Sebulan kemudian...
Nadin sudah melupakan kejadian di rumah sakit, tapi seseorang membuatnya mengingat kejadian itu kembali. Bukan tentang kematian kakaknya Tari, ia justru mengingat keterpesonaannya pada seseorang.Hari ini Nadin melihat laki-laki itu di kantor tempatnya bekerja."Apa yang membawanya ke sini?" Pikirnya, kantor Nadin hanya sebuah perusahaan kecil, itu pun jauh dari ibu kota, ia tau laki-laki itu pasti dari ibu kota."Kau mengenal Pak Ronald?" Tanya rekan kerja Nadin, ia bernama Ferdi. Ferdi tampak tidak tertarik, bukan hanya itu ia malah mengenakan headset dan berbalik, tapi karena melihat Nadin sangat terpana dengan kehadiran laki-laki itu, membuatnya ingin bertanya. Nadin pun akhirnya tahu nama laki-laki itu berkat Ferdi."Gak Fer, cuma pernah lihat" jawab Nadin masih mengamati laki-laki itu."Apakah dia begitu sempurna sampai kamu tidak bisa berhenti melihatnya?" kata Ferdi, membuat Nadin beralih ke arahnya."Lalu bagaimana dengan mereka Fer?" Tanya Nadin pada Ferdi, ia pun mengikuti petunjuk Nadin.Ferdi geleng-geleng melihat para gadis itu, mereka malah lebih parah dari Nadin, sepertinya air liur mereka akan keluar seperti melihat makanan yang sangat lezat. Mereka baru berhenti melongo saat Pak Ronald itu memasuki ruang direktur, sementara itu, Nadin dan Ferdi kembali menekuri laptop di depan mereka.Tidak berapa lama, Nadin mendapat panggilan ke ruang dirut, ia meminta Nadin membawa produk dari perusahaannya, mungkin ia meminta Nadin karena ia adalah karyawan yang bekerja di bagian pemasaran. Jantungnya berpacu dengan cepat karena ada Ronald di dalam sana, selain itu ia takut Ronald mengenalinya.Nadin mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan itu, entah kenapa degup jantungnya kian bertambah."Masuk...!" Terdengar suara dari dalam, Nadin tau itu adalah Pak Bambang, direkturnya.Nadin masuk sambil mengawasi Pak Ronald yang sedang melihat katalog produk perusahaannya, Ronald sempat melihat ke arah Nadin, pada saat itu Nadin langsung menunduk, Ronald tiba-tiba ingat, pernah melihat gadis itu di rumah sakit, ia mengernyitka dahi memikirkan sesuatu, tapi ia menampik pikirannya, mungkin hanya mirip, bukankah banyak orang yang memiliki wajah yang mirip."Ini pesanan Bapak." Ucap Nadin."Letakkan di situ" ucap Pak Bambang, sambil menunjuk sudut meja di depan Ronald. Nadin sedikit kaget karena merasa tidak siap. Tapi ia melakukannya juga karena itu merupakan perintah dari atasannya. Ronald menatap Nadin selama melakukan itu, tiba-tiba jantungnya berdegup cepat, jika wajah Nadin dilihat dari dekat, ia begitu mirip dengan mendiang kekasihnya, Tari. Hanya saja gadis di hadapannya itu lebih tinggi dan kulitnya juga lebih putih. Melihat gadis Itu membuatnya merasa Tari hidup kembali, ia sadar kembali saat Nadin menoleh kearahnya dan menganggukkan kepala dengan sopan.Ronald menebak dengan yakin seratus persen pasti dia orang yang berada di rumah sakit itu. selain itu ia juga merasa yakin pasti orang ini yang dicari Tari sampai menyebabkannya kecelakaan dan meninggal. Tidak mungkin semuanya hanya kebetulan, Pertama ia datang bersama Pak Dion, kedua ia diperkenalkan sebagai pendonor yang ditemukan Pak Dion hanya beberapa jam setelah dokter mengatakan stok darah habis sementara golongan darahnya sangat langka, harusnya mencari darah yang langka butuh waktu lama, ketiga ia berada di sini, tempat di mana Tari ingin menemui selingkuhan ayahnya."Apakah masih ada yang harus saya kerjakan Pak?" Tanya Nadin setelah ia merasa, tugasnya selesai. Suaranya membuat analisis Ronald berhenti."Tidak ada lagi, silahkan kembali, lanjutkan lagi pekerjaanmu" ucap Pak Bambang."Baik Pak" timpah Nadin."Terima kasih ya, Nadin" ucap Pak Bambang lagi."Iya Pak." Ucap Nadin, disertai anggukan dengan sopan, tampak Ronald memandangnya seusai Pak Bambang menyebutkan