"Nanti saja, Mila, sekarang belum waktunya," ujarnya. Percakapan kami pun terhenti, saat tiba-tiba pelayan datang dan membawa makanan pesanan Dokter Reynaldi. Ternyata apa yang dipesan Dokter Reynaldi, sama persis dengan apa yang aku pesan. Rupanya kami berdua, memiliki selera yang sama soal makanan."Ayo kita makan dulu, perutku sudah keroncongan!" ajak Dokter Rey."Iya, Mas," sahutku.Setekah itu, aku menyeruput minumanku dulu, kemudian aku bersiap mendekatkan piring pesananku. Tetapi baru saja aku akan mengambil piring pesananku, Dokter Reynaldi malah pendahuluinya. Ia menukar makanannya, dengan makananku. Aku begitu kaget dengan perlakuannya ini, sebab dia begitu tiba-tiba tanpa berbicara apa-apa dulu kepadaku."Ini kamu makan yang ini aja, biar punyamu buat aku. Aku nggak suka makanan yang masih panas," ujarnya."Iya, Mas," sahutku.Entah benar atau tidaknya, ia tidak suka makanan yang masih panas, aku juga tidak tahu. Tetapi aku menghargai apa pun yang dilakukannya untukku. Saa
"Ah ... yang benar sih, Bi? Apaa benar Rumah sakit jiwa Persada kebakaran?" tanyaku tidak percaya."Iya, Non, ini buktinya," terang Bi Ratih.Ia pun memberikan handphonenya, kemudian aku melihat isi vidio, yang diputar di handphone Bi Ratih tersebut. Ternyata benar sia yang diharapkan Bi Ratih, kalau rumah sakit jiwa yang dihuni Mas Reno terbakar."Ini sih beneran, Bi, ujarku."Ya iya dong, Non. siapa bilang bohongan," sahutnya. Aku pun bertambah khawatir, takut apa yang aku pikirkan kejadian."Ini kejadiannya semalam kan, Bi? Biar aku minta Pak Taufik melihat dan memastikan, kalau Mas Reno masih berada di sana," terangku."Iya, Non, ngeri juga rasanya, jika ternyata orang gila yang kabur tersebut salah satunya adalah Den Reno. Terus ia membuat rusuh lagi," kata Bi Ratih.Ternyata kami sepemikiran, apa yang ditakutkan Bi Ratih sama dengan pemikiranku. Aku pun segera menelepon Pak Taufik, meminta supaya ia menyelidiki ketempat kejadian. Pak Taufik pun menyetujui perintahku.Setelah m
"Iya, Reno meninggal," sahut Pak Taufik."Ya ampun, kok tragis banget nasib mantan menantu kita, Pah. Mama nggak menyangka, dia akan meninggal dalam keadaan seperti itu. Mana keadaannya tidak waras lagi," ungkap Mama."Namanya juga takdir, Mah. Mana kita tau keadaan hidup kita seperti apa kedepannya, yang penting kita harus tetap berbuat baik, supaya kita meninggal dalam keadaan husnul khotimah," jawab Papa penuh degan pesan moral.Papa memang bijaksana, ia tidak pernah mau mengucapkan hal yang jelek-jelek, walaupun orang tersebut telah banyak merugikan dirinya. Setelah memberikan laporan tentang Mas Reno, Pak Taufik pamit. Aku pun masuk ke kamar, kebetulan hari ini week end jadi aku libur ngantor.Saat di dalam kamar, aku malah terus membayangkan Mas Reno. Aku tidak menyangka, dia akan meninggal secepat ini. Biar bagaimana pun kami telah lebih satu tahun bersama, jadi tetap merasa sedih ketika mendengar seperti itu.***"Bu, Mila mau pergi ke kantor ya. Tapi nggak usah di antar sama
"Bangun, kamu perempuan sialan," bentak seseorang, sambil mengguyur tubuhku.Aku yang baru tersadar pun kelabakan, ketika mendapat perlakuan seperti ini. Aku pun mau mengusap wajahku, tapi ternyata tidak bisa karena tanganku terikat. Aku pun melihat ke arah orang yang mengguyurku, ternyata itu adalah Mbak Wina. Ia berkacak pinggang, sambil tersenyum miring ke arahku.Aku melihat sekeliling, siapa tahu aku mengenal tempat ini, tetapi ternyata aku tidak tahu dimana aku sekarang. Aku pun mengingat kejadian sebelumnya, yang Membuatku pingsan, hingga berada di sini. Ternyata itu ulahnya Mbak Wina, tapi aku merasa sangsi, jika dia sendiri yang Membuatku begini.Aku merasa jika dia tidak seorang diri melakukan semua ini, tetapi mungkin juga dia melakukannya bersama dengan Bu Ratih dan juga Reni. Karena mereka bertiga adalah orang yang begitu membenciku, setelah Mas Reno berhasil aku penjarakan dan dia harus masuk rumah sakit jiwa, serta kini dinyatakan meninggal dunia."Mbak Wina, kenapa aku
