Gue kembali masuk kerja setelah total hampir 1.5 minggu bedrest total. BB gue berkurang cukup banyak, hingga gue sadari celana gue nggak ketat-ketat amat. Entah gue harus bersyukur atau sedih karena diet tanpa sengaja.
Seperti biasa, pagi itu masih sepi. Padahal jam telah menunjukkan pukul 9.00 tepat. Bahkan Veve dan Nana tak tampak di manapun. Mungkin mereka berdua pergi ke customer, karena mereka tipe yang selalu datang pagi seperti gue untuk menghindari macet. Satu orang pertama yang datang setelah gue balik dari toilet adalah Rahma. Dia menyapa gue dengan ramah. Yang jujur membuat gue cukup kaget, karena dia biasanya orangnya cuek dan nggak terlalu peduli sama gue.
“Gimana, Kak? Udah sembuh?” tanya dia berbasa-basi.
“Yah, udah 90 % lah, masih agak-agak lemes kalo berdiri kelamaan. Tapi nggak mungkin gue kelamaan absen. Lo tahu sendiri, banyak banget kerjaan pending,” kata gue memulai.
“Iya, Kak,
Gue sedang menumpuk banyak dokumen, ketika Veve datang mendekat.“Hei, minggu depan lo ada acara nggak?” tanya Veve.Gue mencoba mengingat-ingat minggu depan akan ada acara apa saja. Seingat gue, minggu depan gue ada jadwal interview dengan bos gue, entah Bu Angel entah Pak Vino, untuk memberikan informasi tentang kelulusan probation gue di sini. Kemudian kalo memang lolos, gue akan menunggu lagi dalam kurun waktu 1-2 hari untuk dipanggil ulang oleh HRD untuk pembaharuan kontrak kerja.“Kayanya gue ada jadwal interview soal probation gue, Ve, gimana dong? Cuma waktunya sih belum pasti kapan. Emang kenapa?” tanya gue.“Temenin gue dong. Gue mau meeting sama vendor lain nih yang bakalan kerja sama buat handle projectnya PT S. Si Nana ada training luar kantor selama dua minggu bareng engineer,” kata Veve sambil memasang tampang memelas.“Ya udah, nanti coba gue cari
Dua hari kemudian, email HRD baru datang di siang hari tentang akhir probation gue. Seperti biasa, pengirimnya adalah si Sonny, salah satu HRD staff yang lumayan ramah sama gue dibanding yang lain. Di email itu, dia mengirimkan draft kontrak kerja gue yang baru, dengan masa kerja baru yaitu 1 Juni 2018-30 Juni 2019.Lantai 3 entah kenapa sedang ramai dengan anak divisi sales hari itu. Maklum, menjelang monthly sales meeting sekaligus menjelang end Q2 (quarterly paruh kedua tahun ini) yang ternyata datang secepat itu. Akhirnya, karena gue butuh konsentrasi untuk membaca draft kontrak, gue melipir ke rooftop sendirian.Nggak disangka, disana ada Pak Gandha dan Pak Cokro sedang mengobrol. Karena keduanya melihat kedatangan gue, gue yang tadinya sudah berniat untuk berbalik arah, mengurungkan niat. Gue cuma males aja mereka salah paham.“Eh, ada anak baru, mau sebat?” tanya Pak Cokro sambil menyapa gue ramah.“Enggak, Pak, saya nggak ngeroko
Menjelang Q2 meeting, tim gue tentu saja sibuk. Bu Angel berkali-kali menanyakan pada gue project A-Z apakah sudah terbayar atau belum. Baik project yang one time atau yang berkelanjutan. Baik yang gue bawa maupun milik Sania. Yang untungnya dibantu anak-anak engineer Sania agar dapat terbayar tepat waktu. Selain gue, dia terus mencecar Anwar, tapi dengan nada yang lebih kalem dibanding ke gue.“War, kalau lo masih nggak ngerti prosedur, tanya ya, sama yang di sini. Banyak yang bisa kamu tanyain. Matari, jangan pura-pura budeg. Lo harus ngebantuin Anwar juga. Rahma, jangan banyak pasif, lo mesti reminder Anwar juga,” kata Bu Angel membuka percakapan pagi itu.“Bu, dipanggil Pak Vino ke ruangan,” kata Veve yang tiba-tiba mendekat.“Oh, oke. Thanks ya, Ve. Hmmm, War, gue kasih tugas dikit deh, lo bikin flowchart ya, prosedur tim kita sampai proyek selesai dibayar. Nanti, lo kirim hasilnya dalam bentuk pdf ke email gue,” ujar Bu
Saat gue duduk di lounge untuk main PS bareng Sonny di jam istirahat siang, gue mendapati seorang wanita cantik lain duduk di sana. Dia sedang bekerja dengan laptopnya dan tampak serius. Sejujurnya, gue baru pertama lihat wanita itu. Dia kisaran usia 35-an ke atas, rambutnya dikeriting salon berwarna cokelat terang. Badannya kecil, sedikit pendek untuk ukuran wanita Indonesia. “Bengong lo, next dong,” timpal Sonny mengagetkan gue. “Siapa tuh Son?” tanya gue penasaran, berbisik di dekat Sonny. “Lah, emang lo nggak tahu? Dia kan head corporate secretary perusahaan kita. Atasannya sekretaris-sekretaris yang ada di samping para C level tuh. Dia emang jarang di kantor. Ngedampingin Pak Adnan terus, CEO kita. Namanya Bu Sandy. Udah nempel di samping Pak Adnan dari lama. Cuma jarang banget ngantor, dia mostly WFH (Work From Home), ortunya sakit, kalo misal nggak nemenin Pak Adnan keliling,” sahut Sonny. Gue cuma ber-oooh, kemudian kembali main PS lagi melawa