namanya. Nadin buru-buru membungkuk padanya, untuk menyapa lagi sebelum keluar.Beberapa saat telah berlalu, waktu istirahat pun tiba, semua karyawan bergegas ke kantin, sementara Nadin pergi ke toilet. Ketika Nadin keluar berjalan menuju toilet ia merasa diperhatikam seseorang tapi karena sesuatu sudah memaksa untuk keluar ia tidak sempat mencari tahu, ketika ia keluar dari toilet, betapa kagetnya Nadin melihat siapa yang berdiri di depannya."Pak Ronald!" Sapa Nadin."Nadin, nama yang cukup bagus" Ucap Ronald terdengar seperti ancaman untuk Nadin." Terima kasih, Pak" ucap Nadin, ia menganggap itu pujian walaupun terdengar menyeramkan."Apa kau benar-benar lupa padaku? Padahal Aku masih mengingatmu dengan jelas" ucap Ronald, membuat bulu kuduk Nadin merinding."Maaf, Pak. Saya baru mengenal Pak Ronald hari ini" Nadin mencoba berbohong, setelah itu ia berniat untuk kabur."Benarkah? Bukankah kita pernah bertemu di rumah sakit?" Ucap Ronald dengan tatapan membunuh, Nadin tidak tidak bisa mengelak, tapi ia tidak mengerti kenapa Ronald memperlakukannya seperti itu."Maaf Pak, saya tidak ingat" ucap Nadin sembari melangkah pergi, tapi Ronald meraih tangan Nadin lalu membanting tubuhnya ke tembok. Nadin sampai merasakan sakit di punggungnya."Nadin, kau sungguh membuatku penasaran" ucapnya sambil menyeringai, Nadin merasa takut dibuatnya, tidak ada lagi perasaan yang selalu terpesona dan mengaguminya."Saya salah apa Pak? Kita bahkan baru saling mengenal nama" ucap Nadin dengan nada gemetar."Kau bertanya kesalahanmu apa? baik aku akan jawab" jawab Ronald, tatapannya seperti ingin membunuh."Kau yang menyebabkan tunanganku meninggal, aku sangat yakin itu kau" ucap Ronald tegas, emosinya semakin meningkat ketika menyinggung tentang tunangannya. Nadin terkejut mendengar tuduhan Ronald, pasti yang dia maksud adalah Tari."Siapa tunangan Pak Ronald? Aku tidak tahu" ucap Nadin, ia pura-pura bertanya sebagai upaya melepaskan diri"Apa kau benar-benar lupa Nadin?" ucap Ronald mulai tidak sabar, andai saja Nadin makanan pasti ia sudah dihabisinya."Apakah yang anda maksud, Nona Tari?" Ucap Nadin bertingkah polos, jelas ia sudah tahu tapi ia berpura-pura lagi menebak."Aku bukan siapa-siapanya, aku hanya pendonor" lanjutnya."Kau adalah pendonor? Itu artinya golongan darah kalian sama, bukankah itu sudah cukup membuktikan kalau kamu adalah saudaranya? Tidak hanya itu, kau datang dengan Pak Dion waktu itu, Dia menjemputmu kan? Tentu saja karena kalian adalah keluarga. Lucu sekali" Ucap Ronald. Nadin tidak berkomentar karena semuanya benar."Dia kecelakaan karena mencari keberadaanmu dan wanita murahan yang telah melahirkanmu, karena ia menemukan bukti ayahnya yang berselingkuh, karena itu ayahnya menjadi ayahmu juga" ucapnya sarkas tanpa mempertimbangkan perasaan Nadin, tengsi Nadin naik mendengarnya, ia marah saat Ronald merendahkan ibunya, entah kekuatan dari mana tangannya mengayun begitu saja untuk menampar wajah Ronald, Ronald menyeringai tajam, tapi ia tidak membalas."Jangan merendahkan ibuku" Teriak Nadin di depan mukanya yang habis kena tamparan, setelah itu Nadin mendorongnya dengan sekuat tenaga, hingga membuat Ronald mundur, akhirnya Nadin bisa melepaskan diri, Ronald membiarkannya pergi tapi ia bertekad untuk tidak akan melepaskannya.Sepulang kerja, Nadin membawa mobil sedannya keluar dari tempat parkir sambil mengawasi, ia takut Ronald mungkin mengikutinya, Nadin teringat ucapannya tentang Tari yang kecelakaan karena mencari keberadaan dirinya dan ibunya, ia berpikir sepertinya Ronald akan menggantikan Tari melanjutkan misi.Saat tiba di rumah, Nadin segera mencari ibunya, syukurnya Nadin menemukan Bu Sinta sedang di kamarnya."Ibu!" Nadin berseru begitu mendapati ibunya. Ibu berpaling ke arah Nadin."Kenapa Nad?" Ucap ibunya tersenyum."Bu, mulai sekarang ibu harus