Share

Part 48

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

[Waalaikumussalam. Maaf, Dahlia. Untuk saat ini aku belum berpikir untuk kembali menjalin hubungan dengan siapa pun. Masih ingin sendiri dulu 🙏🙏] Balasku.

[Tidak apa-apa, Rin. Aku maklum dan faham. Tapi besok jangan lupa main ke rumah mama aku ya. Soalnya lusa aku pulang ke Semarang. Masih kangen sama kamu, Rin]

[Oke. Insya Allah]

[đź‘Ťđź‘Ť]

Aku kembali meletakkan gawai di atas meja. Melongok ke jalan raya berharap Arjuna datang untuk menepati janjinya malam ini.

"Mbak Andar, sudah malam lho. Jangan duduk di teras sendirian. Nanti Mbak Andar masuk angin," ucap Mbak Neti pelan serta hati-hati. Mungkin takut menyinggung perasaanku sebab dia tahu kalau sebenarnya aku sedang menunggu kedatangan Arjuna.

Menengok jam yang tertera di pojok layar gawai, aku segera beranjak sari kursi teras dan menutup pintu. Kecewa karena ternyata Arjuna hanya memberi harapan palsu.

***

Taksi daring yang aku tumpangi berhenti di depan se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 49

    Come on, Rini. Bangun dari tidur kamu. Jangan terus memimpikan laki-laki yang sudah jelas-jelas sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Kamu harus bangkit meski harus kembali tertatih. Jalan kamu masih panjang. Tataplah lurus ke depan tanpa menoleh lagi ke belakang."Ehem!!" Aku terkesiap ketik mendengar wanita yang duduk di sebelahku berdeham. Pasti dia mengira kalau aku sedang memindai putranya karena kekaguman."Jangan diliatin terus, bukan mahram!" godanya seraya menatapaku kemudian beralih menatap wajah Bang Azhar yang sudah terlihat salah tingkah."Emm...sini Tante, piringnya biar Rini cuci." Mengalihkan perhatian dengan mengambil piring kotor yang ada di depannya dan membawanya ke belakang."Nggak usah repot-repot nyuci piring, Dek. Biar saya saja nanti." Aku menoleh mendengar suara berat Bang Azhar."Nggak apa-apa, Bang. Saya sudah biasa," dustaku, padahal selama ini hampir tidak pernah terjun secara langsung k

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 50

    "Bagaimana, Dek?" Dia menatapku sekilas dengan senyum penuh harap."Saya belum bisa putuskan sekarang, Bang. Maaf!" "Ya sudah. Tidak apa-apa. Dahlia sudah banyak cerita sama saya tentang siapa kamu dan entah mengapa saya langsung tertarik ingin mengenal lebih dekat sama kamu, Dek."Aku menarik kedua ujung bibir yang terasa kaku. Bingung harus menjawab apa. Intinya belum siap menjalani biduk rumah tangga kembali, apalagi dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Yah, walaupun kelihatannya dia laki-laki baik serta soleh, kita kan tidak tahu seberapa dalam hati seseorang. "Sudah sampai, Dek. Kamu hati-hati ya?" Aku melongo ketika mobil Bang Azhar sudah terparkir di depan butik. Ternyata sepanjang perjalanan aku malah melamun sampai-sampai tidak menyadari kalau perputaran keempat roda mobil milik lelaki asing itu sudah berhenti."Oh, iya, Bang. Terima kasih. Abang mau mampir dulu apa langsung jalan?" Berbasa-basi."Langsung ja

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 51

    "Itu calon suami kamu, Dev?" tanyaku seraya menatap laki-laki berperawakan tinggi besar yang tangah diapit oleh ayah Devi juga beberapa saksi."Iya, Mbak. Memangnya kenapa? Jelek ya?" Devi balik bertanya."Oh, enggak. Saya pikir Arjuna anaknya Tante Dewi."Devi terkekeh mendengar penuturan dariku. Dasar pegawai tidak ada akhlak. Nggak tahu apa seperti apa bapernya aku pas tahu dia mau menikah dengan pria bernama Arjuna."Nggak lucu!" sungutku."Cie...pantes saja dari kemarin aku perhatikan Mbak Andar itu sedih terus. Ini, toh, penyebabnya? Cemburu sama aku, karena dikira aku mau nikah sama Mas Juna." Dia kembali tertawa."Penganten, jaga imej!" Menyikut pinggang wanita dengan ronce melati di kepalanya itu."Mas Juna mana mau sama aku, Mbak. Beda kelas.""Hush! Gosah ngomongin kelas. Memangnya kita lagi sekolah?"Devi tersenyum dan memeluk tubuhku. Duh, yang sedang bahagia...***Selesa

