Akhirnya tiba waktu yang telah ditentukan, Nadin mulai mengepak barangnya untuk pindah ke kost di ibu kota, ia tidak mungkin melakukan perjalanan dari rumah ke kantor setiap hari karena jaraknya cukup jauh, jadi ia menyewa kost yang dekat dengan perusahaan Bramasta.
Ia begitu bersemangat masuk kerja di hari pertamanya. Begitu tiba di pelataran kantor ia berhenti untuk mengamati sekitar, ia takjub melihat bangunan bersusun yang menjulang tinggi di hadapannya, jika melihatnya dari bawah, bangunan itu seperti menyentuh langit, mengingat dirinya akan bekerja di dalam bangunan itu membuatnya merasa gugup.Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya perlahan, setelah itu ia melangkah dengan bangga memasuki pintu utama, beberapa satpam berdiri di sekitar pintu utama tersebut, pakaian mereka tampak elegan, tidak seperti satpam dengan seragam putih hitamnya disertai tongkatnya di perusahaan sebelumya.Sepertinya mereka tau kalau Nadin adalah orang baru yang memasuki kantor, sebab salah satunya datang menghampiri Nadin."Selamat pagi, Kalau boleh tau anda siapa dan apa tujuan anda?" Ucap satpam itu. Nadin memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuannya, Nadin juga memperlihatkan beberapa lembar kerja sama dan berkas kepindahannya. Sekuriti itu tampak mengerti."Anda pasti belum bisa masuk karena tidak memiliki ID card perusahaan kami, karena itu saya akan membantu anda" ucap satpam, ia membimbing Nadin."Keren sekali, berasa sedang main filem saja" ucap Nadin dalam hati, ia sungguh merasa takjub."Baik Pak" ucap Nadin, ia melihat satpam itu menempelkan kartu di pintu masuk, saat pintu terbuka ia mempersilahkan Nadin masuk.Nadin masih bingung harus kemana, akhirnya ia bertanya kepada resepsionis, salah satu petugas di meja resepsionis menyuruhnya ke ruangan SDM, Nadin pun menurut, ketika ia menemukan ruangan SDM, ia kembali diminta langsung ke ruang CEO."Tidak mungkin, saya hanya karyawan biasa, tolong jelaskan saja apa yang harus saya lakukan dan dimana ruangan saya" ucap Nadin tidak percaya."Anda direkrut secara langsung oleh CEO kami, jadi pekerjaan anda akan diatur olehnya." Jelas kepala bagian SDM di perusahaan itu."Oh begitu" ucap Nadin sedikit bingung."Silahkan ikuti staf kami, dia akan menunjukkan ruangan CEO kami" ucapnya lagi, seseorang menyapa Nadin dengan ramah, ia meminta Nadin mengikutinya.Nadin mengikuti orang itu yang sedang menuju lift, Nadin kembali kaget karena ia menuju lift khusus VIP, tapi Nadin tidak protes, ketika lift terbuka mereka memasuki lift, Nadin melihat orang itu menekan tombol paling akhir, itu artinya ruangan CEO terletak di lantai paling atas, mereka akhirnya sampai didepan ruangan CEO yang interiornya lebih mewah dari ruangan- ruangan yang ia temui sebelumnya, ia merasa gugup tapi ia lebih penasaran seperti apakah rupa orang yang bisa menempati ruangan semewah ini."Silahkan masuk, pintu sudah dibuka, tinggal memutar kenopnya saja" ucap orang yang membimbing Nadin, sebelumnya ia menemui petugas yang duduk di depan pintu CEO."Baik" ucap Nadin. Ia lalu membuka pintu, ia masuk dengan hati-hati, saat menoleh ke arah meja, betapa terkejutnya ia melihat orang yang sedang duduk di sana, sepertinya ia sudah menanti kedatangannya, ia menyambut Nadin dengan menyeringai tajam."Selamat datang, Nadin!" Sapanya tampak angkuh. Nadin diam tanpa berkedip di tempatnya, ia tidak pernah menyangka Ronald adalah seorang CEO perusahaan terbesar di kota itu, ia melihat papan pengenal yang tampak berkilau di meja kerja mewah di ruangan itu, tertulis