berhati-hati, keberadaan kita sedang diawasi seseorang" ucap Nadin menjelaskan."Kamu tau darimana?" Tanya ibunya."Seseorang mengatakan padaku, kalau Tari kecelakaan karena mencari keberadaan kita""Dari mana kamu tau tentang Tari?" Bu Sinta mengernyit menuntut penjelasan. Membuat Nadin terjebak, akhirnya Nadin menjelaskan semua yang ia lakukan sebulan yang lalu."Harusnya ibu tidak memberitahumu" ucap ibunya kecewa. Ia seperti memendam rasa yang tidak dapat ditebak. Mungkin ia kecewa pada Nadin karena mau membantu mendonorkan darahnya untuk Tari."Maaf, Bu" ucap Nadin."Keluarlah, pergi ke kamarmu dan istirahat" titah ibunya, Nadin menurutinya.Tujuan Ronald berkunjung ke kantor Pak Bambang adalah untuk mereview bahan produk yang ia gunakan, sebelumnya Pak Bambang memasukkan surel kerja sama ke perusahaan Ronald, melihat alamat yang tertera di surel yang ia kirim, Ronald tertarik untuk datang, karena alamat itu dekat dengan lokasi dimana Tari kecelakaan, beruntungnya secara kebetulan ia menemukan tujuan utamanya.Beberapa hari kemudian Ronald mengirim kembali surel dari perusahaan Pak Bambang yang sudah ia tanda tangani. Ronald sengaja menyetujui kerja sama dengannya walaupun produk dari brandnya masih di bawah standar alias belum layak untuk masuk ke daftar produk perusahaannya, ia mau menerima lamaran kerja sama dengan Pak Bambang tapi dengan syarat salah satu karyawan dari bagian pemasarannya pindah ke perusahaannya, dan yang ia menunjuk Nadin sebagai perwakilan, untungnya Pak Bambang antusias menyambut itu dan menyetujui apapun syaratnya.Hari itu Nadin, merasa seperti mendapatkan rejeki nomplok, karena salah satu perusa
Akhirnya tiba waktu yang telah ditentukan, Nadin mulai mengepak barangnya untuk pindah ke kost di ibu kota, ia tidak mungkin melakukan perjalanan dari rumah ke kantor setiap hari karena jaraknya cukup jauh, jadi ia menyewa kost yang dekat dengan perusahaan Bramasta.Ia begitu bersemangat masuk kerja di hari pertamanya. Begitu tiba di pelataran kantor ia berhenti untuk mengamati sekitar, ia takjub melihat bangunan bersusun yang menjulang tinggi di hadapannya, jika melihatnya dari bawah, bangunan itu seperti menyentuh langit, mengingat dirinya akan bekerja di dalam bangunan itu membuatnya merasa gugup.Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya perlahan, setelah itu ia melangkah dengan bangga memasuki pintu utama, beberapa satpam berdiri di sekitar pintu utama tersebut, pakaian mereka tampak elegan, tidak seperti satpam dengan seragam putih hitamnya disertai tongkatnya di perusahaan sebelumya. Sepertinya mereka tau kalau Nadin adalah orang baru yang memasuki kantor, sebab salah satuny
Esoknya Nadin merasakan nyeri hampir di seluruh tubuhnya, ia bangun dan merasakan kepalanya pening, setelah memeriksa keadaan tubuhnya sendiri, sepertinya ia demam. Ia ingin kembali berbaring di tempat tidurnya tapi dering ponsel membuatnya urung. "Halo!" ia menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya."Saya Selfi, kenapa sudah jam segini tapi anda belum ke kantor?" ucap Selfi di seberang sana."Maaf Bu, saya sedang sakit demam" ucap Nadin terdengar lemah. "Jangan banyak alasan, segera datang ke kantor, sekarang juga" suara di seberang berubah, ia tahu itu Ronald."Tapi saya sedang sakit, Pak. Bolehkah saya...." Ucapan Nadin terpotong."Saya tidak akan menerima alasan apapun." ucapnya sarkas, bunyi Tut tiga kali mengakhiri obrolannya.Dengan terpaksa ia pergi ke kantor, sebelum berangkat ia memaksakan diri menelan beberapa suap makanan untuk sarapan lalu dalam perjalanan ia mampir ke apotek untuk membeli beberapa butir obat penurun panas dan pereda nyeriTiba di pelataran ka
