"Dimana kalian?" Tanyanya. Ia lantas bangkit berdiri dan berjalan ke ruang ganti dengan cepat. Erhan menyebutkan nama sebuah rumah sakit. Dan tanpa basa-basi Nadira menutup telepon.
Fera masih berdiri mengekorinya. Pria setengah matang itu tampak bingung dengan kekalutan yang ditunjukkan Nadira. "Loe mau kemana?"
"Pemotretan udah kelar, kan? Gue ada urusan." Jawabnya. Ia bahkan tak segan mengganti pakaiannya di depan Fera.
"Tapi ada acara makan bareng, Ra." Ucap Fera dengan ragu-ragu.
"Loe wakilin aja. Gue mesti ke RS sekarang." Ia kemudian meraih tas nya dan berlalu pergi meninggalkan Fera yang masih harus membereskan wardrobe.
Masuk ke mobilnya dan menginjak gas dalam-dalam, Nadira berdoa dalam hati semoga keadaan sahabatnya baik-baik saja.
Rumah sakit yang ditujunya ia datangi dalam waktu kurang dari lima belas menit. Lima menit lebih cepat dari jangka wak
Nadira termenung di kamarnya. Malam semakin larut tapi ia tak bisa juga memejamkan mata.Membayangkan bagaimana kondisi Gisna saat ini membuat hatinya dirundung duka. Akankah sahabatnya itu kembali pada mereka? Jangan sampai Tuhan membawanya. Tidak, jangan sekarang. Jangan ambil sahabat baiknya saat ini ya Tuhan. Doanya dalam hati.Gisna, Lucas, Caliana, Adskhan. Menyebutkan keempat nama tersebut kembali menyayat hatinya. Kecemburuan mau tak mau melandanya. Ia merasa iri pada mereka yang bisa menemukan seseorang dan berakhir dengan melabuhkan hatinya pada orang yang tepat. Sementara dirinya?Mungkinkah ia juga akan mendapatkan sosok yang mencintainya seperti halnya Caliana yang begitu dicintai Adskhan dan Gisna yang begitu dipuja Lucas.Satu nama terselip dalam pikirannya.Erhan?Nama itu yang seketika terlintas di kepalanya. Tapi kemudian Nadira tepis.
Nadira mengerutkan dahi. Rasa-rasanya dia tidak menaruh informasi apapun tentang Alden di ponselnya. "Gisna yang memberitahuku sebelum kecelakaan itu." Lanjutnya seolah menjawab pertanyaan Nadira."Kau!" Nadira menatapnya tajam.Erhan meletakkan ponsel itu di nakas dan bangkit berdiri mendekati Nadira yang masih mematung di tempatnya sejak keluar dari kamar mandi. Erhan memegang lengan atas Nadira dan mengusapnya perlahan. Sentuhan Erhan berdampak buruk bagi Nadira, karena memberikan sengatan listrik di tubuhnya."Sama halnya seperti Alden untukmu. Ezgi pun begitu buatku. Bedanya, dia sepupu dari pihak ibu." Jawabnya dengan lemah lembut.Nadira mendongak, mencoba mencari kebohongan di mata pria itu."Tapi kau bilang.. dulu..kalian? Kau menyebut namanya waktu itu!" Nadira menepis tangan Erhan dan berjalan menjauh.Erhan membuntutinya. "Iya, aku tahu. Aku salah
Setelah menerima permintaan Erhan untuk menikah. Semuanya terasa berjalan dengan begitu mudah bagi Nadira.Apakah ini semua hanya euiforia? Atau memang faktanya demikian. Karena segalanya tampak begiu lancar bagi Nadira.Ketika ia membawa Erhan ke rumahnya untuk ia kenalkan pada ibu dan adik laki-lakinya. Ekspresi di wajah mereka terkesan datar. Tidak ada rasa kaget seperti yang Nadira perkirakan sebelumnya. Erhan dan Randu bertegur sapa layaknya mereka adalah kenalan lama. Dan ibunya memperlakukan Erhan seolah Erhan adalah anaknya yang baru saja kembali setelah melakukan perjalanan jauh. Menyuguhinya dengan segala makanan favoritnya layaknya Erhan itu seorang raja.Semua ini terkesan aneh, bagi Nadira khususnya.Ibunya memang sejak lama meminta Nadira untuk mengenalkannya dengan laki-laki. Jadi tidak aneh kalau misalkan dia tampak antusias. Tapi setidaknya wanita itu sedikitnya merasa curiga pada Erhan. Tapi ini tidak.Lantas adiknya, Randu. Biasa
