"Pffft ... kalo gitu, aku ke belakang ruang guru dulu. Nanti kamu nyusul ya ...," pinta Tukijo.
"Iya, nanti aku nyusul. Cepat sana pergi!" usir Markonah.
_________Pada Istirahat kedua, Tukijo dibebaskan tugas oleh Cecep karena si biang kerok itu kabarnya akan mengadakan konferensi pers antar geng becak kelas XII IPA 2, XII IPA 4, XII IPS 2 dan XII IPS 1.
Geng becak yaitu sekelompok anak muda yang berkumpul di suatu tempat dengan mengendarai becak. Pakerjaan mereka adalah mengelilingi komplek untuk mencari mangsa, terutama anak-anak yang lemah.
Cecep sebagai pentolan geng becak, sangat disegani oleh anggotanya. Dia mengadakan konferensi pers di kelas XII IPS 1.
"Hari minggu depan, kita akan mengadakan pemalakan besar-besaran di Pasar Sampang. Siapa yang nggak hadir, akan ..." Cecep menggerakan tangannya di leher, dari kiri ke kanan dengan jari-jari yang dirapatkan.
"Aku ada pertandingan Futsal, mungkin agak telat, Cep," ungkap Trisno.
"Berhenti tolol!" teriak Udin. "Dua ...." Tukijo lanjut berhitung. "Berhenti budeg! Curek! Gawe nek!" murka Udin. "Tiga ...." "Tidaaaaaaaaaaaaaaaaak!" jerit Udin tidak kuasa menghentikan Tukijo. Buaaak! Markonah memukul pantat Udin dengan gagang sapu, sedangkan Tukijo menarik tangannya. Udin terlempar oleh tarikan Tukijo hingga wajahnya menabrak dinding. "Aaaaaaaaargh! Wajahkuuuuuuu! Bokongkuuuu!" Dia lari terbirit-birit keluar kelas sambil memegang wajah dan pantatnya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan kembali masuk ke kelas. "Tukijo sialan! Tunggu pembalasanku!" gertak Udin mengacungkan telunjuknya ke arah Tukijo. Kemudian dia keluar kelas lagi menuju UKS. Di kelas, Tukijo dan Markonah beserta anak-anak kelas XII IPA 2 yang melihat kehebohan Udin, tertawa sampai terpingkal-pingkal. Kegaduhan itu berakhir setelah mereka mendengar bunyi bel masuk. Semua kembali ke tempat duduk masing-masing.__
30 menit sebelum Tukijo pulang. Ningsih dan Muhiroh sedang dalam perjalanan pulang. Mereka baru saja berbelanja di warung untuk membuat menu makan siang. Di tengah perjalanan, mereka di bertemu Budi, Ucup dan Soib. "Eh, ini kan ... Mbahnya Tukijo!" tunjuk Budi. "Wah ... wah, siapa nih? Tipe gue banget." Ucup berputar memandangi Ningsih. Ningsih hanya diam menyipitkan mata dengan mengatupkan bibirnya. "Hey cantik, gimana kalau kamu ikut bermain dengan kami. Kami akan membiarkan simbah tua ini pergi tanpa terluka," ajak Soib. "Dasar bocah geblek! Ora duwe sopan santun acan-acan maring wong tua! (Dasar anak bego! Tidak punya sopan santun sama sekali ke orang tua!)" sembur Muhiroh memukul Soib dengan terong ungu yang dibawanya. "Idih! Mbah bau menyan, minggir!" Soib mendorong Muhiroh. Untungnya, Ningsih cekatan, dengan sigap dia menangkap nenek Tukijo yang hendak terjatuh. Ningsih pikir, keselamatan Simbah lebih pe
Setelah mendengar cerita Muhiroh, Tukijo segera menelpon Teguh untuk meminta bantuan. Sayangnya Teguh sedang dalam perjalanan ke Jakarta karena Ningsih mengalihkan pekerjaannya untuk membantu Susi (asisten Ningsih) mengurus perusahaan."Halo, Bang Teguh!" panggil Tukijo."Iya, ada apa Tuan Muda?" tanya Teguh."Gawat Bang ...! Hosh ... hosh." Tukijo berusaha mengatur nafasnya."Gawat kenapa?" tanya Teguh lagi."Kak Ningsih dalam bahaya Bang!" ungkap Tukijo."Apa yang terjadi dengan Nona?" Teguh mulai panik."Dia dibawa oleh teman-teman SDku, tapi dia nggak tau bahwa dibalik mereka ada geng besar bernama 'Kebo Ireng'. Geng itu dipimpin oleh preman nomor satu di komplek Buaran. Dia bernama Bang Tedy. Jika semua anggota dikumpulkannya, itu bisa mencapai tiga puluh orang lebih. Aku tau Kak Ningsih hebat, tapi dia sendiri melawan tiga puluh orang berotot apakah mungkin?" jelas Tukijo."Anda, segera temui Marno di Restoran Mas Agus. S