Nadin menatap Ronald tidak percaya, ia langsung menjawab tanpa berpikir dua kali."Maaf, Pak. Saya tidak bisa" Nadin menolak dengan yakin."Oh ya? ternyata kamu berani menolakku?" Ucap Ronald, ia hanya berbasa-basi, Nadin mau atau tidak ia akan tetap berniat menikahinya, "Coba sebutkan alasan kamu menolak!" tantang Ronald. "Bukannya sudah jelas alasannya, memangnya pernikahan semudah mengucapkannya? Pasti kau merencanakan sesuatu kan?" omel Nadin, tentu saja dalam hati, mana Berani dirinya mengomeli Ronald."Banyak alasannya, Pak. Pertama, ini terlalu tiba-tiba. Kedua, saya dan Pak Ronald tidak punya hubungan apa-apa selain bos dan karyawan. Ketiga tidak ada rasa cinta di antara kita, Pak. Sementara sebuah pernikahan harus dibangun dengan rasa cinta dan yang keempat, anda tau bagaimana rumitnya keadaan keluarga saya." jelas Nadin.Ronald tau alasan-alasan itu memang benar, adapun tentang cinta? sepertinya cintanya telah dibawa pergi oleh Tari karena ia benar-benar tidak memiliki cint
Setelah sepakat untuk menikah, Nadin akhirnya bekerja dengan layak, ia juga sudah mendapatkan meja kerjanya di kantor bagian marketing. Meski begitu, ia belum merasa senang dan tenang, karena dihantui oleh rencana Ronald yang akan menikahinya untuk balas dendam atas kematian Tari.Pak Dion secara kebetulan berkunjung ke kantor Bramasta. Nadin kaget melihat ayahnya memasuki kantornya, sebelum ketahuan ia segera bersembunyi di bawah kolong meja, orang-orang melihatnya bingung. Tapi orang-orang itu tidak sempat bertanya pada Nadin karena harus menyambut kedatangan orang yang paling terhormat di perusahaan itu. Nadin langsung menebak apa yang terjadi di atas sana. Benar, Pak Dion datang bersama Ronald."Di mana karyawan dari perusahaan Mega Food?" Ronald menanyakan tentang Nadin. Ia menyebutkan perusahaan Pak Bambang.Nadin semakin membungkukkan tubuhnya seraya memberi isyarat pada rekan kerja yang melihat ke arahnya, sayangnya arah pandangan rekan kerjanya itu sudah memberi petunjuk pada
Tiga bulan berlalu, waktu yang cukup untuk mengatur segalanya, sebenarnya Ronald selesai mengatur rencana pernikahan tanpa cintanya dalam waktu seminggu tapi ia memperlambat waktunya agar tidak terkesan buru-buru, ia memperkirakan waktu tiga bulan sudah bisa diterima akal untuk berpaling pada wanita lain setelah ditinggalkan kekasih.Ia akan mengatur pernikahan sebagaimana adanya, hal pertama yang ia lakukan adalah mengenalkan Nadin pada keluarganya. Ternyata keluarganya tidak begitu peduli dengan keputusannya, ia sudah tahu itu, ia memperkenalkan Nadin kepada mereka sebagai rasa hormat saja, meskipun pernikahannya bukan atas dasar cinta, tetap saja pernikahan adalah sesuatu yang dianggap sakral, mungkin mereka tidak begitu peduli karena selama ini Ronald dianggap pemberontak oleh ayahnya, begitu juga Ronald, ia tidak mengambil pusing tanggapan ayahnya karena mereka tidak sedekat itu.Berbeda dengan ibunya, wanita paruh baya itu sangat antusias mendengar putranya akan menikah, Ronald
Hari pernikahan yang harusnya indah dan mendebarkan itu akhirnya tiba. Seperti kesepakatan sebelumnya, mereka akan melangsungkan pernikahan di kota kediaman Nadin, karena itu keluarga Ronald menyewa penginapan termewah di kota itu dan tentu saja harganya tidak main-main, mereka tidak bertanya kenapa dan bagaimana, mereka hanya menuruti semua keputusan Ronald. Pernikahan Ronald dan Nadin akan berlangsung di hotel itu juga, menggunakan aula hotel yang masih layak disebut mewah.Adapun Nadin, ia kini berada di dalam salah satu ruang pengantin di hotel itu, wajahnya akan disulap seperti putri yang keluar dari dunia fairy tale oleh seorang perias handal, ia yang memilih konsep dan sebagainya, Ronald tidak peduli dengan itu, ia hanya bertanggung jawab untuk pembayarannya saja, harga dirinya bisa jatuh kalau Nadin juga yang membayar semuanya. Baginya pernikahan sudah tidak istimewa lagi karena pernikahan impiannya sudah terkubur dalam-dalam, ia hanya ingin acara pernikahan ini segera selesai.
