Seorang wanita cantik dn seksi masuk kedalam rumah Shean, kebetulan pemilik rumah sedang berada dikantornya. Wanita itu langsung duduk sambil menunggu tea yang dipesan dari Ajeng.
“Ini nona teanya,” Ajeng meletakkan teanya diatas meja.
“Ajeng, aku dengar Shean sudah menikah, apa itu benar?”
“Benar nonya,”
“Dimana isterinya sekarang?”
Saat bersamaan, Zeera baru turun dari tangga. Dia tidak tahu kalau ada wanita yang masuk.
“Dia adalah isteri dari tuan Shean,” tunjuk Ajeng pada Zeera.
Zeera merasa aneh saat ditunjuk. Wanita itu berdiri, dan langsung menghampiri Zeera yang kebingungan.
“Oh, jadi kau adalah isterinya?” tanyanya dengan lagak sombongnya.
Zeera hanya diam, wajahnya juga ketus karena tidak suka dengan pertanyaan wanita yang ketus itu.
“Hey, aku sedang bertanya padamu. Apa kau isteri dari Shean?” tanyanya lagi, menyentuh bahu Zeera.
“Lepas! Memangnya kenapa kalau aku adalah isterinya?” Ze
teman-teman, tolong klik bintangnya ya, biar tidak kosong, hehehhe. Dan aku juga semakin bersemangat menulis novel ini. Terima kasih
Rantika baru saja tiba diperusahaan Shean, dan langsung masuk keruang kerjanya. “Hallo Shean sayang,” teriak Rantika mengulurkan kedua tangannya sambil berjalan kearah meja kerja Shean. Alex yang berada satu ruang dengannya terkejut kedatangan Rantika secara tiba-tiba, sedangkan dua asisten Shean mengikuti dari belakang ingin menahan wanita itu agar tidak masuk. Shean meletakkan bolpointnya, dia melihat Rantika dengan kesal. “Sepertinya kau lupa dengan peringatan yang aku berikan padamu ya?” tanya Shean dengan suara sedikit keras. “Hahaha… jangan marah dong sayang. Aku datang kesini karena ingin mengatakan, kalau aku barusan bertemu dengan isterimu. Dia cantik juga ya,” ucapnya tertawa. Rantika langsung duduk disofa seenaknya. Sedangkan Alex menggelengkan kepalanya, ikut kesal dengan tingkah wanita itu. “Kau menemuinya?” tanyanya, Rantika menjawab dengan tersenyum dan menganggukkan kepala. “Apa yang kau lakukan? Kau tidak berbi
Semuanya langsung terdiam mendengar teriakan Shean. Tidak ada yang berani berbisik lagi. Sedangkan Shean masih terus menatap Suriani dengan kesal, Liana puterinya bersembunyi dibelakang tubuh mamanya saking ketakutannya. “Nak Zeera, kau sudah menikah? Kenapa kau-" “Hah? ‘Nak’? kau memanggilnya apa? Anak? Apa aku salah dengar?” sela Shean masih marah. “I… iya, dia kan… puteri saya, jadi-" “Tutup mulutmu itu! jijik aku mendengarnya!” Suriani langsung menutup mulutnya karena ketakutan. “Ayo pergi Zeera,” Shean menarik tangan isterinya untuk pergi meninggalkan tempat itu. Tap… Langkahnya berhenti, dia berbalik menoleh kebelakang, “Oh ya, aku harus memperingatkan kau! Sekali lagi kau menemui Zeera, mengancam atau menyakitinya, maka aku akan mengeluarkan jantungmu dan keluargamu yang lainnya. Aku tidak hanya mengancammu, tapi aku benar-benar akan melakukannya!” ancam Shean melanjutkan langkahnya. Zeera tidak berkutik, d
“Shean, lep… lepaskan,” Zeera berusaha melepas ciuman dari Shean yang terus mencium bibirnya. “Sebentar lagi sayang, sebentar lagi,” suara dari Shean yang berbisik dan pelan diiringi dengan hembusan napasnya yang berat. Setelah mereka selesai makan malam, mereka pulang meninggalkan restaurant dan mampir di pantai. Zeera tidak tahu, kalau Shean akan membawanya kepantai. Shean hanya membuka atap mobilnya saja, tanpa turun dari mobil. “Dari tadi aku selalu bersabar menahannya sayang, mmuuachh… mmuuacchh..” ucap Shean menahan tubuh Zeera agar tidak menjauh darinya. Memang benar, di waktu makan malam itu, Shean sama sekali tidak menikmati makanannya, hanya terus menatap isterinya yang sedang makan dengan lahap. Tapi tatapannya seakan binatang buas yang sedang mengawasi mangsanya. Shean bahkan memasuki lidahnya untuk mencari lidah Zeera yang selalu menghindarinya. Kedua tangan Zeera sudah digenggamnya dibelakang pinggang Zeera, sehingga wani