"Hah?" Tedy mengernyitkan dahi. Tanpa b**a basi lagi, Ningsih langsung menendang selangkangan Tedy dengan lutut. "Aaaakh ...! Wanita sialan!" Pria gendut itu melepaskan dekapannya. "Buat dia mengerti bagaimana cara melayani pria dengan benar!" perintah Tedy kepada seluruh anak buahnya. Delapan pria maju mengeroyok Ningsih seorang diri. Wanita itu melangkah mundur, dia menyipitkan mata untuk memprediksi gerakan-gerakan mereka yang maju menyerang bergiliran. Wuuuush! Seseorang memukulkan kepalan tangannya ke arah Ningsih. Dia berhasil menghindar dengan sedikit berjongkok lalu membentuk posisi kuda-kuda. Ningsih menyadari seseorang pria melayangkan kaki di belakangnya. Hap! Ningsih menangkap kaki pria itu di bahunya, lalu mencengkeram kuat dengan kedua tangannya. Kemudian dia menghempaskan pria itu ke depan. Bugh! Wanita itu meraih kakinya lagi dan mengayunkan dengan gerakan memutar untuk memukul orang-orang di sek
"Aaaaaaaaargh." Tedy melepaskan cengkeraman kerah Tukijo."Jika kamu berhasil menjatuhkan seseorang, jangan beri dia kesempatan untuk menyerang balik!" ucapan Ningsih terngiang-ngiang di kepala Tukijo.Tukijo kembali mencambuk si gendut Tedy dengan sabuk sekolahnya tanpa henti sampai dia terjatuh.Soib berhasil keluar dari tumpukan kayu yang menindihnya. Dia diam-diam berjalan pelan di belakang Tukijo hendak memukulnya dengan sebatang kayu.Sayangnya Ningsih menyadari gerak gerik Soib. Dia mengambil sedal di kakinya lalu melemparkannya ke arah Soib.Pletak!Sedal mendarat di wajah Soib.Soib merasa ada sesuatu yang lembek menempel di hidungnya. Sesuatu itu berwarna coklat dan memiliki bau yang sangat menyengat."Apa ini?" ucap Soib sambil mengkembang kempiskan hidungnya.Kemudian dia mengambilnya dengan jari telunjuk. "Kok kayak taik ayam ya ...," ungkapnya sambil mencium sesuatu yang lembek itu."Uh, bener
Hap! Sayangnya sepatu itu berhasil di tangkap oleh Tedy. Tapi, itu memang yang diharapkan oleh Tukijo. Dia mengikatkan tali sepatunya di tangan Tedy, lalu berjalan ke belakang pria gendut itu sambil menarik tali sepatu yang telah diikatkan ke tangan kanannya. "Sial! Apa yang kau lakukan di sana?" Tedy berusaha meraih Tukijo di belakangnya dengan tangan kiri. Tukijo telah memperhitungkan rencananya. Kemudian anak itu meraih tangan kiri Tedy dan menumpuknya dengan tangan kanan lalu mengikat keduanya dengan tali sepatu. Setelah itu, Tukijo menutup kepala Tedy dengan baju seragamnya. "Woy! Sialan lo! Lepasin gue!" teriak Tedy. Tukijo mengambil sebuah kayu dengan ketebalan 3 cm lalu memukul Tedy dengan kayu tersebut sekuat-kuatnya sampai dia jatuh berdarah-darah. "Aaaaaaaaargh! Hentikan!" rintihnya. "Apa? Hentikan?" Tukijo terus memukuli Tedy tanpa henti. "Dulu, ketika kau memukulku, apa kau berhenti saat aku bilang be