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 52

    "Bagaimana, Dek?" tanyanya lagi."Bang, sorry. Memangnya harus dijawab sekarang?" "Adek masih ragu sama abang?""Kita baru mengenal dan baru bertemu. Aku belum yakin juga masih trauma dengan kegagalan. Sebab menikah dengan orang yang sudah aku kenal saja dikhianati, apalagi dengan orang yang baru bertemu. Aku takut kembali jatuh dan terpuruk. Sudah terlalu dalam luka di hati karena dikecewakan orang yang aku sayangi, dan sepertinya untuk kembali melangkah ke jenjang pernikahan aku belum berani. Aku belum siap," lirihku seraya menahan air mata yang sudah menggelayut di pelupuk, mengingat pengkhianatan yang dilakukan Mas Hakam dulu."Abang akan menunggu sampai kamu siap, Dek. Kita bisa mengenal dekat satu sama lain. Bismillah, Dek. Insya Allah Abang tidak akan pernah melakukan hal seperti itu sama Adek. Abang janji akan setia sama Adek." Bang Azhar terus saja menyakinkan."Kenapa tidak mencari yang lain saja, Bang. Takutnya aku tidak siap

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 53

    "Dek, hari ini jadi fitting baju pengantin?" tanya Bang Azhar melalui sambungan telepon."Kalau Abang nggak sibuk adek mah hayu aja, Bang!" Aku menjawab malas. Mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur mengiyakan dan menerima lamaran Bang Azhar."Ya sudah, Adek siap-siap. Sekarang Abang meluncur ke sana jemput kamu.""Ok, Bang."Dia mengakhiri sambungan telepon setelah mengucapkan salam.Dengan langkah gontai berjalan menuju lemari, mengambil gamis dengan motif bunga-bunga besar serta kerudung polos berwarna senada lalu lekas mengenakannya.Lama kupandangi pantulan diriku di cermin. Aku masih muda juga cantik dan berhak mendapatkan kebahagiaan serta pendamping hidup yang baik.Allah sudah mengirimkan jodoh dengan kriteria yang selalu kusebutkan dalam doa. Tampan, mapan, soleh, hampir mendekati sempurna. Harusnya aku bersyukur dan tidak boleh merasa ragu dengan apa yang telah digariskan Tuhan untuk diriku. Kurang apa Bang Azhar. Selain kepribadiannya yang baik, dia juga mau bersabar menunggu

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 54

    "Kalian memang calon pasangan pengantin yang serasi. Perempuannya cantik, laki-lakinya tampan. Sempurna!" Puji Mbak Rania lagi."Tapi perempuan paling cantik di dunia ini hanya kamu, Umm." Tiba-tiba Bang Hamzah--suami Mbak Rania muncul dan mencium pipi istrinya, mengelus perut perempuan berhijab panjang menjuntai itu memerkan kemesraan di hadapan kami.Aku dengar cerita dari Tante Nafsiah juga kalau dulu sebelum menikah dengan Bang Hamzah Mbak Rania harus melewati serangkaian cobaan hidup. Dia ditalak saat hamil oleh suaminya karena difitnah telah berzina sebelum menikah, dan yang lebih menyakitkan lagi Mas Azis suami Mbak Rania yang pertama tidak mau mengakui kalau dia ayah dari anak yang ada di dalam kandungan Mbak Rania.Aku harus bisa bangkit seperti dia dan mendapatkan kebahagiaan yang baru.Bismillah... Semoga kelak bisa seperti mereka berdua. Romantis, harmonis apalagi jika nanti Allah memberiku kesempatan mengandung seorang anak. Ah, tiba-