Semua orang berkumpul di kamar Erhan. Semuanya tampak tertunduk. Tidak ada seorangpun yang bisa memberikan Erhan berita yang membuatnya puas. Si pemberi bunga itu jelas tidak ditemukan. Dalam rekaman CCTV pun tidak ada yang mencurigakan. Hal ini semakin membuat Erhan cemas.Pada akhirnya dia mengusir semua orang dan kembali ke kamar dimana Nadira terlelap puas setelah mendapatkan obat penenang dari dokter yang sengaja Erhan panggil."Siapa yang dengan sengaja melakukan hal ini?" tanya Erhan pada dirinya sendiri. ia mengusap kepala Nadira dengan lembut, mengecupnya sebelum turut membaringkan tubuhnya di sisi gadis itu. ia meletakkan lengannya di bawah kepala Nadira dan kemudian semakin medekat kearah tubuh wanitanya dan memeluknya.Dalam ketidaksadarannya, Nadira balas memeluknya. 'Aku akan menemukannya. Siapapun dia.' Sumpahnya dalam hati.Erhan terbangun karena seseorang menggoyang tubuhnya tanpa henti. "Erhan, bangun. Sholat!" perintah itu memb
Bahagia? Itukah yang Nadira rasakan? Ya, dia bahagia. Bahkan sangat.Karena siapa?Siapa lagi kalau bukan karena Erhan.Setelah Gisna sadar dari komanya setelah kasus penusukan itu. Nadira akhirnya memikirkan kembali permintaan Erhan untuk mempercepat proses pernikahan mereka. Terlebih ia mendapatkan dorongan dari orang-orang di sekitarnya. Siapa lagi kalau bukan ibu dan adiknya, Gisna dan juga Meta sahabatnya. Orang-orang itu meyakinkan Nadira bahwa pernikahan adalah pilihan terbaik. Dan meskipun Erhan tak pernah mendesaknya lagi, ekspresi pria itu jelas tampak sangat girang saat Nadira mengatakan bahwa dia berubah pikiran dan mengatakan bahwa dia akan menikah dengan pria itu secepat mungkin.Saking tergesanya, pria itu bahkan dengan segera memesankan tiket pesawat untuk kedua orangtuanya dan juga satu-satunya kakak perempuan yang dimilikinya. Kontrak Nadira dijadikannya alasan untuk tidak pergi sendiri ke Turki dan meminta restu langsung disana. Padahal
Erhan terduduk dengan mata menerawang jauh. Entah kenapa, menjelang hari pernikahannya ia merasa ada yang salah dengan perasaannya. Semacam ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Dan ia tidak bisa mengartikan kenapa.Ia merasa bahagia, itu tentu. Antusias, itu pasti. Tapi ada perasaan lain saat ini yang mengganjal di hatinya, seolah ia merasa ada sesuatu yang hilang. Mencelos kosong. Tapi apa itu?“Apa kau merasa takut karena sebentar lagi statusmu tidak lagi lajang?” Erhan melirik Ganjar yang memandang ke arahnya dengan tatapan mengejek.“Kenapa aku harus merasa seperti itu?” Erhan balik bertanya.Ganjar mengedikkan bahu. “Mungkin karena setelah menikah dengan Nadira kau tidak bisa lagi tebar pesona pada wanita lajang lainnya? Atau mungkin kau takut menjadi s