Di tempat lain, Nadin masih sibuk mencari kamar melati yang di maksud Ronald. Ia sumringah saat menemukan pintu kayu dengan ukiran mewah bertuliskan Melati Room. Saat ia bingung harus bagaimana untuk membuka pintunya, seorang pelayan kabin yang dikhususkan bertugas di lantai VIP datang menghampiri."Apakah anda Nona Nadin?" ucapnya dengan sopan."Iya, saya Nadin" Balas Nadin."Ini keycard kamar anda, selamat beristirahat, Nona" ucapnya sopan seraya menyerahkan benda pipih berbentuk persegi panjang kepada Nadin."Iya, terima kasih." Balas Nadin, sang pelayan membungkuk memberi hormat lalu pergi.Nadin berhasil membuka kamar itu, tampaklah ruangan mewah dengan interior yang megah di dalamnya, ia merasa tidak sedang berada di atas kapal, ia tidak merasakan ada guncangan sama sekali. Setelah matanya menyisir seluruh ruangan dan mengaguminya, ia terpaku pada kasur king size, benda itu seperti menghipnotisnya, tiba-tiba ia merasakan matanya mengantuk ditambah tubuhnya yang lelah setelah seh
Bu Mary berhasil menyulap Nadin menjadi sangat cantik yang pada dasarnya memang sudah cantik."Sekarang ganti baju, di dalam paper bag ada baju dan sepatu, mamah mau kau memakainya," untungnya Nadin membawa pemberian mertuanya itu bersamanya, tadi ia tidak sempat menyimpannya. Ia mengambilnya lalu mengeluarkan isinya, ternyata Bu Mary memberinya barang branded."Nah, pakai itu sekarang dan buang baju kedodoran yang kau pakai itu" "Iya, Mah" balasnya dengan kikuk."Cantik sekali, ini baru menantu mamah" puji Bu Mary mengagumi menantunya."Beginilah harusnya penampilanmu sehari-hari," sambung Bu Mary.Diperlakukan sedemikian baik oleh mertuanya membuatnya berfikir, 'Seandainya putranya juga bisa sebaik ini?' suara Nadin di dalam hati.Setelah semuanya selesai, mereka turun ke bawah untuk meminta penilaian Ronald yang sedang menunggu mereka untuk sarapan, Bu Mary sangat bersemangat menanti pujian dari putranya."Bagaimana penampilan istrimu? Cantik 'kan?" Seru Bu Mary saat tiba di had
"Ada apa denganku?" Nadin berucap dengan lirih merenungi apa yang terjadi pada dirinya. Ronald tampak tidak peduli."Ah, kenapa aku tiba-tiba merasa panas begini?" Nadin membuka blezer yang menutupi dress yang ia kenakan sambil mengipas tubuhnya menggunakan tangan."Kau sedang apa?" Ronald menoleh ke arahnya dan memindai keadaannya. "Aku tidak tau, aku merasa sangat tidak nyaman dan seluruh tubuhku seperti akan mengeluarkan aliran listrik." Nadin mulai tidak sabar dan ingin menurunkan tali dress yang menggantung di bahunya."Hentikan itu! kamu mau telanjang di sini?" Ronald berkata sambil menurunkan kecepatan laju mobilnya, Nadin masih bisa menurut di antara kesadarannya yang mulai samar."Sudah kubilang, aku kepanasan, coba bantu aku meredakan ini." Ia menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya demi meredam gelanyar aneh yang hampir menguasai dirinya."Kau pasti salah meminum atau memakan sesuatu," Ronald mulai menebak apa yang terjadi pada Nadin. Ia kembali mempercepat laju mobil
