Setelah menempuh perjalanan berhari-hari dengan berkuda, Puti Bungo Satangkai dan si Kumbang Janti tiba di satu kawasan bernama Nagari Muara Tais. Kelak, kawasan ini berada di segitiga perbatasan Provinsi Sumatra Barat dengan Provinsi Riau di sebelah timur, dan Provinsi Sumatra Utara di bagian utara.“Bungo!” teriak si Kumbang Janti. “Sebaiknya kita beristirahat saja di sini. Lihat, di depan ada aliran sungai!”Sang gadis hanya menjawab dengan senyumannya saja, dia sudah melihat aliran sungai kecil tersebut.Bungo melompat turun dari kudanya, lalu membiarkan kuda hitam legam itu untuk merumput dan beristirahat.“Perjalanan kita masih sangat jauh, Bungo.” Si Kumbang Janti membiarkan kuda betina coklat itu untuk beristirahat pula. “Tidak ada gunanya berkuda tanpa istirahat.”Sang gadis berjongkok di tepian sungai, membasuh tangan dan mukanya.Tidak banyak hal yang bisa dibicarakan dengan sepupu jauhnya tersebut lantaran dia yang tidak begitu memahami bahasa isyarat.‘Oh, Dewata … perjal
“Tuan Gadih, apakah engkau yakin? Aku merasa tidak pantas menerima apa pun darimu. Lagi pula, engkau sudah dengan bermurah hati menyembuhkanku. Aku tidak merasa bahwa aku harus―”“Oh, berhentilah berkicau, Antaguna. Kau bukan seorang anak kecil!”“Maafkan aku.” Antaguna tertunduk.“Kecuali bila kau memandang rendah kesaktianku, maka aku―”“Tidak, Tuan Gadih,” ucap Antaguna. “Bagaimana mungkin aku akan berpikiran seperti itu? Meskipun orang-orang mengenalku sebagai seorang yang jahat sebelum ini, aku tidak pernah melupakan kebaikan seseorang kepadaku.”Puto Champo yang bernama asli Hoa Nhai itu terkikik halus.“Aku tidak peduli dengan masa lalu seseorang, Anak Muda,” balasnya. “Bagiku, sudah sangat jelas engkau berjodoh denganku. Untuk itulah, aku akan menurunkan kesaktianku padamu. Suka ataupun tidak.”“Kupikir pertemuan kita hanyalah kebetulan semata, Tuan Gadih. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan. Meski demikian, tetap saja, aku sangat berterima kasih padamu.” Antaguna membungkuk
Puluhan tombak ke arah hulu sungai, Puti Bungo Satangkai dan si Kumbang Janti menemukan perkelahian dari belasan orang di satu tanah datar, tepat di samping sungai itu sendiri.Perkelahian itu terlihat sangat tidak seimbang. Selusin orang dengan tombak, golok, dan pedang mengeroyok lima orang lainnya.“Hei!” bisik si Kumbang Janti pada sang gadis. “Kurasa orang-orang yang bertombak itu adalah orang-orang Kerajaan Toba Tua.”Bungo melirik sepupu jauhnya tersebut dengan kening mengernyit seolah bertanya dari mana dia mengetahui hal ini.“Lihat pakaian mereka,” balas si Kumbang Janti seakan memahami arti pandangan sang gadis. “Sama. Mereka memakai pakaian yang sama. Sedangkan lima orang lainnya, mereka terlihat seperti para penjahat. Entahlah, ini penilaianku saja.”Berarti mayat pria muda yang aku temukan tadi adalah bagian dari lima orang yang dikeroyok itu, pikir Bungo.Tapi ada yang aneh, pikir sang gadis lebih lanjut. Mayat yang tadi, dan lima orang yang bertarung mati-matian melawa
“Ahh, ternyata begitu permasalahannya rupanya.” Si Kumbang Janti mengangguk-angguk.Meski dengan sebelah telinga kanannya saja, namun Puti Bungo Satangkai dapat mendengar percakapan si Kumbang Janti dengan keempat prajurit yang berjuluk Tambok Babiat atau Benteng Harimau tersebut.“Menyingkir sekarang atau aku tidak akan segan-segan mencabik-cabik wajah indahmu itu, gadis asing!” teriak si wanita yang dicap sebagai pengkhianat itu oleh para prajurit.Bungo menyeringai tipis.“Saudara,” ucap salah seorang prajurit pada si Kumbang Janti. “Jangan biarkan gadis cantik itu berhadapan dengan mereka. Mereka orang-orang yang bengis!”“Jangan khawatir,” balas si Kumbang Janti dengan senyuman. “Meskipun dia bisu, tapi kesaktiannya jauh di atasku.”Empat prajurit mengernyit.“Bisu?” ulang prajurit ketiga.Si Kumbang Janti mengangguk.“Tapi orang-orang itu―”“Lihat saja!” kata si Kumbang Janti seraya memandang pada Bungo di depan sana.“Menyingkirlah kau, gadis asing!” Wanita yang sama mengacungk