Erhan memandang berkeliling aula hotel dimana pernikahannya dan Nadira akan berlangsung esok pagi. Aula yang tadinya kosong itu kini sudah delapan puluh persennya terisi dengan berbagai macam hiasan. Panggung yang ada di bagian terdepan aula sudah dihias dengan bunga-bunga hidup yang segar dan indah. Kursi kebesaran yang akan mereka duduki pun sudah berdiri kokoh di sana. Di bagian bawah panggung, sudah tersedia meja dan kursi untuk akad nikah mereka besok.Di bagian sisi kiri dan kanan aula sudah terpasang kain yang didominasi warna keemasan dan putih. Pilar-pilar yang menjadi pagar telah dibungkus rapi dengan kain dan diselimuti bunga-bunga yang indah. Seluruh kursi untuk tamu dan keluarga pun tak kalah dibuat indah. Semuanya sangat menawan di mata Erhan. Nadira jelas telah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang. Pernikahan mereka, akan terlihat seperti pernikahan putra dan putri raja nantinya. Ya, ini akan menjadi momen pernik
Nadira membuka matanya dengan susah payah setelah mendapat guncangan hebat. Entah kenapa, tubuhnya terasa begitu lelah. “Loe itu tidur apa ngebangke sih?” tanya Meta dengan kesal dan tanpa henti menggoyangkan tubuh Nadira yang baru setengahnya terbangun. “Gue tahu kalo loe itu pelor. Tapi apa emang mesti se bangke ini?” Gerutu sahabatnya itu seraya menarik kedua tangan Nadira supaya gadis itu bangkit dari tempat tidurnya. “Nyokap loe panik, pikirnya loe pura-pura mati karena gak mau jadi ngawinin Sir Erhan. Kalo emang tahu gitu, kenapa gak loe kasih laki loe sama gue aja?” cerocos Meta tanpa henti.“Trus loe mau ngasih Ganjar sama siapa? Sama si Winny anak pemasaran?” ledek Nadira dengan kuapan lebarnya. Ia menggeliat dalam duduknya dan mengerang dengan keras sebelum kemudian bangkit dan turun dari tempat tidurnya, berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Pesta pernikahan digelar keesokan hari setelah henna night. Bukan pesta yang mewah seperti yang dibuat Nadira tempo lalu. Melainkan sebuah pesta sederhana yang hanya mengundang beberapa kerabat dan rekan penting keluarga Erhan. Orang-orang yang dikenal yang datang dari Indonesia hanyalah Meta, Ibunya, adiknya dan juga sahabat-sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu dengan para sepupu Erhan.Tidak ada kebaya, tidak ada siger, dan tidak ada musik tradisional Indonesia. Saat ini, keseluruhan pesta didominasi dengan acara internasional. Bahkan Nadira sendiri tidak mengenakan pakaian pengantin tradisional Turki, melainkan gaun mewah yang dipesan khusus untuknya dari designer langganan Dilara.“Uwoowwww, pengantin kita benar-benar cantik sekali.” Meta yang berjalan masuk mengenakan gaun berwarna navy tampak memandang Nadira dengan sorot terpukau.Nadira balik memandang sahabatnya itu dengan senyum di wajahnya. Set
TurkiKediaman Erhan tampak lebih sepi daripada biasanya. Karena apa? Karena ini adalahHenna Night.Malam Henna, yang diadakan bukan untuk orang lain, tapi untuk kekasih hatinya, Nadira.Ya, keluarga Erhan kini seluruhnya, para wanitanya, tengah berkumpul di kediaman orangtua Adskhan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menyisakan para pria yang tinggal di rumah dengan hanya menggigit jari saja karena tidak diperkenankan untuk hadir.Bukan diharamkan, hanya saja mengingat tradisi orang Indonesia akan pingitan, maka untuk henna night malam ini, para pria tidak diperkenankan hadir. Dan itu termasuk Erhan, Adskhan dan juga Lucas. Ketiga sepupu itu kini diam di kediaman Erhan, menjaga sepupu termuda mereka supaya tidak lari dan pergi ke tempat dimana pesta berlangsung dan melanggar perjanjian dengan calon ibu mertuanya.Erhan kembali melirik ponselnya. lantas mencebik