Malam pun tiba, Nadin memasuki sebuah bangunan yang tidak begitu besar, tapi tatanannya yang estetik membuat nyaman berada di dalamnya. Ia mendekati meja yang sudah ada beberapa rekan kerja yang sedang menunggu, ia bersyukur karena tidak ada yang menyinggung masalah CEO mereka, mungkin belum karena perhatian mereka masih terfokus pada pemeran utama yang sedang berulang tahun belum hadir, tapi beberapa saat kemudian Pak Hery akhirnya tiba. Ferdi juga datang setelahnya."Hai, Fer!" sapa Nadin."Gimana? CEO kita bisa datang nggak?" bisik Ferdi, Nadin segera melotot padanya dan berkata, "jangan dibahas, aku sedang berharap mereka melupakannya" Nadin sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Ferdi agar semua orang tidak mendengar suaranya membuat Ferdi tertawa ringan."Ayo pesan menu-menu yang ada, kita akan berpesta malam ini" seru Pak Hery, sambil mengambil buku menu, ia memilih beberapa dan menawarkan kepada yang lainnya juga, seorang pelayan sudah bersiap mencatat setiap menu yang disebutk
Nadin telah kembali dari rumah sakit setelah mendapatkan perawatan selama dua hari, hanya Selfi yang selalu setia menemaninya selama dirinya dirawat, Selfi juga yang mengantarnya pulang saat ini, ia tidak memberitahu orang tuanya tentang keadaannya karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Adapun Ronald, ia tidak pernah sekalipun datang menjenguknya, ia telah menyerahkan semua pengurusan Nadin kepada Selfi. Saat tiba di rumah Ronald, Nadin berniat langsung masuk ke kamarnya. Tapi ia menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Ronald, ia hendak tersenyum pada Ronald dan mengucapkan terima kasih, mengingat Ronald sudah menolongnya beberapa waktu lalu, tapi ternyata Ronald hanya menatapnya dingin itu pun hanya sejenak lalu pergi begitu saja, ia akhirnya menarik kembali guratan senyum yang hendak timbul serta membuang niatnya untuk mengucapkan terima kasih. Matanya memperhatikan kepergian Ronald dan melihat ada memar dan luka gores di tangan Ronald."Aku pikir dia sudah le
Hari telah berganti, Rencana Nadin agar terusir dari rumah Ronald gagal total, ia juga menyerah. Akhirnya ia pasrah menjalani kehidupannya.Hari ini ia kembali berangkat ke perusahaan untuk bekerja seperti biasanya. Berangkat sendiri menggunakan kendaraan umum. Berbeda dengan Ronald yang berangkat dengan kendaraan pribadi kadang dengan sopir kadang juga menyetir sendiri.Ketika mobil yang membawa Nadin tiba di depan kantor Bramasta, ia turun lalu membayar ongkosnya, saat mobil itu telah pergi, sebuah mobil lain bergerak ke arahnya, karena penasaran, ia menunggu mobil itu berhenti tanpa ada rasa curiga sama sekali. Saat mobil itu tiba tepat di depannya, orang dari dalam mobil membuka pintu dan menariknya masuk dengan paksa, ia sempat berontak dan berteriak tapi segera mulutnya disekap oleh orang yang berada di dalam mobil dan membiusnya hingga pingsan.Selfi mengetahui itu dari karyawan yang melihat kejadian, ia melaporkannya pada Ronald."Pak, ada yang melihat Bu Nadin, dibawa pergi ol
Satu Minggu telah berlalu. Selama seminggu itu Nadin sangat setia mengurus keperluan Ronald dengan telaten, ia juga menahan diri untuk melancarkan rencananya. Berkatnya Ronald bisa sembuh dengan cepat, gips di kakinya pun sudah dilepas, ia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari itu ia mulai datang ke perusahaan, ia datang bersama Nadin, mereka datang bersama atas perintah Ronald, karena semua orang tau Nadin adalah istri yang merawatnya selama kakinya sakit. Semua orang tampak menunggu kedatangannya, mereka semua memberi ucapan selamat atas kedatangannya kembali ke perusahaan ataupun ucapan selamat atas kesembuhannya, tidak sedikit juga yang memberinya hadiah, ia menerima semua hadiah-hadiah itu lalu menyerahkannya pada Selfi untuk disimpan. Saat dirawat di rumah pun sudah banyak yang datang menjenguk tapi yang datang rata-rata para petinggi di perusahaan, salah satunya adalah ayah Nata. Semua orang hanya memperhatikan Ronald, ia seperti bulan di antara para bintang, sepertinya