Meskipun sudah mengejar perempuan yang membawa lari pedang pusaka itu dengan ajian Kumbang Babega, namun si Kumbang Janti cukup terkejut sata mendapati si perempuan ternyata memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup mumpuni.‘Tentu saja! Bila tidak, tidak mungkin dia bisa mencuri Piso Gading!’Tidak ingin perempuan itu berlalu begitu saja, si Kumbang Janti mengalirkan tenaga dalam ke kedua tangannya.Teph!Memanfaatkan sebuah pohon untuk mendorong tubuhnya lebih cepat, si Kumbang Janti lantas melepaskan pukulan jarak jauh ke arah si perempuan.Dua gelombang angin menderu dengan ganas dari tangan si Kumbang Janti bergantian. Lebih cepat dengan mengandung hawa membunuh yang sangat kuat.Perempuan itu menggeram dalam langkahnya yang cepat. Lalu dia mengibaskan Piso Gading di tangannya ke arah belakang.Swing!Si Kumbang Janti membelalak dan langsung melontarkan tubuhnya ke kanan. Angin tajam dari tebasan pedang pusaka itu bahkan terlihat berwarna kehitaman. Begitu ganas dan begitu dingi
Akan tetapi, si Kumbang Janti berhasil memperpendek jarak di antara keduanya sehingga tendangan itu tidak bisa dilepaskan dengan sepenuhnya. Justru, gerakan itu membuat Langkupa Sibirong terdorong ke belakang dan menjadi limbung.Si Kumbang Janti semakin merunduk rendah hingga hampir menyentuh permukaan tanah. Dia menggunakan satu tangannya sebagai tumpuan, lalu memutar tubuhnya sedemikian rupa.Dugh! Dugh!Heck!Langkupa Sibirong yang dalam keadaan terhuyung karena dorongan si Kumbang Janti sebelumnya lalu terkena dua tendangan berturut-turut, di perut dan dadanya.Dia melenguh pendek dan terpental, lalu terguling sekali, dan kembali bangkit dengan cepat.“Keparat kau!”Si mantan Datuk Hulubalang menyeringai. “Bukankah kau mengatakan aku akan mati dalam jurus selanjutnya? Atau, kau hanya menggertak sambal saja?”“Oh, akan kucincang kau sampai tak berbentuk, orang Minanga!”Swing!Langkupa Sibirong kembali melesat dengan tangan mengembang ke samping. Sementara si Kumbang Janti telah b
Baru saja keempat Tambok Babiat tercengang dengan kecepatan Puti Bungo Satangkai yang menjatuhkan pria bergolok, kini mereka kembali dibuat terkagum-kagum dengan sang gadis yang tahu-tahu telah mencengkeram leher pria berpisau melengkung.“Le-Lepaskan aku, jahanam!” Sang pria menggerakkan senjatanya.Namun dengan cepat, Bungo menghentikan pergerakan tangan kanan sang pria dengan tangan kirinya.Krakk!Sang pria menjerit setinggi langit. Tangan kanannya patah terkena tinju tangan kiri sang gadis, dan pisau melengkungnya terlepas, lalu jatuh dan menancap ke tanah.Pria ketiga melompat ke belakang Bungo, lalu mengebutkan tangannya berkali-kali. Belasan jarum hortuk melesat dan bahkan mengeluarkan suara berdesing seolah jarum-jarum itu terbuat dari besi.Mengira bahwa serangan membokongnya itu akan berhasil, si pria justru semakin kesal dengan kemarahan yang menggelegak.Bungo yang tak hendak tersentuh oleh jarum-jarum besar beracun itu dengan sengaja berpindah tempat dengan memutar tubuh
Puti Bungo Satangkai menggerakan jari-jari tangan kanannya sedemikian rupa. Karih Narako melesat kembali kepadanya, berputar perlahan sejengkal di atas telapak tangannya, sebelum akhirnya ia genggam, dan disimpan ke balik pakaiannya.Empat Tambok Babiat hanya bia menganga dengan mata tak berkedip menyaksikan kesaktian si gadis bisu.“Kalian lihat yang barusan?” Prajurit pertama menelan ludah, dan tiga temannya hanya mampu mengangguk saja.Begitu sang gadis hendak melangkah ke arah lainnya, salah seorang dari Tambok Babiat menghentikannya.“Nona, kau mau kemana?”Bungo memandangi empat pria yang berada belasan langkah di sisi lain. Lalu pada prajurit kedua yang barusan bertanya kepadanya.Dia ragu jika para pria itu akan memahami bahasa isyaratnya. Dan untuk itu, dia hanya menunjuk ke satu arah, arah di mana tadi si Kumbang Janti mengejar seorang perempuan yang membekal Piso Gading.Seolah memahami, prajurit kedua mengajak tiga temannya untuk mengikuti sang gadis.“Hei, kita harus meng