___________"Mar, tolong belikan telur sama gula ya ... kita kehabisan stok," pinta Hartono menyuruh Markonah pergi ke toko langganannya."Ke toko biasa?" tanya Markonah."Iya," jawab Hartono."Oiya Yah, toko itu deket PMC kan. Aku sekalian mau jenguk teman boleh? Dia sudah dua hari nggak masuk sekolah, katanya dia dirawat di sana," papar Markonah."Boleh, tapi jangan kelamaan ya ... nanti Ayah kesorean bikin adonannya." Hartono memberikan uang sejumlah seratus ribu rupiah.Kemudian Markonah pergi dengan motor butut ayahnya. Setelah dia membeli telur dan gula, dia memarkirkan motornya di depan Pricilia Medical Center. Gadis itu berjalan menuju pintu masuk lalu menemui resepsionis."Saya ingin mengunjungi pasien yang bernama Tukijo. Di mana letak kamarnya?" tanya Markonah."Tunggu sebentar ya Mba, saya cek dulu," jawab seorang wanita yang berada di depan Markonah. Dia membolak balikkan buku di hadapannya berkali-kali."Pa
"Mbah ...! Mbah ...!" teriak Tukijo dan Ningsih mencari-cari keberadaan Muhiroh. Mereka memutari sekita Rumah Sakit Pricilia Medical Center selamat satu jam. Namun belum berhasil menemukannya. Tukijo melihat banyak orang berkerumun di dekat tanggul irigasi. Tiba-tiba muncul firasat buruk di hatinya. "Ada apa orang kumpul-kumpul di sana?" ujar Tukijo. "Di mana Jo?" tanya Ningsih. "Itu Kak, dekat irigasi." Tukijo mengacungkan jari telunjuknya. "Aku ada firasat nggak enak, Kak." "Ayo Jo! Kita coba lihat dulu, ada kejadian apa di sana," ajak Ningsih. Kemudian mereka mendekati tempat kerumunan tersebut. Alangkah terkejutnya Tukijo dan Ningsih, ketika mereka mendapati seorang nenek tua yang kulitnya sudah keriput dan rambutnya sudah memutih tergeletak di jalan dalam keadaan tubuhnya basah kuyup. Wajah nenek itu pucat, dan tidak ada tanda-tanda hembusan nafas di tubuhnya. "MBAAAH!" teriak Tukijo sembari memeluk erat jasad itu. Dia terisak, bibirnya bergetar, air matanya berlinang hingg
"Berhenti!" teriak si botak. Seketika, Tukijo menghentikan mobilnya secara mendadak. Hal itu membuat seisi mobil menghempaskan tubuh mereka ke depan. "Be-benar, di sini tempatnya," kata si pria berjaket. "Kuburan? Apa-apaan kalian! Masa bawa kita ke tempat kek gini!" sembur Tukijo. "Maaf, kami cuma bisa nunjukin sampe sini. Bisa berabe kalo ketahuan. Di belakang kuburan, ada sebuah rumah besar. Itu adalah markas kami," terang si botak. "Aku akan mengatakan suatu rahasia yang tersembunyi, jika kalian membiarkan kami pergi sekarang!" lanjut si pria berjaket. "Rahasia? Apa yang kalian ketahui?" "Ketua kami adalah seorang direktur Perusahaan Kencotstory, Bos Mandop. Ide gilanya memproduksi snack jajanan anak-anak dengan dicampur ganja. Bahkan, dia memiliki kebun ganja tersembunyi di hutan kota. Di sana ada sebuah gudang tempat penyimpanan ganja berkarung-karung." "Apa! Itu benar-benar keterlaluan!" sahut Markona
"Kau, Ujang!" ungkap Kris. Ujang? Oh, ternyata dia si Tuan Muda dari Perusahaan Kencotstory. Batin Ningsih. Dia mendongakkan kepalanya menatap dingin pria itu. Ujang menutup wajahnya dengan jari-jari yang direnggangkan. "Haha. Ternyata kau masih mengingatku. Kalau saja dulu kakakmu memilihku menjadi suaminya, tentu saja dia tidak akan mengalami hal seperti itu, kan, Tuan Kris." "Heh! Menurutku, kakakku memilih orang yang tepat. Meskipun dia harus meninggalkan anaknya di usia yang masih sangat muda, setidaknya dia merasakan kebahagian di masa hidupannya." "Cih! Kau dan kakakmu sama saja! Paman Cokro benar, kalian pantas mati! Hahaha. Kuliti mereka hidup-hidup! Bunuh sesuka kalian!" Ujang berbalik membelakangi Ningsih. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Saat pasukannya hendak menyerang Ningsih dan Kris, dia berkata, "Tunggu!" Pria itu berbalik lagi berhadapan dengan Ningsih. Ujang menundukkan badannya dan meletakan kedua tangannya di pi