nama Ronald Bramasta di sana.Lalu untuk apa dia mengunjungi kantor kecil di kota kecilnya, yang jika dibaratkan seperti gajah dan semut. Ia juga teringat saat ia menamparnya, itu artinya ia menampar seorang CEO? Lengkap sudah, ia sudah memprediksi bencana apa yang akan menghampirinya. Harusnya ia menuruti saja ibunya. Berbagai pertanyaan dan penyesalan muncul di otaknya secara bersamaan."Maaf, sepertinya saya salah masuk" hanya itu yang ia bisa katakan, otaknya berhenti berpikir tentang ide. Ia hanya ingin segera keluar dari tempat seram itu, bahkan kemewahan dan kemegahan tempat itu berubah menjadi ancaman."Kamu tidak salah masuk, Nadin. Tempat ini memang tujuanmu." Ucap Ronald melangkah mendekatinya."Kenapa kau terlihat seperti masuk ke dalam kandang harimau?" Ronald kembali menyeringai."Apa sekarang kau menyesal telah menamparku waktu itu?" Lanjut Ronald, kini ia tepat berada di depan Nadin, aromanya yang mewah bahkan tercium di hidung Nadin."Itu tidak seberapa Nadin, aku tidak serendah itu, aku tidak akan balas dendam hanya karena tamparan kecil dari seorang wanita sepertimu, tapi untuk kematian tunanganku aku tidak akan segan untuk melakukannya." Ia menatap tajam ke arah Nadin, tatapannya seperti akan membunuh Nadin. Ia selalu tampak kejam saat membahas tentang Tari."Lalu aku harus apa? Apapun yang aku lakukan tidak akan membuatnya kembali padamu." Lirih Nadin, ia sedikit takut mendengar gertakan Ronald."Harusnya kau dan ibumu tidak perlu ada di dunia ini, orang-orang seperti kalian ini yang membuat keluarga orang lain hancur" ucapnya menggerakkan gigi tepat di hadapan Nadin, kali ini Nadin tidak punya keberanian untuk membela diri, apalagi menyentuh wajahnya, ia sadar Ronald orang yang berkuasa, dia dan ibunya bisa dalam bahaya jika ia bertindak gegabah. Ia lebih baik menerima hukuman dari kesalahan yang ia sendiri baru tau sekarang."Kalau begitu, aku harus apa agar aku menebus kesalahanku itu?" Ucap Nadin menyerah, apapun keputusan Ronald ia akan menerimanya."Kamu sangat tidak sabaran ternyata. Baiklah mulai hari ini kau menjadi asistenku." Ucap Ronald, lalu kembali ke mejanya. Mendengar itu Nadin sedikit lega, tapi ia bersiap untuk kemungkinan terburuk yang akan dilakukan Ronald padanya. Tapi yang dimaksud Ronald adalah asisten kacung, karena asisten yang sebenarnya masih bekerja dengan sewajarnya namanya Selfi, sementara dirinya hanya dijadikan budak."Belikan kopi cold brew, kamu tidak boleh pake lift" Ucap Ronald tiba-tiba, Nadin segera memperhatikan apa yang diucapkannya. Nadin tau, Ronald sudah memulai permainannya, tapi kenapa memberi hukuman yang sungguh ke kanak-kanakn sekali, siksaan ini masih wajar, walaupun membutuhkan tenaga banyak, tapi Nadin masih sanggup melakukannya."Sekarang! Tunggu apalagi?" Ucap Ronald lagi, sedikit menggertak, Nadin segera berlalu, saat keluar ia menarik nafas panjang, sepanjang perjalanan yang akan ia lalui, ia menyerahkan tasnya pada petugas di depan ruangan CEO, setelah itu ia menyingsingkan lengan kemejanya lalu berjalan menuju tangga, untungnya ia memakai sepatu yang tidak berhak tinggi. Ia mengatur nafas lalu mulai berjalan melewati 70 tangga demi sebuah kopi, Ia hanya bisa berdoa semoga kakinya kuat. Sementara itu Ronald mengawasinya dari layar monitor."Ternyata kau wanita yang gigih, ini baru pemanasan Nadin" Gumam Ronald sambil tersenyum angkuh, ia melihat Nadin sudah berhasil menjejaki tangga di lantai 30, tampak Nadin sedang beristirahat sebentar.Beberapa saat kemudian Nadin tiba di lobi kantor dengan nafas ngos-ngosan