Selepas Q2 quarterly meeting berakhir dengan tekanan dari pihak Singapore agar kami semakin memeras otak untuk mencapai target sales, Bu Angel mendekati gue.“Ri, tahu Pak Danar?” tanya Bu Angel dari tempatnya duduk.“Pak Danar dari Bank B ya?” timpal gue. “Direktur IT-nya ya Bu?”“Iyes. Betul sekali. Dia minta dientertain. Kamu udah tahu belum?”“Belum, Bu.”“Oh, ya mungkin emailnya masih masuk ke email Sania. Kan lo tahu itu customer dia sebenernya. Nah, dia minta 5 orang direkturnya ke LA.”Gue agak tertegun. LA yang dimaksud ini Los Angeles kan? Masa iya Lenteng Agung?“Nah, yang pernah ngajak customer ke LA itu kalo nggak salah Pak Cokro. Lo minta deh contact tour & travel-nya sama dia. Sekaligus list kegiatan selama di sana. Hmmm, nggak usah bengong gitu. Dari kita paling gue sama Pak Cokro yang berangkat. Mungkin Pak Marjan atau Pak Vino bisa diaj
“Gue udah kasih rate bagus lho, udah nggak bisa kurang lagi, Sis,” suara Jilly di telepon membuat gue makin gusar.“Nggak bisa kurang lagi? Duh gimana yak, minta duduk business class tapi minta harga economy class, pusing gue, Jil!” keluh gue sambil duduk di pojokan lounge.“Hahaha, biasalah itu, selevel direktur aja masih demen gratisan yak, untung aje nggak satu keluarganya diajak sekalian. Tambah puyeng lo, gue juga sih. Tapi kan gue mah cuma nerbitin invoice, guidenya aja paling pingsan ngikutin kemauan orang-orang yang beda-beda. Lo aja tuh paling dikomplein sana-sini kalo nggak sesuai, kan elo yang in charge sama gue.”“Iya, nggak kebayang deh kalo sampe satu RT ikut semua.”“Udah, deal yak? Gue udah kasih rate segitu lho, udah bagus banget. Lo bisa compared deh ama agen lain, pasti bisa nyampe 100 juta satu orang untuk business class plus paket wisata 7 hari, gue udah kasih harga paling bagus, m
Ibaratnya, hampir semua orang di kantor gue sebenarnya tahu hubungan antara Pak Marjan dan Bu Cla. Tapi hampir semuanya bungkam. Paling banter ngegosip di pojokan lounge, toilet, kantin atau saat istirahat siang. Itu pun nggak ada yang terbuka. Bener-bener berbisik satu sama lain. Bahkan saat gue makan bareng-bareng kemarin, selepasnya nggak ada yang berani angkat bicara satupun. Mungkin ada, kan Hanna punya grup WA sendiri bareng Veve cs.Yah, gue tahu sih, Pak Marjan masuk ke C level. Penghuni anggota di level BOD (Board of Director) yang mana, gue masih nggak paham, kenapa dia seterang-terangan kaya gitu. Ya bukannya gue membenarkan hal untuk sembunyi-sembunyi juga, tapi apakah dia nggak takut posisinya terancam?Memang banyak alibi yang bisa dipakai. Apalagi Bu Cla kan team leader gitu lho. Sudah pasti keputusan terbesar project-project besar masih membutuhkan jasa Pak Marjan di sana-sini. Meskipun memang ada Pak Vino, tapi Pak Vino sendiri gue lihat juga sama sibu
Pagi harinya di kantor, heboh. Kebetulan aja Bu Cla nggak terlihat batang hidungnya. Entahlah, dia juga emang jarang ngantor sih sama kaya bos gue. Jadi gue juga nggak tahu, ketidakhadirannya di kantor apakah karena memang menghindar atau sedang meeting di luar seperti biasanya.Kehebohan tentu saja karena kejadian semalam. Dan bukan dari gue tentu saja, karena semalam, gue cuma sama Beno, dan Beno bukan karyawan kantor ini. Terus, gue nggak ngerasa udah ngebocorin soal kejadian semalam sama siapapun.Tapi, ternyata, semalam, di food park itu, ada anak FA yang juga sedang makan di sana. Namanya Mba Ibel. Dia semacam staff admin FA yang kontraknya udah lama banget di sini. Dia, udah mengalami pemutihan 2 kali. Gue sebenarnya cukup salut sama dia. Kalau gue, dengan status nggak jelas kaya gitu, mendingan gue cabut aja cari pekerjaan lain. Meskipun ya gue cukup sadar sih, Mba Ibel emang usianya udah nggak muda lagi. Masih dipertahankan perusahaan aja luar biasa cukup buat