"Maaf Tuan Muda, sepertinya mereka menyadari alat pelacak yang di pasang di tubuh Nona. Alat itu berada di sekitar Anda," ujar Teguh memalui telepon.Tukijo terdiam. Lalu, dia melihat ke arah Bagas, mata anak kecil itu terlihat sembab."Astaga, kenapa anak sekecil itu harus mengalami kejadian seperti ini," gumamnya merasa iba."Apakah perlu saya melacak setiap CCTV di jalanan, Tuan Muda?""Tidak perlu, aku tau cara yang lebih efesien. Siapkan uang sejumlah 50 juta! Aku akan segera kembali!"Kemudian Tukijo menghampiri Markonah dan Bagas."Ayo pergi!" ucapnya."Ke mana?" tanya Markonah."Kita harus memaksa kedua orang itu membuka mulut. Aku yakin ini ada kaitannya dengan mereka."Mereka kembali ke pusat perusahaan untuk mengambil koper berisi uang 50 juta."Bang Teguh, nitip Bagas ya," pinta Tukijo. Lalu dia pergi bersama Markonah menemui dua tawanan yang mereka tangkap di rumah sakit.Saat membuka pintu seb
Yulie berniat menelpon Ningsih dan memberi kabar bahwa Cecep sudah sadar. Di situasi yang sama, saat itu Bagas sedang bersembunyi di tong sampah samping pos kamling. Dia menangis, berjongkok dengan tubuh yang gemetar sambil memegang pisau. Lima belas menit yang lalu, saat Bagas sedang menunggu Kris bersama gurunya yaitu Marni, datang seorang pria tak dikenal. Pria itu mengaku diperintah oleh Kris untuk menjemput Bagas. Padahal, baru saja Bagas selesai menelpon Kris dengan ponsel milik Marni. Tentu saja Marni tidak percaya dengan pria tak dikenal itu. Karena tidak berhasil membujuknya, dia mengeluarkan sebuah pisau untuk mengancam. Marni berusaha melindungi Bagas. Si pria merasa geram, sehingga menusuknya dengan pisau. Kemudian dia mencabut pisau itu, lalu menggendong Bagas pergi. Anak kecil itu berontak. Dia menggigit bahu si pria dengan kuat, hingga pria itu kesakitan. "Aaaaargh, sial!" Bagas berusaha melepaskan di
"Tunggu!" Markonah berusaha menghentikan Tukijo. Namun, daripada itu dia lebih memilih untuk menenangkan Cecep terlebih dahulu."Dok ... cepetan Dok. Pokoknya kalau terjadi apa apa sama Cecep. Anda harus bertanggung ja ..." Tukijo menghentikan perkataannya ketika melihat Cecep sadar dengan keadaan terbaring di ranjang. "Cecep! Kamu udah sadar? Gimana keadaanmu?" tanya Tukijo khawatir."Apa-apaan ekspresi lo! Lo pikir gue bakalan mati semudah itu?" Seketika itu Cecep merasakan sakit di seluruh tubuhnya. "Aaaaargh, badan gue sakit semua.""Biar saya periksa dulu," ucap Pak Dokter. "Coba julurkan lidah Anda!"Cecep menjulurkan lidah sesuai permintaan dokter."Sepertinya Anda mengalami gejala keracunan," tutur Pak Dokter."Tadi, seseorang menyumpal mulutku dengan sesuatu saat aku baru sadar. Itu yang membuatku kejang-kejang dan muntah," ujar Cecep.Kemudian dokter memberi resep obat dan menyuruh salah satu dari mereka mengambi