Nadin mulai memikirkan cara agar dirinya bisa diusir dari rumah Ronald. Ia berpikir, dengan begitu Ronald akan melepaskannya dengan suka rela tanpa meninggalkan trauma dan menyakiti orang tuanya. Sebelum melancarkan misinya, Ia bertanya kepada para pelayan untuk mengumpulkan informasi, hal apa saja yang paling disukai dan paling dibenci oleh Ronald, ia berhasil mendapatkan beberapa info. Ia akan melakukan yang ringan-ringan dulu sebagai pemanasan. Ia akan melakukan rencana besarnya saat kaki Ronald sudah sembuh.Dari informasi yang ia dapatkan dari para pelayan di dapur, Ronald sangat tidak suka bubur ayam yang dicampur dengan kuah, dan ia akan menyiapkan makanan itu untuk sarapan Ronald. Ada juga informasi dari pelayan yang mengurus kebersihan, Ronald sangat tidak suka kalau ada basah di depan kamar mandi, ia bisa mengamuk jika menemukan hal itu, tapi Nadin malah meletakkan keset yang basah di tempat itu.Ronald telah terbangun di pagi hari, ia mengucek matanya lalu bangun kemudian be
Malam telah datang, Nadin memastikan seluruh keperluan Ronald sudah tersedia. Setelah itu, Nadin ke kamarnya sendiri untuk istirahat. Adapun Ronald, ia sudah tertidur lebih dulu. Tapi saat Nadin ingin tidur ia tidak bisa menutup mata, tiba-tiba saja ia merasa khawatir, seperti halnya seorang perawat yang khawatir pada pasiennya. Ia pun kembali ke kamar Ronald dan tidur di sofa.Saat tengah malam, suara Ronald membuatnya terjaga, sepertinya Ronald sedang mimpi buruk, nafasnya terengag-engah dan tubuhnya berkeringat dingin. Nadin buru-buru menghampirinya lalu membangunkannya."Ronald...! Hei!" Panggil Nadin sambil mengguncang tubuh Ronald, tapi Ronald tidak lantas bangun, ia pun meletakkan tangannya di sisi kiri dan kanan kepala Ronal lalu berteriak tepat di depan wajahnya."Ronald!! Bangunlah!" Panggil Nadin, lebih keras dari sebelumnya. Mata Ronald berhasil terbuka, ia menatap Nadin yang masih setia memegangi kepalanya dengan nafasnya yang masih terengah-engah."Kamu mimpi apa sih!?" S
Nadin susah payah membopong Ronald di sepanjang jalan, ia sempat memberikan tongkat pada Ronald agar bobot tubuhnya yang berat dan keras sedikit berkurang. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat titik kumpul. Saat melihat keadaan Ronald, semua orang sigap memberi pertolongan, seseorang langsung menggantikan Nadin memapah tubuh Ronald, seseorang lagi sigap mengambilkan kursi, sementara itu Nadin langsung membiarkan tubuhnya menggelepar di tanah dengan nafas ngos-ngosan, layaknya ikan yang sedang butuh air. Ronald meliriknya dengan tatapan yang bercampur aduk, antara menahan sakitnya atau menertawakan Nadin, tapi jauh di dalam hati ada sedikit rasa kagum. Namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah saat Ferdi mendekati Nadin, dan mengulurkan tangan untuknya."Kamu baik-baik saja?" Ucap Ferdi seraya membantu Nadin bangun."Iya! Aku hanya kelelahan setelah berjalan sambil menanggung beban yang sangat berat, bahkan hatiku ikut lelah membawanya." Sindir Nadin sambil melirik Ronald yang suda