Share

Part 43

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Argh...!!"

Dengan sekuat tenaga menggigit telapak tangannya hingga dia berteriak kesakitan lalu melepas dekapannya. Aku segera berlari masuk ke dalam butik, akan tetapi dia malah mengejarku masuk. Devi menjerit ketakutan mengikutiku masuk ke dalam ruangan dan menguncinya dari dalam, dan segera menghubungi Arjuna meminta dia untuk datang.

"Pokoknya kamu ke butik aku sekarang juga!" perintahku kepada Arjuna, karena sudah takut luar biasa.

Prang!!

Prang!!

Terdengar suara kegaduhan di toko, membuat semua orang yang bersembunyi bertambah ketakutan. Pun dengan diriku yang sudah gemetaran saking takutnya.

"Ya Allah, Mas Juna. Mudah-mudahan kamu dan teman-teman kamu segera datang dan membantu kami."

"Rini, buka pintunya!!" brak! Brak! Brak!

Terdengar suara Mas Erwin menggendor-gedor pintu ruanganku. Aku dan anak-anak tetap diam, ingin melompat dari jendela tapi ruang kerjaku berada di lantai dua. Kini, kami semua hany
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
lama amat dari kemarin ditunggu" gda lanjutan nya
goodnovel comment avatar
lina ardiana
aw aw aw....pengen ta gigit tuh bibir si arjuna wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
jatuh cinta kli sikap sok romantis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 44

    "Dada aku sakit, Mas. Sesek banget," kataku seraya menekan dada menahan sakit yang sebenarnya sudah mulai berkurang."Aku panggil dokter dulu. Kamu sabar ya, Rin." Dia berjalan menjauh dariku, membuka pintu kamar rawat inap dan tidak lama kemudian kembali bersama seorang perempuan beralmamater putih."Saya periksa dulu, ya, Mbak?" Dokter mulai memeriksa keadaanku, mengecek tekanan darah serta detak jantung. "Insya Allah Mbak Rini baik-baik saja, hanya perlu banyak-banyak istirahat dan tidak boleh stres," terangnya kemudian.Arjuna terlihat menghela napas lega. Mata elang lelaki bertubuh tinggi besar itu tidak pernah lepas dari wajahku, terus memindai dengan mimik aneh, membuat diri ini sedikit takut kalau dia mencurigai aku sedang bersandiwara."kamu kenapa, Mas? Kok ekspresinya aneh begitu?" tanyaku seraya balik menatap wajah Arjuna."Enggak, Rin. Apa kamu benar-benar baik-baik saja?" dia balik bertanya."Iya, Mas. Aku

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 45

    Hari ini, pihak rumah sakit sudah mengizinkan aku pulang ke rumah karena keadaanku sudah semakin membaik dan sesak di dada sudah tidak lagi aku rasakan.Arjuna dan Tante Dewi sudah datang pagi-pagi sekali ingin menjemputku sebab Om Risman dan Mbak Neti sedang ada urusan sendiri.Aku juga bingung. Entah mengapa kedua orang kepercayaanku malah tidak mau datang menjemput disaat aku berada di rumah sakit.Tapi sudahlah. Jangan pernah berharap lebih kepada manusia, karena manusia itu tempatnya khilaf juga dosa. Berharaplah selalu kepada Allah, seban hanya Dia Dzat yang tidak akan pernah membuat hamba-Nya kecewa.Mobil yang Arjuna kemudikan menepi di halaman rumah. Aku lihat Mbak Neti sedang sibuk di dalam rumah, dan perempuan berusia empat puluh tahun itu segera menghambur memelukku ketika melihat diri ini keluar dari dalam mobil."Ya Allah, Mbak Andar. Saya sudah khawatir banget sama keadaan Mbak Andar. Tadinya mau ke rumah sakit tapi kata Ma