Markonah datang di saat Tukijo sedang tertidur. "Kalau begitu, Ayah tinggal ya ... mau isi bensin dulu," pinta Hartono. "Iya Ayah, hati-hati." Markonah duduk di samping Tukijo sambil memandangi wajahnya. "Dasar bodoh! Kamu memang selalu berbuat apa yang kamu inginkan, meskipun itu membahayakanmu," ketus Markonah mengomel, sedangkan Tukijo masih dalam keadaan mata terpejam. Tiba-tiba Tukijo membuka sebelah mata. "Maaf ya, bikin kamu khawatir," ucapnya. "Ish! Kamu pura-pura tidur ya?" sahut Markonah kesal. "Nggak kok, tadi aku beneran tidur. Aku terbangun karena omelanmu," balasnya memanyunkan bibir. Lalu dia melirik sesuatu yang di bawa Markonah. "Apaan tuh?" Matanya tertuju pada sebuah kresek yang berisi kotak makan. "Idih, tau aja aku bawa sesuatu." "Aku cuma makan roti darimu sejak pagi, tentu saja aku mengharapkan sesuatu." Tukijo cemberut. "Hah, serius?" "Ho'oh." Tukijo mengangguk. "Aku juga kok," gumam Kris ngenes melihat dua
Di Perusahaan Gaje Herbafood Jagakarsa."Berpencar! Periksa seluruh akses jalan! Jika kalian menemukan petunjuk, segera hubungi aku!" perintah Ningsih memberi komando untuk melacak jejak orang yang telah mencuri bahan baku perusahaan."Siap, lanksanakan!"Mereka pun berpencar. Sampai beberapa saat kemudian, Marno menemukan bubuk haver tercecer di sepanjang jalan H. Abdul Karim. Dia segera menghubungi Ningsih. Namun, baru saja dia mengambil posel, tiba-tiba seseorang memukulnya dari belakang.Bugh!"Ugh," rintih Marno memegang kepala.Dia masih setengah sadar berusaha menekan poselnya untuk menelpon Ningsih, lalu memasukan ponselnya ke dalam saku. Samar-samar Marno melihat, ternyata yang memukulnya adalah salah satu rekan kerjanya, Saepul."Heh! Bodyguard yang selalu mendampingi direktur cuma segini kemampuannya?"Saepul tersenyum kecut memandang rendah Marno. Kemudian datang beberapa orang yang tidak dikenal berada di belakangn
"Bahan baku?" tanya Tukijo dengan mengulangi perkataan Kris."Benar, dan tempat mereka memindahkan karung-karung itu adalah rumahku," ungkap Kris.Kris dapat memaklumi bahwa Tukijo baru baru ini diangkat menjadi direktur. Sehingga dia belum begitu memahami ciri khas dari karung steril yang dipakai perusahaan untuk menyimpan bahan baku. "Hah? Rumah Kakak? Itu berarti si pak tua Paimin adalah orang kepercayaan Pak Cokro?""Benal ini tempat kami tinggal," sela Bagas."Aku sungguh tidak tau bahwa Pak Paimin berpihak pada ayaku," ujar Kris.Tukijo berpikir, kali ini prediksinya meleset. Tujuan Pak Cokro bukanlah Perusahaan Obatofarma yang saat ini berada dalam genggaman Ferguso. Penculikan Yulie hanya sebuah pengalihan, agar dia bisa mengobrak-abrik Perusahaan Gaje."Haaaah!" Tukijo menghembuskan napas."Oh, bukankah itu Tuan Muda Kris?" celetuk salah satu dari pekerja Paimin.Tiba-tiba, Cokro keluar dari d
"Astaga, kenapa di saat terburu-buru seperti ini malah macet," gerutu Teguh mengendarai mobil bersama Ningsih.Bruuum ... bruuum.Sugeng datang dengan menaiki sebuah motor butut."Ayo Kak! Ikut aku saja," ajaknyaTanpa pikir panjang, Ningsih pun keluar dan membonceng Sugeng sembari melihat-lihat motor yang di pakainya. Ningsih merasa familiar dengan motor itu."Tancaaaaap!" Sugeng mengendarai motor dengan kecepatan super."Ngomong-ngomong, kamu dapat motor dari mana?" tanya Ningsih di tegah laju motor berkecepatan tinggi."Eh, ini ... motornya Markonah. Hehe."Tiba-tiba ...Dhoodododododododot ...Motor yang mereka pakai mogok di tengah jalan.Dalam pikiran Sugeng, seketika terngiang-ngiang perkataan Markonah. "Jangan ngebut-ngebut, nanti mogok!""Ya ampun, beneran mogok? Hadeuh." Sugeng menggerutu."Ya udah, aku lari aja." Ningsih turun dari motor. Aku pikir karena dekat, jadi aku nggak pake