"Bu, Mbak Wina, aku lapar," teriakku.Aku berteriak, saat perutku merasa sakit, akibat menahan haus dan lapar. Karena semenjak aku disiram kemarin oleh Mbak Wina, hingga saat ini aku tidak diberi apapun juga oleh mereka. Jangankan makanan, diberi minuman pun tidak.Aku benar-benar sedih, sebab baru kali ini aku merasakan kelaparan. Ternyata seperti ini yang namanya kelaparan, mungkin seperti ini juga yang dirasakan oleh orang-orang, yang kurang beruntung kehidupannya."Bu, Mbak, beri aku makan dan minum. Aku haus dan juga lapar," teriakku lagi.Tetapi percuma, sebab tidak ada satu orang pun diantara mereka yang menyahut teriakanku. Hanya suaraku yang terus menggema di ruangan lembab ini. Aku terus-menerus berusaha, aku tidak putus asa. Aku terus berteriak, sambil menggerakan kaki dan tangan, siapa tahu ikatannya bisa terlepas.Tapi alih-alih terlepas, ikatan malah serasa semakin mengencang. Tenagaku malah terasa begitu terkuras, dengan apa yang aku lakukan ini. Mereka begitu tega meny
"Iya, Mbak, sebentar ya," sahutku.Aku pun segera membuka pintu kamar mandi, kemudian keluar dari sana. Saat aku membuka pintu kamar mandi, ternyata Mbak Wina sudah berkacak pinggang di depan pintu kamar mandi tersebut."Kamu ini mau ngerjain aku ya, Mila. Bikin kesel aja," sungutnya."Maaf, Mbak, tadi perut aku bener-bener sakit," sahutku, walau pun itu bohong."Ah, ngeles saja kamu," ujarnya.Kemudian ia pun kembali mengikat kedua tanganku ke belakang. Saat ia sedang mengikat tanganku, aku memperhatikan ruang lingkup tempat penyekapan ini. Aku mencari posisi pintu depan dan juga pintu belakang. Jadi jika nanti ada kesempatan bagus untuk kabur, aku sudah tahu dimana posisi kedua pintu tersebut. Aku tadinya menyangka, kalau aku disekap di rumah Bu Risma, atau di rumah Mbak Wina. Tapi saat aku melihat ruangannya, ternyata aku juga merasa asing dengan rumah ini. Karena ternyata tempat ini bukanlah rumah Bu Risma, maupun rumah Mbak Wina seperti yang ada dalam dugaanku."Ayo jalan, nga
"Ada apa sih? Ngapain kalian begitu mengkhawatirkan aku?" tanya seorang pria, yang suaranya mirip dengan pria misterius itu."Mas Reno, kamu itu habis dari mana sih?kami semua khawatir tau sama kamu," kini terdengar suara Mbak Wina yang bertanya.Aku begitu terkejut, saat mendengar Mbwk Wina memanggil nama Mas Reno. Ternyata benar, kalau Mas Reno itu masih hidup. Tapi jika Mas Reno masih hidup, terus siapa yang menjadi korban meninggal di rumah sakit jiwa kemarin? Kok semua ciri-cirinya mirip seperti Mas Reno, apa semua ini cuma rekayasa doang? Aku mendengar dari pembicarannya, Mas Reno juga tidak seperti orang gila pada umumnya. Ia berbicara normal serta nyambung, tidak seperti orang yang tidak waras. Tetapi kenapa kemarin Bu Risma nangis-nangis meminta pertanggung jawaban padaku, bahkan ia juga menyalahkan aku atas semua yang terjadi pada anaknya. Tetapi ternyata, anaknya itu baik-baik saja. Ia tidak gila, tidak juga meninggal dunia. Aku merasa benar-benar tertipu, telah merasa pr
"Reni, tolong kamu tutup dulu matanya, si Mila! Jangan lupa, tutup yang rapat dan jangan sampai ia bisa melihatnya," perintah Bu Risma kepada anak perempuannya."Iya, Bu, sahur Reni.Ia mengikuti intruksi, yang diberikan oleh ibunya. Reni menutup mataku serapat mungkin, seperti yang diminta Ibunya. Sehingga aku benar-benar tidak bisa melihat, entah mereka mendapat ide dari mana untuk melakukan kriminal seperti ini. Setelah itu, aku disuruh jalan sambil dituntun entah oleh siapa. Aku pun mengikuti apa yang diminta, tanpa mau melawannya untuk saat ini dan dalam keadaan seperti ini. Bukan karena aku takut, tetapi demi untuk menyelamatkan diri. Karena walau kami sesama perempuan, tetapi jumlah kami berbeda jauh. Aku hanya sendirian, sedangkan mereka bertiga. Ditambah lagi ada Mas Reno, yang membuat pertahanan mereka semakin kuat."Ayo naik," perintah Mbak Wina. "Naik ke mana, Mbak? Aku kan tidak bisa melihatnya," tanyaku."Di depan kamu ada mobil, pintunya juga sudah terbuka. Ayo langk
"Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw
"Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti
"Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes
"Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s
"Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R
"Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde
"Ya iya dong, Mas, aku ingin tau. Makanya aku bertanya sekarang," sahutku.Mas Reynaldi, kembali membuka sabuk pengamannya, kemudian langsung menghadapku."Baiklah, Mila, aku akan memberitahumu, kenapa aku tidak mengajarimu waktu itu. Aku menyuruh Mbak Rika yang mengajari kamu karena belum tentu juga kalau Mas yang mau mengajari kamu, kamunya mau. Apalagi waktu itu Mas sedang dalam tahap pendekatan sama kamu. Jadi Mas takut, kalau nantinya kamu malah tidak mau menerima Mas. Jadi Mas minta tolong saja sama Mbak Rika, beres kan," terang Mas Reynaldi."Oh, jadi seperti itu ya," "Hooh. Ya sudah, ayo kita pulang," ajaknya."Ayo," kataku.Setelah itu, Mas Reynaldi pun kembali memakai sabuk pengaman. Kemudian ia segera melajukan mobilnya membelah jalanan kota. Sedangkan mobilku, yang dibawa Pak Edi telah berangkat lebih dulu. "Mila, apa kamu tahu, siapa orang yang telah menyuruh ketiga pria tadi untuk menghadangmu," tanya Mas Reynaldi."Iya, Mas, aku tau,""Lalu siapa orang yang telah ber
Saat mereka bertiga akan menyentuhku, aku segera memberi mereka jurus, yang selama ini aku pelajari dari Mbak Rika. Ternyata benar-benar ada manfaatnya semua ini, sebab aku bisa membuat mereka bertiga kalah dan terjatuh satu-persatu. Maya pun terlihat kaget, saat melihat semuanya itu. Mungkin ia tidak menyangka, jika aku ternyata bisa bela diri. "Mila, ternyata kamu sekarang ada kemajuan ya. Kamu juga bahkan sudah bisa bela diri sekarang," ujar Maya."Kenapa, Mbak Maya? Apa kamu kaget melihat aku bisa bela diri, atau kamu takut menghadapiku?" tanyaku balik."Sombong kamu, Mila, kamu itu sekarang menyebalkan sekali. Lihat saja kamu, apa kamu sekarang bisa melawan ketiga anak buahku? Kalau memang kamu bisa, baru aku akan mengakui kalau kamu hebat," ujar Maya."Heh ... kalian bertiga, ayo kalian maju! Cepat tangkap perempuan ini, lalu bawa dia ke tempat yang sudah ditentukan! Aku percayakan semuanya kepada kalian, masa iya kalian bertiga harus kalah dengan seorang perempuan. Badan kali
"Mbak, maaf ya, bisa pindah nggak? Mbak, jangan tidur di jalan, soalnya menghalangi kendaraan yang mau melintas. Mbak bisa tidur di pinggir jalan biar aman," panggung.Tetapi ia tidak bergeming, Namun, saat aku mau mengecek keadaannya, ada tiga orang pria kekar yang menghampiriku. Mereka berhenti, kurang lebih dua meter dari tempat aku berdiri. Kemudian si perempuan yang tadi tergeletak pun bangun, bersamaan dengan suara tepuk tangan yang datang dari arah belakang tiga pria tadi.Kemudian tiga orang pria ini menyebar mengelilingiku, ia memberi jalan kepada orang yang bertepuk tangan tersebut. Namun, yang begitu mengejutkan buatku. Karena ternyata, orang yang bertepuk tangan tersebut adalah Maya. Seorang perempuan, yang bersikukuh ingin mendapatkan Mas Reynaldi."Mbak Maya" kataku, kaget."Iya, Mila, aku adalah Maya. Kenapa, kamu kaget melihatku?" tanya Mbak Maya.Ia bertanya kepadaku, sambil terus mendekatiku. Sampai kini kami berdiri dan saling berhadapan."Mbak, kenapa kamu ada di s