disertai kucuran keringat yang hampir membasahi seluruh tubuhnya. Ia melihat ada sofa, ia duduk sebentar di sofa itu demi memulihkan tenaganya."Kekanak-kanakan sekali, jabatan CEO tapi otaknya sangat tidak keren" lirihnya sambil mengusap peluh di keningnya dengan punggung tangannya. Setelah merasa lebih baik, ia segera ke kantin untuk menunaikan perintah Ronald. Ia kembali ke ruangan CEO menggunakan lift ia bisa mati menyusul Tari kalau harus naik melewati tangga lagi. Untungnya Ronald tampak sibuk mengurus pekerjaan dengan asistennya, Selfi, jadi ia tidak sempat mengintrogasi dirinya.Esoknya Nadin merasakan nyeri hampir di seluruh tubuhnya, ia bangun dan merasakan kepalanya pening, setelah memeriksa keadaan tubuhnya sendiri, sepertinya ia demam. Ia ingin kembali berbaring di tempat tidurnya tapi dering ponsel membuatnya urung. "Halo!" ia menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya."Saya Selfi, kenapa sudah jam segini tapi anda belum ke kantor?" ucap Selfi di seberang sana."Maaf Bu, saya sedang sakit demam" ucap Nadin terdengar lemah. "Jangan banyak alasan, segera datang ke kantor, sekarang juga" suara di seberang berubah, ia tahu itu Ronald."Tapi saya sedang sakit, Pak. Bolehkah saya...." Ucapan Nadin terpotong."Saya tidak akan menerima alasan apapun." ucapnya sarkas, bunyi Tut tiga kali mengakhiri obrolannya.Dengan terpaksa ia pergi ke kantor, sebelum berangkat ia memaksakan diri menelan beberapa suap makanan untuk sarapan lalu dalam perjalanan ia mampir ke apotek untuk membeli beberapa butir obat penurun panas dan pereda nyeriTiba di pelataran ka
Nadin menatap Ronald tidak percaya, ia langsung menjawab tanpa berpikir dua kali."Maaf, Pak. Saya tidak bisa" Nadin menolak dengan yakin."Oh ya? ternyata kamu berani menolakku?" Ucap Ronald, ia hanya berbasa-basi, Nadin mau atau tidak ia akan tetap berniat menikahinya, "Coba sebutkan alasan kamu menolak!" tantang Ronald. "Bukannya sudah jelas alasannya, memangnya pernikahan semudah mengucapkannya? Pasti kau merencanakan sesuatu kan?" omel Nadin, tentu saja dalam hati, mana Berani dirinya mengomeli Ronald."Banyak alasannya, Pak. Pertama, ini terlalu tiba-tiba. Kedua, saya dan Pak Ronald tidak punya hubungan apa-apa selain bos dan karyawan. Ketiga tidak ada rasa cinta di antara kita, Pak. Sementara sebuah pernikahan harus dibangun dengan rasa cinta dan yang keempat, anda tau bagaimana rumitnya keadaan keluarga saya." jelas Nadin.Ronald tau alasan-alasan itu memang benar, adapun tentang cinta? sepertinya cintanya telah dibawa pergi oleh Tari karena ia benar-benar tidak memiliki cint
Setelah sepakat untuk menikah, Nadin akhirnya bekerja dengan layak, ia juga sudah mendapatkan meja kerjanya di kantor bagian marketing. Meski begitu, ia belum merasa senang dan tenang, karena dihantui oleh rencana Ronald yang akan menikahinya untuk balas dendam atas kematian Tari.Pak Dion secara kebetulan berkunjung ke kantor Bramasta. Nadin kaget melihat ayahnya memasuki kantornya, sebelum ketahuan ia segera bersembunyi di bawah kolong meja, orang-orang melihatnya bingung. Tapi orang-orang itu tidak sempat bertanya pada Nadin karena harus menyambut kedatangan orang yang paling terhormat di perusahaan itu. Nadin langsung menebak apa yang terjadi di atas sana. Benar, Pak Dion datang bersama Ronald."Di mana karyawan dari perusahaan Mega Food?" Ronald menanyakan tentang Nadin. Ia menyebutkan perusahaan Pak Bambang.Nadin semakin membungkukkan tubuhnya seraya memberi isyarat pada rekan kerja yang melihat ke arahnya, sayangnya arah pandangan rekan kerjanya itu sudah memberi petunjuk pada