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 46

    "Aku tidak bermaksud seperti itu, Mas," ucapanku pelan seraya terus menatap mobil Arjuna hingga menghilang dari pandangan.Segera mengambil ponsel dari dalam tas, mencoba mengirim pesan kepada Arjuna agar tidak ada salah paham diantara kita, namun, sepertinya nomerku telah diblokir olehnya. Biarlah. Nanti setelah masa idahku selesai aku akan datang ke rumah Tante Dewi dan menjelaskan semuanya.Memesan taksi online. Aku segera pulang ke rumah untuk mengistirahatkan badan serta pikiran. Baru selesai masalahku dengan Mas Hakam, sekarang malah mendapat masalah baru dengan Arjuna. Apakah Tuhan tidak bisa membiarkan sekali saja aku merasa bahagia?Astaghfirullahal'adzim...Kenapa malah menyalahkan Tuhan. Segala yang terjadi memang sudah digariskan dan sudah tercatat di lauhul mahfudz. Aku juga yakin skenario Allah lebih indah alurnya dan sebagai manusia hanya bisa memerankan dengan sebaik-baiknya hingga menemukan kebahagiaan pada akhirnya."Sud

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 47

    Ting!Sebuah notifikasi pesan masuk ke gawaiku. Dari Dahlia teman SMA-ku dulu. Ia memintaku untuk datang menemuinya di sebuah restoran. Aku segera menyambar kunci mobil dan melajukan kendaraan roda empatku menuju tempat yang dijanjikan. Sekalian cari suasana lain, siapa tahu bisa melupakan lara yang tengah bertahta."Assalamualaikum, Dahlia. Apa kabar?" sapaku sembari menyalami tangan perempuan berhijab panjang menjuntai itu dan bercipika-cipiki."Waalaikumussalam, Rin. Alhamdulillah aku sehat. Ya Allah, kamu cantik banget pake jilbab. Nggak nyangka Andarini yang selalu berpenampilan seperti preman sudah insaf dan hijrah!" Dia terkekeh.Aku mengerutkan bibir manja."Aku denger katanya kamu sudah bercerai sama Hakam ya, Rin?" "Sudah lama.""Sabar ya, Rin. Semoga Allah segera mengirimkan jodoh yang terbaik untuk kamu.""Aamiin."Kami bercengkrama panjang lebar membicarakan masa-masa sekolah dulu hin

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 48

    [Waalaikumussalam. Maaf, Dahlia. Untuk saat ini aku belum berpikir untuk kembali menjalin hubungan dengan siapa pun. Masih ingin sendiri dulu 🙏🙏] Balasku.[Tidak apa-apa, Rin. Aku maklum dan faham. Tapi besok jangan lupa main ke rumah mama aku ya. Soalnya lusa aku pulang ke Semarang. Masih kangen sama kamu, Rin][Oke. Insya Allah][👍👍]Aku kembali meletakkan gawai di atas meja. Melongok ke jalan raya berharap Arjuna datang untuk menepati janjinya malam ini. "Mbak Andar, sudah malam lho. Jangan duduk di teras sendirian. Nanti Mbak Andar masuk angin," ucap Mbak Neti pelan serta hati-hati. Mungkin takut menyinggung perasaanku sebab dia tahu kalau sebenarnya aku sedang menunggu kedatangan Arjuna.Menengok jam yang tertera di pojok layar gawai, aku segera beranjak sari kursi teras dan menutup pintu. Kecewa karena ternyata Arjuna hanya memberi harapan palsu.***Taksi daring yang aku tumpangi berhenti di depan se

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 49

    Come on, Rini. Bangun dari tidur kamu. Jangan terus memimpikan laki-laki yang sudah jelas-jelas sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Kamu harus bangkit meski harus kembali tertatih. Jalan kamu masih panjang. Tataplah lurus ke depan tanpa menoleh lagi ke belakang."Ehem!!" Aku terkesiap ketik mendengar wanita yang duduk di sebelahku berdeham. Pasti dia mengira kalau aku sedang memindai putranya karena kekaguman."Jangan diliatin terus, bukan mahram!" godanya seraya menatapaku kemudian beralih menatap wajah Bang Azhar yang sudah terlihat salah tingkah."Emm...sini Tante, piringnya biar Rini cuci." Mengalihkan perhatian dengan mengambil piring kotor yang ada di depannya dan membawanya ke belakang."Nggak usah repot-repot nyuci piring, Dek. Biar saya saja nanti." Aku menoleh mendengar suara berat Bang Azhar."Nggak apa-apa, Bang. Saya sudah biasa," dustaku, padahal selama ini hampir tidak pernah terjun secara langsung k