  • Silakan Ambil Suamiku    POV Arjuna

    Kembali mengancing baju, berjalan menjauh meninggalkan Rini yang sedang menangis di pojok ruangan sambil memeluk lututnya. Aku harap setelah pembuktian cinta ini dia mengerti bahwa aku begitu mencintai dia walaupun tidak bisa menguraikannya dengan kata.Tangis wanita itu mendominasi ruangan yang begitu besar serta sepi karena hanya dihuni oleh dia dan asisten rumah tangganya.Sekali lagi menoleh menatap perempuan berkulit putih cenderung pucat itu, tidak tega melihat tubuhnya yang gemetar dan masih terisak di pojokkan ruangan.Maaf karena aku sudah menyakiti hati kamu, Rini. Tapi setidaknya setelah kejadian malam ini kamu mengerti betapa aku mencintaimu dan menginginkan kamu.Sambil menahan rasa sesak di dada keluar dari rumah Andarini, menerobos hujan lalu masuk ke dalam mobil terus mengawasinya dari luar. Hingga pagi menyapa dan kulihat Mbak Neti kembali ke rumah Rini, diantar oleh laki-laki yang mungkin suami asisten rumah tangga di rumah itu.

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 56

    #AndariniPonsel yang tergeletak di atas kasur terdengar berbunyi nyaring. Aku berjingkat kaget dan segera menyambar benda pipih persegi berukuran enam inci itu, melihat siapa yang memanggilku pagi-pagi seperti ini. Bang Azhar.Kenapa dia memanggilku dengan panggilan video? Padahal selama ini dia tidak pernah melakukan hal seperti itu. Takut zina mata karena melihat kecantikan aku. Itulah yang dikatakannya selalu.Tanpa melepas pakaian shalat kugeser ikon hijau. Menayapa si penelepon dengan salam sambil berusaha mengulas senyum walaupun masih ada duka dalam hati mengingat apa yang terjadi dan dilakukan Arjuna kemarin malam."Baru selesai solat, Dek?" tanya calon suami dengan senyum merekah indah di bibirnya."Iya, Bang. Abang udah mau jalan?" Berbasa-basi."Hu'um. Doain Abang ya, Dek.""Pasti, Bang. Adek doakan semoga Abang selamat sampai tujuan dan cepet pulang lagi ke tanah air.""Aamiin, Sayang.""Om

Bab terbaru

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 69

    "Rini kenapa, Juna?" tanya Ibu terlihat panik saat melihatku sudah basah. "Buruan, ambilkan dia baju yang baru. Kamu istrinya basah begini bukannya diganti bajunya malah didiemin!""Tapi Juna panik, Bu. Makanya langsung panggil Ibu tanpa mikir ganti bajunya Rini dulu." Arjuna menjawab sambil mengayunkan kaki menuju lemari, mengambilkan daster yang baru dan membantuku menukar pakaian.Aku menggigit bibir ketika tiba-tiba rasa nyeri kembali menyerang. Rasanya luar biasa sekali sakitnya, lebih terasa dari yang aku rasakan tadi."Ayo kita ke klinik bersalin, Jun. Sepertinya istri kamu mau melahirkan!" ajak Ibu sambil membuka lemari pakaian bayi, memasukkan barang-barang yang dibutuhkan di klinik nanti ke dalam tas."Sakit, Mas!" pekikku sambil memeluk pinggang suami yang sedang berdiri tepat di depanku duduk.Wajah Arjuna terlihat sekali menegang. Dia terus saja membelai rambutku yang terikat rapi, menautkan kepala ini di perut roti sobeknya

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 68

    ***"Gendut, sudah makan belum?" Aku mengerucutkan bibir manja saat mendengar suami memanggilku gendut. Kayaknya dia seneng banget bikin istrinya ngambek. Dulu pengen liat aku gendut tapi, giliran perut ini sudah membukit, malah dia seneng banget memanggil gendut."Jangan cemberut, dong. Kamu itu gendut tapi menggemaskan. Bikin Babang Arjuna bertambah cinta. Kamu tau, setiap lagi kerja aku itu selalu inget sama kamu. Kangen banget rasanya kalo berjauh-jauhan!" Dia memelukku dari belakang dan menautkan dagunya di pundak."Habis Mas panggil aku gendut terus!""Itu panggilan sayang, Cantik.""Kamu jangan bikin mood istri kamu ancur terus kenapa sih, Juna. Istri kamu itu lagi hamil. Harus dibahagiakan. Orang seneng banget ledekin istrinya!" sungut Ibu membela seperti biasa."Iya, Deh. Yang udah punya mantu dan mau punya cucu. Sekarang aku dilupakan dan tersisih!" protes suami."Dasar baperan!" Ibu mencubit hidung A