Tiga bulan berlalu, waktu yang cukup untuk mengatur segalanya, sebenarnya Ronald selesai mengatur rencana pernikahan tanpa cintanya dalam waktu seminggu tapi ia memperlambat waktunya agar tidak terkesan buru-buru, ia memperkirakan waktu tiga bulan sudah bisa diterima akal untuk berpaling pada wanita lain setelah ditinggalkan kekasih.Ia akan mengatur pernikahan sebagaimana adanya, hal pertama yang ia lakukan adalah mengenalkan Nadin pada keluarganya. Ternyata keluarganya tidak begitu peduli dengan keputusannya, ia sudah tahu itu, ia memperkenalkan Nadin kepada mereka sebagai rasa hormat saja, meskipun pernikahannya bukan atas dasar cinta, tetap saja pernikahan adalah sesuatu yang dianggap sakral, mungkin mereka tidak begitu peduli karena selama ini Ronald dianggap pemberontak oleh ayahnya, begitu juga Ronald, ia tidak mengambil pusing tanggapan ayahnya karena mereka tidak sedekat itu.Berbeda dengan ibunya, wanita paruh baya itu sangat antusias mendengar putranya akan menikah, Ronald
Hari pernikahan yang harusnya indah dan mendebarkan itu akhirnya tiba. Seperti kesepakatan sebelumnya, mereka akan melangsungkan pernikahan di kota kediaman Nadin, karena itu keluarga Ronald menyewa penginapan termewah di kota itu dan tentu saja harganya tidak main-main, mereka tidak bertanya kenapa dan bagaimana, mereka hanya menuruti semua keputusan Ronald. Pernikahan Ronald dan Nadin akan berlangsung di hotel itu juga, menggunakan aula hotel yang masih layak disebut mewah.Adapun Nadin, ia kini berada di dalam salah satu ruang pengantin di hotel itu, wajahnya akan disulap seperti putri yang keluar dari dunia fairy tale oleh seorang perias handal, ia yang memilih konsep dan sebagainya, Ronald tidak peduli dengan itu, ia hanya bertanggung jawab untuk pembayarannya saja, harga dirinya bisa jatuh kalau Nadin juga yang membayar semuanya. Baginya pernikahan sudah tidak istimewa lagi karena pernikahan impiannya sudah terkubur dalam-dalam, ia hanya ingin acara pernikahan ini segera selesai.
Di tempat lain, Nadin masih sibuk mencari kamar melati yang di maksud Ronald. Ia sumringah saat menemukan pintu kayu dengan ukiran mewah bertuliskan Melati Room. Saat ia bingung harus bagaimana untuk membuka pintunya, seorang pelayan kabin yang dikhususkan bertugas di lantai VIP datang menghampiri."Apakah anda Nona Nadin?" ucapnya dengan sopan."Iya, saya Nadin" Balas Nadin."Ini keycard kamar anda, selamat beristirahat, Nona" ucapnya sopan seraya menyerahkan benda pipih berbentuk persegi panjang kepada Nadin."Iya, terima kasih." Balas Nadin, sang pelayan membungkuk memberi hormat lalu pergi.Nadin berhasil membuka kamar itu, tampaklah ruangan mewah dengan interior yang megah di dalamnya, ia merasa tidak sedang berada di atas kapal, ia tidak merasakan ada guncangan sama sekali. Setelah matanya menyisir seluruh ruangan dan mengaguminya, ia terpaku pada kasur king size, benda itu seperti menghipnotisnya, tiba-tiba ia merasakan matanya mengantuk ditambah tubuhnya yang lelah setelah seh