Bulan-bulan kemudian berlalu dengan cepat. Seperti yang sudah Erhan sarankan sebelumnya, Nadira mengambil kelas bahasa. Erhan memintanya untuk fokus belajar bahasa Italia dan Prancis. Sementara untuk bahasa Turki, pria itu mengatakan bahwa dia akan menjadi mentor Nadira secara gratis. Bahkan jika ada sesuatu yang bisa di praktekkan, pria itu mengatakan bahwa dia akan dengan senang hati memberikan contoh gratis yang seketika ditolak oleh Nadira.Dan memang waktu berlalu menyenangkan. Meskipun sebagian orang menduga bahwa hari-hari yang dilalui Nadira itu berat, tapi faktanya tidak demikian. Dia menikmati semua itu. karena Erhan selalu memanjakannya setelahnya.Bukan dengan acaramake-outseperti saat Nadira masih sehat. Pria itu bahkan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menyentuhnya selain memberikan kecupan di dahi dan pipi atau ciuman pendek saat Nadira memintanya. Tapi dengan memberikan apapun dan melakukan apapun y
Hari-hari Nadira dan Erhan mungkin terasa datar saja bagi yang memperhatikannya. Erhan bekerja, dan disela waktunya pria itu mengantarkan Nadira untuk pergi terapi. Ya, sebisa mungkin pria itu tidak pernah absen mengantarkan Nadira untuk melakukan fisioterapi. Bagi pria itu, melihat perkembangan Nadira setiap harinya merupakan kebanggan tersendiri. Setelahnya Erhan akan melakukan apapun yang Nadira inginkan. Entah itu berjalan-jalan, makan-makan, atau hanya duduk diam saja di rumah dan menonton acara di televisi. Entah itu tayangan film atau sekedar gosip. Yang jelas bagi Erhan, menghabiskan waktu bersama dengan Nadira adalah bentuk kebahagiaan.Hubungan Erhan dengan Fera bin Feri pun sudah mulai membaik. Erhan sudah bersedia membiarkan Nadira menerima video call dari Feri meskipun seringkali pria itu mencebik dan memalingkan muka dan bahkan meninggalkan Nadira untuk berbicara sendiri tanpa gangguannya.Fera yang takut akan berubah labih sep
Ya, tentu saja dia menginginkannya. Itulah jawaban dari pertanyaan dalam kepalanya. Nadira memandang pria itu dan tersenyum. “Untuk saat ini, aku mengingnkanmu.” Jawabnya lirih. Wajah Erhan kembali dibingkai senyum bahagia yang tentu saja menular pada Nadira. “Sekarang, apa kau mau memelukku?” pinta Nadira yang dijawab Erhan dengan anggukan dan kemudian lengan besarnya merengkuh tubuh Nadira lembut dan mendekap kepala Nadira di dadanya.“Seni seviyorum, Askim.” Ucap pria itu di atas kepala Nadira. “Aku mencintaimu, cintaku.” Ulang pria itu dalam bahasa yang lebih dimengerti Nadira. “Sudah malam, kembalilah tidur.” ucap Erhan tak lama kemudian seraya melepas pelukannya di tubuh Nadira.Nadira memandang pria itu dan mengedipkan mata sebagai tanda setuju. Erhan kemudian menekan tombol yang ada di sisi tempat tidur dan mengembalikan posisi ranjang pada kondisi berbaring datar.