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 67

    "Kamu mau ngapain bumil?" tegur Ibu ketika melihat aku sedang menyapu halaman."Nyapu, Bu. Bantuin Ibu," jawabku seraya melengkungkan bibir."Nggak boleh. Mulai sekarang kamu nggak boleh ngapa-ngapain. Semua pekerjaan biar Ibu yang pegang. Ibu nggak mau terjadi sesuatu sama calon cucu Ibu kalo kamu sampe kelelahan.""Ya enggak dong, Bu. Kan Rini cuma nyapu. Masa iya Rini suruh diem aja liat Ibu sibuk. Kayaknya nggak enak banget gitu Bu diliatinnya.""Pokoke nurut sama Ibu!"Aku menghela napas berat. Selalu saja begitu. Semenjak aku positif hamil, gerakkanku jadi di batasi. Nggak boleh ini, nggak boleh itu, semuanya dilarang oleh Ibu dan suami."Jangan melamun. Masih pagi. Mendingan jalan-jalan pagi saja sama aku yuk!" ajak suami seraya merentangkan tangan dan segera kusambut tangannya itu. "Bu, Juna ajak Rini jalan-jalan sebentar. Mau cari udara pagi!""Jangan jauh-jauh. Awas istri kamu kecapean!" "Siap, Komand

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 66

    ***Pagi-pagi sekali membantu Ibu menyapu halaman lalu mencuci piring. Semenjak menikah aku memang sering belajar melakukan pekerjaan rumah tangga, karena tidak mungkin mengandalkan ibu mertua terus. Apalagi Ibu itu termasuk orang yang tidak mau diam. Ada saja yang dikerjakan, dan dia selalu menolak jika kutawari jasa asisten rumah tangga. Dia hanya membayar buruh cuci dan setrika saja, sedangkan seperti beberes rumah dan memasak akan dia kerjakan sendiri."Capek, Cantik?" tanya suami seraya menyodorkan segelas teh hangat."Mayan. Tapi aku seneng bisa bantu Ibu." Menyeka keringat dengan lengan dan meneguk air beraroma melati yang disuguhkan suami."Kamu memang wanita luar biasa. Nggak salah aku memilih kamu jadi pendamping hidup. Insya Allah aku akan selalu menyayangi dan mencintai kamu sampai raga tidak lagi dikandung badan."Aku menerbitkan senyuman."Ternyata kamu bisa manis juga, Mas. Aku pikir setelah menikah bakalan tetep k

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 65

    "Mas, kamu mau makan dulu apa mau bagaimana? Aku sama Ibu tadi masak sayur asem sama bikin sambel pete. Enak deh!" ucapku mencoba menghilangkan rasa grogi yang bertengger dalam hati."Aku nggak lapar, Cantik. Aku maunya makan kamu!" Tangan kekar suami terulur mengusap lembut pipi ini, membuat aliran darahku melaju semakin kencang juga memanas seketika. "Aku mencintai kamu, Cantik," bisiknya lagi sambil menarik tubuhku dalam pelukannya."Kunci pintu dulu, Mas. Soalnya biasanya Ibu suka masuk ke dalam kamar kalau aku lagi sendirian. Ibu nggak tau 'kan kalau kamu sudah pulang?""Oke, Cantik." Dia beranjak dari duduknya lalu mengunci pintu dan kembali mendekat ke arahku.Aku mencoba bersikap biasa saja menghadapi perlakuan dari suami. Meski ini bukan yang pertama kali buatku, tetapi rasanya tidak kalah deg-degannya seperti saat baru menikah dengan Mas Hakam dulu."Apa aku boleh memiliki kamu seutuhnya, Andarini?" Suara Arjuna terdengar semaki