Nadin bangkit dari kasur lalu berjalan dengan lunglai menuju kamar mandi, ia masuk ke dalam bath up lalu menyalakan shower. Dengan perlahan ia merasakan dinginnya air yang menetes menembus pakaian yang masih menempel di tubuhnya, air matanya keluar bersamaan dengan itu."Apakah dosa orang tuaku begitu besar, Tuhan? Harusnya engkau tidak menciptakan aku dari mereka." Lirihnya sambil meraba pipinya yang perih. Ia juga membasuh bibirnya lalu menggosok tubuhnya dengan kasar, mengingat Ronald telah menyentuh di bagian itu. Ia menyalahkan dirinya yang terlalu lemah, ia harusnya bertahan untuk tidak menikah dengan Ronald, ia terlalu memandang enteng balas dendam yang akan dilancarkan Ronald padanya, dipikirnya laki-laki itu pasti tidak akan memberinya hukuman yang berat apalagi memukulnya. Lalu bagaimana nasibnya jika pernikahan ini tidak usai, apakah ia akan disiksa di sepanjang hidupnya? Ia menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam bath up yang sudah dipenuhi air. Sepertinya ia ingin melaku
Katanya sedang berbulan madu, tapi tidak ada kesan bulan madu sama sekali, jangankan bulan madu, status sebagai suami istri saja tidak terlihat sama sekali. semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Ronald sibuk dengan cinta pertamanya sementara Nadin sibuk dengan eksplorasinya menjelajahi kapal pesiar, kapan lagi ia bisa mendapat kesempatan untuk memasuki kapal raksasa itu secara gratis. Jika mengandalkan dirinya sendiri, mungkin kapal raksasa itu hanya bisa dilihatnya dari layar ponsel dan berada di dalamnya hanya sebuah khayalan. Untuk membeli tiketnya saja sudah menghabiskan seluruh gajinya yang hanya belasan juta. Di dalam kapal pesiar Bramasta ada beberapa aktivity coordinator yang mengatur jadwal kegiatan setiap hari untuk penumpang biasa. Mereka menyediakan koran yang berisi jadwal itu. Mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, mereka menyediakan aktivitas yang memungkinkan untuk dilakukan di atas kapal. Ada fasilitas olahraga seperti kolam renang anak-anak dan dewasa,
Bu Mary berhasil menyulap Nadin menjadi sangat cantik yang pada dasarnya memang sudah cantik."Sekarang ganti baju, di dalam paper bag ada baju dan sepatu, mamah mau kau memakainya," untungnya Nadin membawa pemberian mertuanya itu bersamanya, tadi ia tidak sempat menyimpannya. Ia mengambilnya lalu mengeluarkan isinya, ternyata Bu Mary memberinya barang branded."Nah, pakai itu sekarang dan buang baju kedodoran yang kau pakai itu" "Iya, Mah" balasnya dengan kikuk."Cantik sekali, ini baru menantu mamah" puji Bu Mary mengagumi menantunya."Beginilah harusnya penampilanmu sehari-hari," sambung Bu Mary.Diperlakukan sedemikian baik oleh mertuanya membuatnya berfikir, 'Seandainya putranya juga bisa sebaik ini?' suara Nadin di dalam hati.Setelah semuanya selesai, mereka turun ke bawah untuk meminta penilaian Ronald yang sedang menunggu mereka untuk sarapan, Bu Mary sangat bersemangat menanti pujian dari putranya."Bagaimana penampilan istrimu? Cantik 'kan?" Seru Bu Mary saat tiba di had
"Ada apa denganku?" Nadin berucap dengan lirih merenungi apa yang terjadi pada dirinya. Ronald tampak tidak peduli."Ah, kenapa aku tiba-tiba merasa panas begini?" Nadin membuka blezer yang menutupi dress yang ia kenakan sambil mengipas tubuhnya menggunakan tangan."Kau sedang apa?" Ronald menoleh ke arahnya dan memindai keadaannya. "Aku tidak tau, aku merasa sangat tidak nyaman dan seluruh tubuhku seperti akan mengeluarkan aliran listrik." Nadin mulai tidak sabar dan ingin menurunkan tali dress yang menggantung di bahunya."Hentikan itu! kamu mau telanjang di sini?" Ronald berkata sambil menurunkan kecepatan laju mobilnya, Nadin masih bisa menurut di antara kesadarannya yang mulai samar."Sudah kubilang, aku kepanasan, coba bantu aku meredakan ini." Ia menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya demi meredam gelanyar aneh yang hampir menguasai dirinya."Kau pasti salah meminum atau memakan sesuatu," Ronald mulai menebak apa yang terjadi pada Nadin. Ia kembali mempercepat laju mobil
Malam pun tiba, Nadin memasuki sebuah bangunan yang tidak begitu besar, tapi tatanannya yang estetik membuat nyaman berada di dalamnya. Ia mendekati meja yang sudah ada beberapa rekan kerja yang sedang menunggu, ia bersyukur karena tidak ada yang menyinggung masalah CEO mereka, mungkin belum karena perhatian mereka masih terfokus pada pemeran utama yang sedang berulang tahun belum hadir, tapi beberapa saat kemudian Pak Hery akhirnya tiba. Ferdi juga datang setelahnya."Hai, Fer!" sapa Nadin."Gimana? CEO kita bisa datang nggak?" bisik Ferdi, Nadin segera melotot padanya dan berkata, "jangan dibahas, aku sedang berharap mereka melupakannya" Nadin sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Ferdi agar semua orang tidak mendengar suaranya membuat Ferdi tertawa ringan."Ayo pesan menu-menu yang ada, kita akan berpesta malam ini" seru Pak Hery, sambil mengambil buku menu, ia memilih beberapa dan menawarkan kepada yang lainnya juga, seorang pelayan sudah bersiap mencatat setiap menu yang disebutk
Nadin telah kembali dari rumah sakit setelah mendapatkan perawatan selama dua hari, hanya Selfi yang selalu setia menemaninya selama dirinya dirawat, Selfi juga yang mengantarnya pulang saat ini, ia tidak memberitahu orang tuanya tentang keadaannya karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Adapun Ronald, ia tidak pernah sekalipun datang menjenguknya, ia telah menyerahkan semua pengurusan Nadin kepada Selfi. Saat tiba di rumah Ronald, Nadin berniat langsung masuk ke kamarnya. Tapi ia menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Ronald, ia hendak tersenyum pada Ronald dan mengucapkan terima kasih, mengingat Ronald sudah menolongnya beberapa waktu lalu, tapi ternyata Ronald hanya menatapnya dingin itu pun hanya sejenak lalu pergi begitu saja, ia akhirnya menarik kembali guratan senyum yang hendak timbul serta membuang niatnya untuk mengucapkan terima kasih. Matanya memperhatikan kepergian Ronald dan melihat ada memar dan luka gores di tangan Ronald."Aku pikir dia sudah le
Hari telah berganti, Rencana Nadin agar terusir dari rumah Ronald gagal total, ia juga menyerah. Akhirnya ia pasrah menjalani kehidupannya.Hari ini ia kembali berangkat ke perusahaan untuk bekerja seperti biasanya. Berangkat sendiri menggunakan kendaraan umum. Berbeda dengan Ronald yang berangkat dengan kendaraan pribadi kadang dengan sopir kadang juga menyetir sendiri.Ketika mobil yang membawa Nadin tiba di depan kantor Bramasta, ia turun lalu membayar ongkosnya, saat mobil itu telah pergi, sebuah mobil lain bergerak ke arahnya, karena penasaran, ia menunggu mobil itu berhenti tanpa ada rasa curiga sama sekali. Saat mobil itu tiba tepat di depannya, orang dari dalam mobil membuka pintu dan menariknya masuk dengan paksa, ia sempat berontak dan berteriak tapi segera mulutnya disekap oleh orang yang berada di dalam mobil dan membiusnya hingga pingsan.Selfi mengetahui itu dari karyawan yang melihat kejadian, ia melaporkannya pada Ronald."Pak, ada yang melihat Bu Nadin, dibawa pergi ol