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 50

    "Bagaimana, Dek?" Dia menatapku sekilas dengan senyum penuh harap."Saya belum bisa putuskan sekarang, Bang. Maaf!" "Ya sudah. Tidak apa-apa. Dahlia sudah banyak cerita sama saya tentang siapa kamu dan entah mengapa saya langsung tertarik ingin mengenal lebih dekat sama kamu, Dek."Aku menarik kedua ujung bibir yang terasa kaku. Bingung harus menjawab apa. Intinya belum siap menjalani biduk rumah tangga kembali, apalagi dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Yah, walaupun kelihatannya dia laki-laki baik serta soleh, kita kan tidak tahu seberapa dalam hati seseorang. "Sudah sampai, Dek. Kamu hati-hati ya?" Aku melongo ketika mobil Bang Azhar sudah terparkir di depan butik. Ternyata sepanjang perjalanan aku malah melamun sampai-sampai tidak menyadari kalau perputaran keempat roda mobil milik lelaki asing itu sudah berhenti."Oh, iya, Bang. Terima kasih. Abang mau mampir dulu apa langsung jalan?" Berbasa-basi."Langsung ja

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 51

    "Itu calon suami kamu, Dev?" tanyaku seraya menatap laki-laki berperawakan tinggi besar yang tangah diapit oleh ayah Devi juga beberapa saksi."Iya, Mbak. Memangnya kenapa? Jelek ya?" Devi balik bertanya."Oh, enggak. Saya pikir Arjuna anaknya Tante Dewi."Devi terkekeh mendengar penuturan dariku. Dasar pegawai tidak ada akhlak. Nggak tahu apa seperti apa bapernya aku pas tahu dia mau menikah dengan pria bernama Arjuna."Nggak lucu!" sungutku."Cie...pantes saja dari kemarin aku perhatikan Mbak Andar itu sedih terus. Ini, toh, penyebabnya? Cemburu sama aku, karena dikira aku mau nikah sama Mas Juna." Dia kembali tertawa."Penganten, jaga imej!" Menyikut pinggang wanita dengan ronce melati di kepalanya itu."Mas Juna mana mau sama aku, Mbak. Beda kelas.""Hush! Gosah ngomongin kelas. Memangnya kita lagi sekolah?"Devi tersenyum dan memeluk tubuhku. Duh, yang sedang bahagia...***Selesa

Bab terbaru

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 69

    "Rini kenapa, Juna?" tanya Ibu terlihat panik saat melihatku sudah basah. "Buruan, ambilkan dia baju yang baru. Kamu istrinya basah begini bukannya diganti bajunya malah didiemin!""Tapi Juna panik, Bu. Makanya langsung panggil Ibu tanpa mikir ganti bajunya Rini dulu." Arjuna menjawab sambil mengayunkan kaki menuju lemari, mengambilkan daster yang baru dan membantuku menukar pakaian.Aku menggigit bibir ketika tiba-tiba rasa nyeri kembali menyerang. Rasanya luar biasa sekali sakitnya, lebih terasa dari yang aku rasakan tadi."Ayo kita ke klinik bersalin, Jun. Sepertinya istri kamu mau melahirkan!" ajak Ibu sambil membuka lemari pakaian bayi, memasukkan barang-barang yang dibutuhkan di klinik nanti ke dalam tas."Sakit, Mas!" pekikku sambil memeluk pinggang suami yang sedang berdiri tepat di depanku duduk.Wajah Arjuna terlihat sekali menegang. Dia terus saja membelai rambutku yang terikat rapi, menautkan kepala ini di perut roti sobeknya

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 68

    ***"Gendut, sudah makan belum?" Aku mengerucutkan bibir manja saat mendengar suami memanggilku gendut. Kayaknya dia seneng banget bikin istrinya ngambek. Dulu pengen liat aku gendut tapi, giliran perut ini sudah membukit, malah dia seneng banget memanggil gendut."Jangan cemberut, dong. Kamu itu gendut tapi menggemaskan. Bikin Babang Arjuna bertambah cinta. Kamu tau, setiap lagi kerja aku itu selalu inget sama kamu. Kangen banget rasanya kalo berjauh-jauhan!" Dia memelukku dari belakang dan menautkan dagunya di pundak."Habis Mas panggil aku gendut terus!""Itu panggilan sayang, Cantik.""Kamu jangan bikin mood istri kamu ancur terus kenapa sih, Juna. Istri kamu itu lagi hamil. Harus dibahagiakan. Orang seneng banget ledekin istrinya!" sungut Ibu membela seperti biasa."Iya, Deh. Yang udah punya mantu dan mau punya cucu. Sekarang aku dilupakan dan tersisih!" protes suami."Dasar baperan!" Ibu mencubit hidung A