“Hhooamm… hhmm… mmm…” Zeera membuka mata, melihat sekitarnya yang ternyata sudah berada dikamar Shean. ‘Sejak kapan aku ada disini? Bukan kah aku ada dimobil?’ Saat hendak bangun, dirasa berat dibagian perutnya. Dia melirik, melihat benda apa yang menimpa perutnya. ‘Tangan? Tangan si…apa?’ dia melihat kearah tangan dan menoleh kebelakang dengan pelan. Tenyata Shean masih tidur memeluknya dari belakang. “Hap,” dia menutup mulutnya saat mengetahui ternyata itu adalah suaminya. Dia mengangkat perlahan tangan Shean untuk dipindahkan dari perutnya. Tapi baru digerakkan sedikit Shean kembali mendaratkan tangannya diperut Zeera, dan masih tertidur. Seolah tidak ingin isterinya pergi, dia semakin memeluk eratannya. Membuat Zeera semakin risih dan sesak. ‘Apa-apaan ini, aku jadi sulit bernapas.’ Sekali lagi dia berusaha untuk melepas Shean, ingin turun dari ranjangnya. “Mau kemana sayang?” bisik Shean langsung di
Shean dan Zeera sudah berada didalam mobil. Selama perjalanan wajah Zeera terlihat cemberut karena Shean yang duduk disampingnya itu selalu menggenggam tangannya. Tidak hanya itu, tanpa rasa malu dia selalu mencium punggung tangannya. Itu membuatnya sangat risih. “Iya, aku sedang dalam perjalanan, kau siapkan saja semua materinya. Sekitar 15 menit aku tiba,” ucapnya dalam panggilan telepon. Salah satu asistennya menghubungi menanyakan lokasinya. Sebenarnya dia tidak harus datang kesiangan, hanya saja setiap ada waktu walau sedikit saja, dia selalu mencumbu isterinya. “Bagaimana sayang? Apa kau sudah memutuskan kita akan kemana nanti?” tanyanya memasukkan ponsel kedalam saku celananya. “Aku hanya ingin pulang saja, aku sangat lelah,” jawabnya menghela napas. “Hm, sayang sekali. Berarti kita seharian didalam kamar saja? Aku sih tidak masalah-" “Tidak! aku tidak mau melakukannya lagi!” tolak Zeera seakan tahu kemana arah tujuan pembicaraa
Meeting telah selesai, sekarang Zeera dan Shean meninggalkan ruangan lebih dulu, sedangkan yang lainnya hanya memperhatikan kepergian mereka. Sama seperti sebelumnya, Shean selalu menggenggam tangan Zeera, dan tangannya yang lain sengaja dimasukkan kedalam saku celananya. “Albert, selidiki Abdi dan Niko. Aku curiga pada mereka,” perintahnya pada Albert yang berjalan menyertainya menuju lift khusus. “Baik bos,” jawabnya menganggukkan kepala. Shean tidak ingin berlama-lama di kantornya, sehabis meeting tidak ingin keruangan pribadinya dan langsung pergi ketempat tujuan lain, dimana Zeera masih belum memberi jawaban. Sampai didalam lift, Shean kembali mencium punggung tangan Zeera, padahal ada Albert yang ada didalam juga. Albert memang tidak asing dan heran lagi, hanya Zeera yang tidak nyaman dan malu. Ting… Mereka tiba lantai bawah, berjalan keluar dimana supirnya sudah menunggu mereka. Albert hanya mengantar sampa
Seminggu kemudian… “Sejak kapan dia menikah?” “Sudah beberapa bulan yang lalu, sekitar 6 bulan.” “Hm, apakah wanita itu cantik atau kaya?” “Dia memang cantik, tapi bukan orang kaya. Namanya Zeera, Azeera atau Zahra mungkin,” Kevin, dari perusahaan lain yang sangat benci dengan Shean karena selalu menjadi saingannya. Dia selalu berusaha untuk merebut julukan ‘Penguasa Bisnis’ dari Shean, termasuk merebut ide-ide yang diluncurkan dari perusahaan lawannya. Sekarang dia sudah mengetahui tentang pernikahan Shean, dan mengatur rencana untuk balas dendam. “Aku ingin bertemu dengan wanita ini. Aku penasaran, bagaimana caranya dia bisa menikah dengan pria itu,” perintahnya pada anak buahnya. “Baik, Pak,” *************** “Bos, saya sudah menemukan beberapa informasi tentang Abdi dan Niko,” Alpa datang dengan map ditangannya. “Hm, apa itu?” respon Shean tanpa melihat asistennya yang suda
“Hari ini terakhir aku kekantor, dan besok kita akan pergi ke Jepang,” ucap Shean saat sarapan bersama dengan Zeera. “Hm? Ke Jepang? Untuk apa?” Zeera tidak tahu kenapa mereka pergi ke negeri Sakura." Shean meletakkan gelas kopi setelah menyeruputnya, “Kau benar-benar tidak tahu sayangku? Kita akan bulan madu disana.” “Apa? Bu… bulan madu? Tapi-" “Kita belum bulan madu kan? Aku tidak mau disebut sebagai suami yang tidak peka, yang tidak memanjakan isterinya.” “Tidak usah, aku juga tidak membutuhkannya, aku-" “Tapi aku juga membutuhkannya sayang.” Sela Shean dengan tenang. Shean seakan memberi kode padanya, agar isterinya tidak menolak dengan berbagai alasan. Senyum dan tatapannya saja sudah bisa dimengerti Zeera. Wanita itu tidak bisa berkutik lagi. Walau berat, mau tidak mau akhirnya dia pasrah menyerah menuruti. “Di Jepang sekarang sudah musim semi, dan artinya bunga Sakura sedang mekarnya. Kau tahu sayang, bu
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt