"Ya sudah, ayo kira kesana," ajakku.Kami semua pun segera berangkat ke rumah sakit. Dan ternyata benar apa yang dikatakan Dokter, kalau Reni sedang ngedrop. Ia begitu lemah, membuat kami menjadi khawatir. Keadaannya saat ini sama seperti saat Bu Risma sebelum meninggal. Kemudian kami pun bertanya kepada Dokter, tentang kondisi Reni saat inuTapi menurut Dokter, Reni hanya menunggu keajaiban yang datang. Semoga saja Reni bisa pulih dan bisa bertaubat dulu sebelum meninggal. Semoga Reni dan kita semua, menjadi manusia yang husnul khotimah, aamiiin. Pada saat aku melihat Reni, yang berjuang sendirian, serta tidak ada satupun keluarga yang berada di sampingnya. Membuat aku pun merasa bersyukur, dengan keadaanku yang sekarang. Karena aku masih bisa berkumpul bersama keluarga, dalam keadaan sehat walafiat. Apalagi kini Mama dan juga Papaku, sudah bisa berjalan, walau masih menggunakan tongkat. Tetapi semuanya itu ada kemajuan, tidak seperti dulu yang selalu menggunakan kursi roda, sert
"Kenapa, Mas, kok kamu menyuruh aku untuk belajar bela diri sih," tanyaku."Iya, Mila, semua itu juga demi kebaikan kamu, supaya kamu bisa menjaga diri, apabila tiba-tiba kamu dicegat penjahat atau siapa pun yang berniat jahat sama kamu. Aku memberi saran seperti itu karena aku kan tidak selalu berada dua puluh empat jam menemani kamu," ungkap Mas Reynaldi. "Iya sih, Mas. Tapi siapa yang akan mengajariku tentang itu semua? Apa Mas punya guru karate, biar aku bisa belajar sama dia," tanyaku lagi.Aku bertanya, sambil menatap wajah Mas Reynaldi. Ternyata Mas Reynaldi juga sedang menatapku, sehingga tatapan kami pun bertemu. Aku merasa aneh dengan jantungku ini, kenapa pada saat kami bersitatap barusan, kok jantungku menjadi berdebar-debar tidak karuan?Padahal tadinya aku tidak merasakan itu semua. Apakah aku telah jatuh hati padanya? Aku juga tidak tahu, apa yang terjadi dengan perasaanku saat ini. Biarlah semua ini terjadi apa adanya karena semuanya akan terungkap juga, jika sudah sa
"Iya, Mila, calon ipar. Kok kamu sepertinya kaget begitu sih? Kenapa, Mila? Bukankah kalian ini sudah mempunyai hubungan spesial ya? Soalnya setiap hari jika aku bertemu Reynaldi, yang ia bahas itu tiada yang lain hanya kamu," ungkap Mbak Rika.Aku pun langsung melirik ke arah Mas Reynaldi. Aku meminta jawaban, atas apa yang diucapkan oleh Mbak Rika tersebut. Karena selama ini kami tidak mempunyai hubungan apa-apa, tetapi Mbak Rika menyebut aku, sebagai calon ipar adik sepupunya. Aku baru tahu, kalau ternyata Mbak Rika ini, adalah Kakak sepupu Mas Reynaldi. Pantas saja mereka terlihat akrab, sebab selain seorang guru bela diri, ia juga merupakan saudaranya Mas Reynaldi. Pantas saja, jika penampilannya juga berkelas, sebab mereka berdua ini, bukanlah dari keturunan orang biasa."Mbak, kamu kok membongkar kebiasaanku sih! Aku malu tau, Mbak. Karena Mila ini belum mau menjadi kekasihku. Ia sepertinya masih betah menjomblo," ungkap Mas Reynaldi. Apa yang diucapkannya, semuanya tidak se
"Mila, kok kamu malah memalingkan muka sih? Apa kamu tidak suka, dengan apa yang aku katakan?" tanya Mas Reynaldi."Bu-bukan begitu, Mas. Hanya saja ... aku merasa kurang pantas untuk menjadi pendampingmu, Mas. Apa yang akan dikatakan oleh kedua orang tua beserta keluarga besarmu nanti, kalau sampai aku bersanding dengan dirimu, Mas? Karena kamu tahu sendiri, kalau aku ini hanya seorang janda, sedangkan kamu masih perjaka," jawabku lugas.Aku tidak mau membohongi diriku sendiri, jadi aku berkata apa adanya. Apa yang aku rasa, maka itu yang aku ungkapkan. Aku berkata jujur kepada Mas Reynaldi, supaya ia tahu apa yang ada di dalam hatiku yang sesungguhnya. "Mila, kok kamu jauh banget sih mikirnya! Orang tuaku itu tidak seperti apa yang kamu kira kok, mereka itu baik serta memiliki pandangan terbuka. Mereka itu tidak berpikiran kolot, Mila. Makanya sekarang kamu kenalan saja dulu sama mereka. Biar kalian saling tau dan paham karakter masing-masing. Bukankah ada pepatah, tak kenal maka
"I-iya, Mas. Aku hanya terpesona, dengan keindahan taman bunganya. Pasti Mamanya Mas Reynaldi pecinta bunga ya? Soalnya banyak banget koleksi bunganya, tamannya pun sangat mempesona, hingga menjadikan rumah terasa nyaman dan terlihat indah dipandang mata," pujiku.Aku memuji keindahan taman bunga dan arsitektur rumah Mas Reynaldi, sebab memang benar-benar membuat aku merasa nyaman, saat berada di area rumah orang tua Mas Reynaldi tersebut. Selain itu apa yang aku katakan itu juga sebenarnya untuk menutupi rasa nerves, yang aku alami saat ini."Mila, jadi kamu juga penyuka bunga, sama seperti Mamaku ya?" Mas Reynaldi bertanya, sambil menatap wajahku dengan seksama, hingga membuat jantungku semakin berpacu dengan kencangnya. "Aku memang suka banget sama bunga, Mas. Waktu di rumahku dulu yang ada di komplek perumahan sana, halaman belakangnya sengaja aku bikin taman bunga, walau tidak sebesar taman bunga milik Mamamu ini," terangku mencoba membenarkan perkataanku."Oh ... ternyata kamu
"Maaf, Tante, tapi aku tidak bermaksud membuat hubungan Mas Reynaldi dan Maya hancur," ucapku, sambil menundukkan kepalaku."Haa ... haa ... haa, kamu itu kok lucu dan lugu sekali sih, Mila. Ngapain kamu meminta maaf, sama Tante. Toh kamu tidak ada salah dan tidak bersalah dalam masalah ini. Karena memang pada dasarnya, Rey itu memang tidak suka sama Maya. Jadi semuanya ini bukan karena kesalahan kamu," tutur Bu Septi.Ia malah menertawakan aku, yang menurutnya lugu serta terlihat lucu. Padahal apanya yang lucu? Justru aku merasa jantungan, saat melihat dan mendengar perkataannya tadi."Sudah, ayo duduk bareng Mama," ajak Bu Septi."Ia, Tante," sahutku."Jangan memanggil Tante dong, Mila. Tapi kamu harus memanggil Mama saja, biar sama seperti Rey," pintanya.Ia berkata, sambil merangkul pundakku. Perlakuannya ini sangat manis, seperti memperlakukan anaknya sendiri. Ternyata apa yang aku takutkan selama ini hanya perasaan aku saja, sebab sudah pernah merasa sakit hati diperlakukan bur
"Kamu jangan ngomong sembarangan, Maya. Aku ini nggak dipelet, atau diguna-guna sama Mila, tetapi aku murni mencintai dia. Aku juga tidak peduli, walaupun dia sudah menjadi janda," ungkap Mas Reynaldi."Kamu memang suka, Mas sama dia. Tapi bagaimana dengan Tante, memangnya Tante mau mempunyai menantu seorang janda?" tanya Maya.Aku, Bu Septi dan juga Pak Brata, hanya menjadi pendengar, saat Maya sedang berdebat dengan Mas Reynaldi."Maya, memangnya ada yang salah ya, jika aku menyukai seorang perempuan, yang berstatus janda?" tanya Mas Reynaldi lagi, sambil merubah posisi duduknya, yang tadinya terlihat santai kini berubah menjadi tegang."Ya salah dong, Mas. Kamu itu statusnya masih perjaka, masa iya harus mendapatkan perempuan, yang sudah menjadi janda. Dia itu sudah tidak bersegel, Mas. Masa iya sih kamu mau? Lagian ya, jadi perempuan kok nggak sadar diri banget, sudah tau dirinya janda, masih saja mau mendekati Mas Reynaldi yang masih bujangan. Dasar janda gat*l," sungut Maya me
Pov MayaNamaku Maya Kusuma Wardana, anak bungsu dari tiga bersaudara. Aku semenjak lahir telah menjadi piatu, Bundaku meninggal setelah melahirkanku karena pendarahan. Kedua Kakakku adalah laki-laki, yang pertama bernama Raka Kusuma Wardana dan kedua Alan Kusuma Wardana. Mereka berdua masing-masing telah diperintah Ayah untuk mengelola perusahaan sendiri. Karena Ayah memiliki banyak perusahaan, jadi kedua anak laki-lakinya pun harus ikut bertanggung jawab, mengelola dan membesarkan perusahaannya tersebut. Sedangkan aku tidak suka dengan semua itu, tetapi aku lebih suka berkecimpung di dunia modelling.Aku adalah anak dan adik kesayangan mereka, sebab aku anak dan adik perempuan satu-satunya. Sehingga apa pun yang aku mau mereka selalu menuruti keinginanku. Aku selalu di manja, baik itu oleh Ayah maupun oleh kedua kakakku. Aku juga tidak pernah dimarahi, kalau aku ketahuan sering gonta-ganti pasangan. Aku memang suka diperlakukan istimewa oleh pria, baik yang masing single atau tang
"Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw
"Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti
"Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes
"Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s
"Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R
"Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde
"Ya iya dong, Mas, aku ingin tau. Makanya aku bertanya sekarang," sahutku.Mas Reynaldi, kembali membuka sabuk pengamannya, kemudian langsung menghadapku."Baiklah, Mila, aku akan memberitahumu, kenapa aku tidak mengajarimu waktu itu. Aku menyuruh Mbak Rika yang mengajari kamu karena belum tentu juga kalau Mas yang mau mengajari kamu, kamunya mau. Apalagi waktu itu Mas sedang dalam tahap pendekatan sama kamu. Jadi Mas takut, kalau nantinya kamu malah tidak mau menerima Mas. Jadi Mas minta tolong saja sama Mbak Rika, beres kan," terang Mas Reynaldi."Oh, jadi seperti itu ya," "Hooh. Ya sudah, ayo kita pulang," ajaknya."Ayo," kataku.Setelah itu, Mas Reynaldi pun kembali memakai sabuk pengaman. Kemudian ia segera melajukan mobilnya membelah jalanan kota. Sedangkan mobilku, yang dibawa Pak Edi telah berangkat lebih dulu. "Mila, apa kamu tahu, siapa orang yang telah menyuruh ketiga pria tadi untuk menghadangmu," tanya Mas Reynaldi."Iya, Mas, aku tau,""Lalu siapa orang yang telah ber
Saat mereka bertiga akan menyentuhku, aku segera memberi mereka jurus, yang selama ini aku pelajari dari Mbak Rika. Ternyata benar-benar ada manfaatnya semua ini, sebab aku bisa membuat mereka bertiga kalah dan terjatuh satu-persatu. Maya pun terlihat kaget, saat melihat semuanya itu. Mungkin ia tidak menyangka, jika aku ternyata bisa bela diri. "Mila, ternyata kamu sekarang ada kemajuan ya. Kamu juga bahkan sudah bisa bela diri sekarang," ujar Maya."Kenapa, Mbak Maya? Apa kamu kaget melihat aku bisa bela diri, atau kamu takut menghadapiku?" tanyaku balik."Sombong kamu, Mila, kamu itu sekarang menyebalkan sekali. Lihat saja kamu, apa kamu sekarang bisa melawan ketiga anak buahku? Kalau memang kamu bisa, baru aku akan mengakui kalau kamu hebat," ujar Maya."Heh ... kalian bertiga, ayo kalian maju! Cepat tangkap perempuan ini, lalu bawa dia ke tempat yang sudah ditentukan! Aku percayakan semuanya kepada kalian, masa iya kalian bertiga harus kalah dengan seorang perempuan. Badan kali
"Mbak, maaf ya, bisa pindah nggak? Mbak, jangan tidur di jalan, soalnya menghalangi kendaraan yang mau melintas. Mbak bisa tidur di pinggir jalan biar aman," panggung.Tetapi ia tidak bergeming, Namun, saat aku mau mengecek keadaannya, ada tiga orang pria kekar yang menghampiriku. Mereka berhenti, kurang lebih dua meter dari tempat aku berdiri. Kemudian si perempuan yang tadi tergeletak pun bangun, bersamaan dengan suara tepuk tangan yang datang dari arah belakang tiga pria tadi.Kemudian tiga orang pria ini menyebar mengelilingiku, ia memberi jalan kepada orang yang bertepuk tangan tersebut. Namun, yang begitu mengejutkan buatku. Karena ternyata, orang yang bertepuk tangan tersebut adalah Maya. Seorang perempuan, yang bersikukuh ingin mendapatkan Mas Reynaldi."Mbak Maya" kataku, kaget."Iya, Mila, aku adalah Maya. Kenapa, kamu kaget melihatku?" tanya Mbak Maya.Ia bertanya kepadaku, sambil terus mendekatiku. Sampai kini kami berdiri dan saling berhadapan."Mbak, kenapa kamu ada di s