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 67

    "Kamu mau ngapain bumil?" tegur Ibu ketika melihat aku sedang menyapu halaman."Nyapu, Bu. Bantuin Ibu," jawabku seraya melengkungkan bibir."Nggak boleh. Mulai sekarang kamu nggak boleh ngapa-ngapain. Semua pekerjaan biar Ibu yang pegang. Ibu nggak mau terjadi sesuatu sama calon cucu Ibu kalo kamu sampe kelelahan.""Ya enggak dong, Bu. Kan Rini cuma nyapu. Masa iya Rini suruh diem aja liat Ibu sibuk. Kayaknya nggak enak banget gitu Bu diliatinnya.""Pokoke nurut sama Ibu!"Aku menghela napas berat. Selalu saja begitu. Semenjak aku positif hamil, gerakkanku jadi di batasi. Nggak boleh ini, nggak boleh itu, semuanya dilarang oleh Ibu dan suami."Jangan melamun. Masih pagi. Mendingan jalan-jalan pagi saja sama aku yuk!" ajak suami seraya merentangkan tangan dan segera kusambut tangannya itu. "Bu, Juna ajak Rini jalan-jalan sebentar. Mau cari udara pagi!""Jangan jauh-jauh. Awas istri kamu kecapean!" "Siap, Komand

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 66

    ***Pagi-pagi sekali membantu Ibu menyapu halaman lalu mencuci piring. Semenjak menikah aku memang sering belajar melakukan pekerjaan rumah tangga, karena tidak mungkin mengandalkan ibu mertua terus. Apalagi Ibu itu termasuk orang yang tidak mau diam. Ada saja yang dikerjakan, dan dia selalu menolak jika kutawari jasa asisten rumah tangga. Dia hanya membayar buruh cuci dan setrika saja, sedangkan seperti beberes rumah dan memasak akan dia kerjakan sendiri."Capek, Cantik?" tanya suami seraya menyodorkan segelas teh hangat."Mayan. Tapi aku seneng bisa bantu Ibu." Menyeka keringat dengan lengan dan meneguk air beraroma melati yang disuguhkan suami."Kamu memang wanita luar biasa. Nggak salah aku memilih kamu jadi pendamping hidup. Insya Allah aku akan selalu menyayangi dan mencintai kamu sampai raga tidak lagi dikandung badan."Aku menerbitkan senyuman."Ternyata kamu bisa manis juga, Mas. Aku pikir setelah menikah bakalan tetep k

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 65

    "Mas, kamu mau makan dulu apa mau bagaimana? Aku sama Ibu tadi masak sayur asem sama bikin sambel pete. Enak deh!" ucapku mencoba menghilangkan rasa grogi yang bertengger dalam hati."Aku nggak lapar, Cantik. Aku maunya makan kamu!" Tangan kekar suami terulur mengusap lembut pipi ini, membuat aliran darahku melaju semakin kencang juga memanas seketika. "Aku mencintai kamu, Cantik," bisiknya lagi sambil menarik tubuhku dalam pelukannya."Kunci pintu dulu, Mas. Soalnya biasanya Ibu suka masuk ke dalam kamar kalau aku lagi sendirian. Ibu nggak tau 'kan kalau kamu sudah pulang?""Oke, Cantik." Dia beranjak dari duduknya lalu mengunci pintu dan kembali mendekat ke arahku.Aku mencoba bersikap biasa saja menghadapi perlakuan dari suami. Meski ini bukan yang pertama kali buatku, tetapi rasanya tidak kalah deg-degannya seperti saat baru menikah dengan Mas Hakam dulu."Apa aku boleh memiliki kamu seutuhnya, Andarini?" Suara Arjuna terdengar semaki

