Selain itu, Intan jago ilmu bela diri. Kalau Intan tahu kelakuan Arif dan ibu mertuanya yang selama ini tidak baik, bisa-bisa, Arif bakalan babak belur dihajar oleh Intan."Kalau kamu mau ikut aku ke Pati, mending aku nggak usah balik, deh," ujar Yana lalu mengusap wajah Dila yang berkeringat.Bu Indah menatap Yana dengan senyum bah
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t