Maap kalo banyak typo, Mimin belum sempet revisi karena pengen cepet-cepet update._____________________________________________Pria itu menarik napasnya dengan perlahan. “Jika ini membuatmu membenciku, tak masalah. Aku hanya perlu usaha lagi untuk membuatmu suka padaku.” Ucapnya dengan percaya diri yang dijawab kekehan Nadira. “Baiklah, darimana aku harus mulai?” tanyanya pada Nadira.“Dari awal?” Nadira balik bertanya.Erhan menganggukkan kepala. “Awal, ya?” ucapnya lirih. Ia kembali menarik napas panjang dan mulai bercerita. “Awal pertama pertemuan kita setelah insiden yang dialami Gisna. Apa kau ingat?” Nadira mengerutkan dahinya. Insiden? Insiden apa yang dimaksud pria itu? hal terakhir yang diingatnya tentang Gisna adalah ketidaksetujuannya atas pernikahan palsu sahabatnya itu. namun sekarang, saat melihat sahabatnya ber
"Memelukmu?" Tanya Erhan ragu. Entah kenapa mendengar permintaan gadis itu ia tiba-tiba merasa malu. Tanpa ia sadari, wajahnya memanas dan memerah seketika.Nadira memandang pria itu dengan heran. "Iya, memelukku. Kenapa? Kamu gak mau lakuin itu?" Tanyanya heran.Erhan bertingkah seperti gadis perawan yang hendak dipinang oleh pria pujaannya. Pria itu mengusap tengkuknya karena merasa kikuk. "Bukan begitu." Ujarnya lirih. "Hanya saja…""Hanya saja apa?" Tanya Nadira dengan nada menuntut."Aku takut tidak bisa menahan diri." Rengek pria itu, seperti bocah yang meminta mainan pada orangtuanya.Nadira terkekeh. Mau tak mau gadis itu memandang Erhan karena tingkah lucunya. "Jangan menertawakanku." Sergah pria itu dengan mimik cemberut. "Aku sudah menahan diri untuk tidak menyentuhmu saat kita dipingit. Dan aku juga sangat merindukanmu saat bajinga
Nadira menunggu. Di kamar inapnya yang sudah kembali sepi karena lagi-lagi, ia meminta ibunya, adiknya, Gisna dan juga sahabatnya Meta untuk pulang saja dan tak menemaninya tinggal.Mereka menolak, tentu saja. Karena mereka takut Nadira kesusahan jika membutuhkan sesuatu, terlebih jika ia memiliki kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi. Tapi lantas ia menghingatkan mereka bahwa ia menggunakan kateter urin yang meskipun terasa tak nyaman tapi harus digunakan untuk sementara waktu sampai minimal dia bisa duduk sendiri.Jam berlalu terasa lama baginya. Menunggu itu memang tidak nyaman. Dan setelah obat yang dikonsumsinya, menahan kantuk itu rasanya sangatlah susah. Tapi ia masih mencoba bertahan karena dia ingin bertemu dengan orang itu. Siapa lagi kalau bukan Erhan. Pria yang hanya akan datang padanya saat dia tidak sadar.Jam berlalu, dan tanpa sadar Nadira terbuai oleh kantuknya. Hingga kemudian dia bisa merasakan tangan s
Hari ini benar-benar melelahkan bagi Nadira. Fisik dan juga batinnya.Bagaimana tidak. setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter umum yang menanganinya. Nadira kemudian dialihkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog. Dia ‘dipaksa’ untuk mengingat dan menceritakan kejadian terakhir yang ada dalam kepalanya. Dan itu bukan hal yang mudah, mengingat banyaknya hal yang tidak bisa ingat dan bisa dia ingat dalam waktu bersamaan. Dan hal itu membuatnya merasakan sakit di kepala.Setelahnya ia melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan tujuan untuk melihat keseluruhan organ dalam Nadira dengan lebih seksama untuk nantinya mereka melakukan penanganan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan amnesia yang Nadira miliki dan juga kelemahan otot yang membuatnya tidak bisa bergerak.“Secara keseluruhan, kondisi fisik Bu Nadira itu ada dalam keadaan prima.” Ucap dokter ahli sara