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu itu Nadin sangat setia mengurus keperluan Ronald dengan telaten, ia juga menahan diri untuk melancarkan rencananya. Berkatnya Ronald bisa sembuh dengan cepat, gips di kakinya pun sudah dilepas, ia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari itu ia mulai datang ke perusahaan, ia datang bersama Nadin, mereka datang bersama atas perintah Ronald, karena semua orang tau Nadin adalah istri yang merawatnya selama kakinya sakit. Semua orang tampak menunggu kedatangannya, mereka semua memberi ucapan selamat atas kedatangannya kembali ke perusahaan ataupun ucapan selamat atas kesembuhannya, tidak sedikit juga yang memberinya hadiah, ia menerima semua hadiah-hadiah itu lalu menyerahkannya pada Selfi untuk disimpan. Saat dirawat di rumah pun sudah banyak yang datang menjenguk tapi yang datang rata-rata para petinggi di perusahaan, salah satunya adalah ayah Nata. Semua orang hanya memperhatikan Ronald, ia seperti bulan di antara para bintang, sepertinya
Nadin mulai memikirkan cara agar dirinya bisa diusir dari rumah Ronald. Ia berpikir, dengan begitu Ronald akan melepaskannya dengan suka rela tanpa meninggalkan trauma dan menyakiti orang tuanya. Sebelum melancarkan misinya, Ia bertanya kepada para pelayan untuk mengumpulkan informasi, hal apa saja yang paling disukai dan paling dibenci oleh Ronald, ia berhasil mendapatkan beberapa info. Ia akan melakukan yang ringan-ringan dulu sebagai pemanasan. Ia akan melakukan rencana besarnya saat kaki Ronald sudah sembuh.Dari informasi yang ia dapatkan dari para pelayan di dapur, Ronald sangat tidak suka bubur ayam yang dicampur dengan kuah, dan ia akan menyiapkan makanan itu untuk sarapan Ronald. Ada juga informasi dari pelayan yang mengurus kebersihan, Ronald sangat tidak suka kalau ada basah di depan kamar mandi, ia bisa mengamuk jika menemukan hal itu, tapi Nadin malah meletakkan keset yang basah di tempat itu.Ronald telah terbangun di pagi hari, ia mengucek matanya lalu bangun kemudian be
Malam telah datang, Nadin memastikan seluruh keperluan Ronald sudah tersedia. Setelah itu, Nadin ke kamarnya sendiri untuk istirahat. Adapun Ronald, ia sudah tertidur lebih dulu. Tapi saat Nadin ingin tidur ia tidak bisa menutup mata, tiba-tiba saja ia merasa khawatir, seperti halnya seorang perawat yang khawatir pada pasiennya. Ia pun kembali ke kamar Ronald dan tidur di sofa.Saat tengah malam, suara Ronald membuatnya terjaga, sepertinya Ronald sedang mimpi buruk, nafasnya terengag-engah dan tubuhnya berkeringat dingin. Nadin buru-buru menghampirinya lalu membangunkannya."Ronald...! Hei!" Panggil Nadin sambil mengguncang tubuh Ronald, tapi Ronald tidak lantas bangun, ia pun meletakkan tangannya di sisi kiri dan kanan kepala Ronal lalu berteriak tepat di depan wajahnya."Ronald!! Bangunlah!" Panggil Nadin, lebih keras dari sebelumnya. Mata Ronald berhasil terbuka, ia menatap Nadin yang masih setia memegangi kepalanya dengan nafasnya yang masih terengah-engah."Kamu mimpi apa sih!?" S
Nadin susah payah membopong Ronald di sepanjang jalan, ia sempat memberikan tongkat pada Ronald agar bobot tubuhnya yang berat dan keras sedikit berkurang. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat titik kumpul. Saat melihat keadaan Ronald, semua orang sigap memberi pertolongan, seseorang langsung menggantikan Nadin memapah tubuh Ronald, seseorang lagi sigap mengambilkan kursi, sementara itu Nadin langsung membiarkan tubuhnya menggelepar di tanah dengan nafas ngos-ngosan, layaknya ikan yang sedang butuh air. Ronald meliriknya dengan tatapan yang bercampur aduk, antara menahan sakitnya atau menertawakan Nadin, tapi jauh di dalam hati ada sedikit rasa kagum. Namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah saat Ferdi mendekati Nadin, dan mengulurkan tangan untuknya."Kamu baik-baik saja?" Ucap Ferdi seraya membantu Nadin bangun."Iya! Aku hanya kelelahan setelah berjalan sambil menanggung beban yang sangat berat, bahkan hatiku ikut lelah membawanya." Sindir Nadin sambil melirik Ronald yang suda