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 64

    Mematikan ponsel, meletakkannya sembarangan lalu membungkus tubuh dengan selimut.Aroma tubuh suami yang menempel di sprei serta sarung bantal membuat hati ini kian merindu, ingin segera bertemu dan menyerahkan segalanya kepada dia. Mungkin jika sudah melakukannya aku akan dianggap berarti dan tidak diabaikan seperti ini. "Rin, Sayang. Juna nelepon. Katanya mau bicara sama kamu." Aku terkesiap dan lekas membuka mata saat Ibu mengusap lembut bahuku yang tengah terlelap mengarungi samudera mimpi."Mas Juna nelepon? Ke nomer Ibu?" "Iya. Katanya nomer kamu nggak aktif. Ya sudah. Ibu keluar dulu." Perempuan berambut sebahu itu tersenyum dan segera berlalu dari hadapanku."Sayang, maaf ya. Suamimu lupa kalo udah punya istri. Seriusan. Makanya aku cuma ngabari Ibu dan nggak ngabari kamu!" Arjuna malah tertawa ngakak. Menyakitkan."Sudah biasa, Mas. Ya sudah kalau begitu aku mau tidur. Nggak usah ganggu!" "Jangan ngambek dong

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 63

    Aku membuka pintu perlahan lalu melongok menatap Arjuna yang sedang duduk menyandar di headboard dengan keadaan sudah bertelanjang dada, menunjukkan dada bidangnya yang terbentuk serta berotot itu."Mas!" panggilku ragu."Iya, Rin. Ada apa?" Dia menatap ke arahku dengan tatapan yang sulit sekali diartikan. Senyum kembali tergambar di bibir plum suami yang dulu selalu terlihat kaku di hadapanku."Sini dulu sebentar!" Aku melambaikan tangan."Oh! Kamu maunya main di kamar mandi?" Ish! Apa-apaan sih? Otaknya malah jadi mesum.Laki-laki berambut gondrong itu kemudian turun dari tempat tidur, menghampiri diriku yang tengah berdiri di dalam toilet dengan seringai aneh. Duh, kasihan sekali dia. Padahal dari tatapannya sudah terlihat jelas kalau dia ingin meminta haknya. Tapi apa mau dikata, tamu ini datang tak diundang tepat di malam pertama kami. "Ada apa, Cantik?" tanyanya dengan suara serak dan bergetar.

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 62

    "Hayo jalan, Calon istriku. Apa mau aku gendong?" ucap Arjuna seraya menoleh menatapaku."Gosah. Ngapain digendong. Keenakan kamunya nanti gendong-gendong anak orang!" sungutku kesal."Abis jalannya kaya keong emas. Lama banget, bikin calon suaminya tidak sabar liatnya!""Calon suami! Calon suami! Lagian, memangnya kita mau ke mana sih, Mas?""Toko perhiasan. Cari cincin buat mas kawin!""Mas, kamu ini seriusan mau nikahin aku?""Iya.""Tapi kalo aku nggak mau?""Maksa.""Jawabnya singkat amat, Mas."Dia menoleh sekilas dan menarik bibir sedikit. Mungkin kalo tersenyum lebih lebar takut susuknya lepas. Lagian orang ngaku calon suami tapi nggak ada senyum-senyumnya sama sekali, kaya orang dipaksa nikah. Padahal dia dan ibunya yang memaksa aku untuk segera dihalalkan."Kamu nggak bisa senyum apa, Mas?" protesku karena merasa bosan melihat ekspresi datar Arjuna. Padahal sering sekali aku

  • Silakan Ambil Suamiku    Part 61

    Bukankah kamu tau hukumnya menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, Mas. Apa kamu nggak takut sampai Tante Dewi tau dan dia marah sama kamu!""Ibu tidak akan pernah tau. Dia tidak melihat apa yang sedang kita lakukan.""Tapi Allah melihat! Allah akan melaknat kamu!"Arjuna mengendurkan pelukannya dan menatap sendu wajah ini."Aku mohon, Rin. Batalkan pernikahan kamu dan Azhar. Menikahlah denganku, atau aku akan melakukannya sekarang juga supaya kamu terikat denganku!""Mas!! Kamu jangan nekat. Aku benci sama kamu Mas Juna. Benci!" Memukul-mukul dada laki-laki yang da di hadapanku, mendorong tubuhnya kemudian duduk sambil memeluk lutut di pojok ruangan sambil menangis. Kecewa dengan kelakuan Arjuna, juga bimbang karena jujur dalam hati hanya dia yang aku cinta. Bukan Bang Azhar."Rin, kenapa melamun?" Tangan kekar itu terulur dan menyentuh lembut bahuku."Jangan sentuh lagi! Aku mohon!" sentakku spontan. "Aku tidak akan

DMCA.com Protection Status