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 64

    Mematikan ponsel, meletakkannya sembarangan lalu membungkus tubuh dengan selimut.Aroma tubuh suami yang menempel di sprei serta sarung bantal membuat hati ini kian merindu, ingin segera bertemu dan menyerahkan segalanya kepada dia. Mungkin jika sudah melakukannya aku akan dianggap berarti dan tidak diabaikan seperti ini. "Rin, Sayang. Juna nelepon. Katanya mau bicara sama kamu." Aku terkesiap dan lekas membuka mata saat Ibu mengusap lembut bahuku yang tengah terlelap mengarungi samudera mimpi."Mas Juna nelepon? Ke nomer Ibu?" "Iya. Katanya nomer kamu nggak aktif. Ya sudah. Ibu keluar dulu." Perempuan berambut sebahu itu tersenyum dan segera berlalu dari hadapanku."Sayang, maaf ya. Suamimu lupa kalo udah punya istri. Seriusan. Makanya aku cuma ngabari Ibu dan nggak ngabari kamu!" Arjuna malah tertawa ngakak. Menyakitkan."Sudah biasa, Mas. Ya sudah kalau begitu aku mau tidur. Nggak usah ganggu!" "Jangan ngambek dong

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 63

    Aku membuka pintu perlahan lalu melongok menatap Arjuna yang sedang duduk menyandar di headboard dengan keadaan sudah bertelanjang dada, menunjukkan dada bidangnya yang terbentuk serta berotot itu."Mas!" panggilku ragu."Iya, Rin. Ada apa?" Dia menatap ke arahku dengan tatapan yang sulit sekali diartikan. Senyum kembali tergambar di bibir plum suami yang dulu selalu terlihat kaku di hadapanku."Sini dulu sebentar!" Aku melambaikan tangan."Oh! Kamu maunya main di kamar mandi?" Ish! Apa-apaan sih? Otaknya malah jadi mesum.Laki-laki berambut gondrong itu kemudian turun dari tempat tidur, menghampiri diriku yang tengah berdiri di dalam toilet dengan seringai aneh. Duh, kasihan sekali dia. Padahal dari tatapannya sudah terlihat jelas kalau dia ingin meminta haknya. Tapi apa mau dikata, tamu ini datang tak diundang tepat di malam pertama kami. "Ada apa, Cantik?" tanyanya dengan suara serak dan bergetar.

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 62

    "Hayo jalan, Calon istriku. Apa mau aku gendong?" ucap Arjuna seraya menoleh menatapaku."Gosah. Ngapain digendong. Keenakan kamunya nanti gendong-gendong anak orang!" sungutku kesal."Abis jalannya kaya keong emas. Lama banget, bikin calon suaminya tidak sabar liatnya!""Calon suami! Calon suami! Lagian, memangnya kita mau ke mana sih, Mas?""Toko perhiasan. Cari cincin buat mas kawin!""Mas, kamu ini seriusan mau nikahin aku?""Iya.""Tapi kalo aku nggak mau?""Maksa.""Jawabnya singkat amat, Mas."Dia menoleh sekilas dan menarik bibir sedikit. Mungkin kalo tersenyum lebih lebar takut susuknya lepas. Lagian orang ngaku calon suami tapi nggak ada senyum-senyumnya sama sekali, kaya orang dipaksa nikah. Padahal dia dan ibunya yang memaksa aku untuk segera dihalalkan."Kamu nggak bisa senyum apa, Mas?" protesku karena merasa bosan melihat ekspresi datar Arjuna. Padahal sering sekali aku

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 61

    Bukankah kamu tau hukumnya menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, Mas. Apa kamu nggak takut sampai Tante Dewi tau dan dia marah sama kamu!""Ibu tidak akan pernah tau. Dia tidak melihat apa yang sedang kita lakukan.""Tapi Allah melihat! Allah akan melaknat kamu!"Arjuna mengendurkan pelukannya dan menatap sendu wajah ini."Aku mohon, Rin. Batalkan pernikahan kamu dan Azhar. Menikahlah denganku, atau aku akan melakukannya sekarang juga supaya kamu terikat denganku!""Mas!! Kamu jangan nekat. Aku benci sama kamu Mas Juna. Benci!" Memukul-mukul dada laki-laki yang da di hadapanku, mendorong tubuhnya kemudian duduk sambil memeluk lutut di pojok ruangan sambil menangis. Kecewa dengan kelakuan Arjuna, juga bimbang karena jujur dalam hati hanya dia yang aku cinta. Bukan Bang Azhar."Rin, kenapa melamun?" Tangan kekar itu terulur dan menyentuh lembut bahuku."Jangan sentuh lagi! Aku mohon!" sentakku spontan. "Aku tidak akan

DMCA.com Protection Status