“Nah, itu mereka!” tunjuk Alpha pada Abert.
“Bos!” teriak mereka berdua agar Shean dan Zeera melihat mereka disana yang sudah menunggu sedari tadi.
Dengan 2 troli besi, mereka membawa ketiga kopernya. Mereka menyadari bahwa karyawannya sudah datang.
“Bos, akhirnya anda sudah pulang,” ucap Aplha langsung mengambil alih troli besi milik Shean, dan Albert mengambil troli yang dipegang Zeera.
“Apa kau pikir kami akan menetap disana? Mobilnya dimana?” tanya Shean menggenggam tangan Zeera.
“Disana bos, mereka juga sudah menunggu diluar,” jawab Alpha menunjuk.
“Bos, bukankah waktu kalian pergi hanya ada satu koper? Kenapa jadi ada tiga koper, bos?” tanya Alpha melihat dua koper yang cukup besar, hanya satu saja berukuran sedang.
“Berisik! Terserah aku dong mau bawa berapa banyak koper, ada masalah?” jawab Shean ketus.
“Maafkan saya Alpha, itu karena saya membawa beberapa hadiah kecil untuk teman-teman saya.” Sahut Zeera
Dokter sudah selesai memeriksa dan memberikan obat untuk Shean. Zeera juga sudah beberapa kali mengganti handuk basah untuk mengurangi demam suaminya. Semalaman Zeera tidak bisa tidur dengan lelap karena khawatir dengan Shean. “Cepatlah sembuh,” ucap Zeera mengusap kepala Shean. Ujung bibir Shean tersenyum sekilas, sangat cepat seperti mendengar dan bereaksi dengan ucapan Zeera. ‘Apa dia tadi tersenyum? Apa dia dengar apa yang aku katakan?’ Satu jam kemudian… 'Suami seperti apa dirimu ini?! Kau tidak pernah perduli dengan isteri dan anakmu! Kau hanya perduli dengan selingkuhanmu saja!’ ‘Apa? Apa kau bilang? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Hah? Kau juga sibuk dengan arisanmu, kau juga punya ‘berondong’ kan? Dan kau hanya menyalahiku saja?’ Plak… ‘Bren***k! kau berani menamparku? Wanita sialan! Tidak tahu diri!’ ‘Mati saja kau! Suami tidak berguna!’ “Hmp…
“Banyak juga, berarti yang bekerja disini, sekitar 50? Waduh, itu bayarannya berapa setiap bulan hanya untuk membayar pelayan dirumah saja.” Zeera masih terkejut.“Bisa sampai ratusan juta nyonya, itu hanya pelayan dirumah saja ya, belum lagi dengan listrik, air atau fasilitas lainnya.”“Nah, ini susu hangatnya nyonya, rotinya sebentar lagi selesai saya hidangkan,” Ajeng meletakkan segelas susu hangat.“Terima kasih Ajeng,” ucapnya meraih gelas, ingin meminumnya.“Tapi anda jangan khawatir, karena tuan memiliki banyak perusahaan, hotelnya kan ada diluar negeri juga nyonya, salah satunya di Jepang, pasti anda sudah pernah kesana. Ini yang saya tahu saja nyonya, di Jepang saja ada puluhan hotel milik tuan Shean, belum lagi di negara-negara lain.” Ajeng membanggakan majikannya.Zeera mengangguk kagum.‘Pantas saja dia menahanku disini dan mengatakan akan memberikan apapun yang ak
“Disini, Nyonya?” “Benar, disini saja,” Zeera bersiap turun dari mobil. “Tunggu Nyonya, saya akan turun untuk membuka- “Tidak usah. Kau tetap didalam mobil, biar aku sendiri kesana,” Zeera dengan cepat langsung turun dari mobil. Alpha melihat isteri bosnya masuk ke toko roti. “Biar bagaimana pun, aku harus ikut bersama Nyonya, daripada aku nanti kena omelan dari bos.” Setelah Alpha memarkirkan mobilnya, dia pun menyusul Zeera masuk kedalam toko. Ting… Bunyi lonceng kecil yang sengaja digantung diatas pintu, sebagai tanda kalau ada orang yang masuk kedalam toko. “Zeera….” Teriak Ayu, salah satu pegawai yang bekerja, dan rekan kerjanya dulu. “Terima kasih atas pesanannya, silahkan mampir lagi,” ucap Izzati yang baru menerima pembayaran dari pembeli lain. Dia pun senang saat melihat Zeera baru masuk, mereka saling melempar senyum. Izzati keluar dari daerah kasirnya, menyambut kedatangan sahabatnya, kebetula
“Tolong Anda jangan tersenyum tebar pesona pada isteri saya!” Felix, Zeera dan lainnya terkejut dengan ucapan Shean yang tajam dan tidak suka itu. “Ehem, Shean, tunanganku ini kan hanya berusaha ramah saja pada isterimu, bukan hanya padanya saja, tapi pada semua tamu undangan yang ada disini, ISTERI siapapun itu. Jadi… sepupuku yang pencemburu, kendalikan emosimu, ok!” ucap Rantika menjelaskan. Shean membawa Zeera menjauh dari mereka. Rantika hanya menghela napas saja, dia menenangkan tunangannya yang masih terkejut. Sejak Shean memberi peringatan pada Felix, semua tamu undangan jadi enggan untuk menyapa Zeera, semua menjaga jarak dari wanita yang bisa memicu kemarahan Shean. “Hallo Pak Shean, bagaimana kabar anda?” seorang pria yang tua, dimana sudah memiliki rambut putih, menghampirinya. Dia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan shean. “Hallo, pak Rio, kabar saya baik-baik saja. Dimana isteri anda? Apa anda tidak membawanya
“Benar kan? Kau pasti dan akan selalu bersamaku? Hm?” Zeera tidak langsung menjawab. Mereka saling menatap wajah dihadapannya. “Jawab aku Zeera,” Shean menarik wajah Zeera yang mengalihkan pandangannya. “Hm.” “Hm? Apa arti jawabannya?” “Entahlah, aku juga tidak tahu harus menjawab apa.” “Kenapa? apa menjawabnya sangat sulit? Kenapa?” Shean semakin penasaran. Mendapat pertanyaan itu, Zeera semakin bingung. “Pasti kau yang akan meninggalkanku lebih dulu kan?” Shean mengernyitkan dahinya mendapat pertanyaan dari isterinya. “Meninggalkanmu? Maksudnya?” “Yah, kau kan menikah denganku bukan karena kau memiliki perasaan apa-apa padaku. Kau hanya… kau hanya menginginkan tubuhku saja. Iya kan?” ‘Apa yang aku bicarakan?’ gumam Zeera dalam hati. Sejenak Shean terdiam. “Perasaan ya? hm…” “Tubuhmu? Tentu saja aku menginginkannya dan alasan pertamaku menikahimu yah kare
“Albert, tolong bawakan-Kalimat Shean berhenti saat ponselnya bergetar. Dia dan Albert melihat kearah ponsel yang ada diatas meja.Shean mengernyitkan dahinya sebelum mengangkat panggilan, ‘Nomor siapa ini?’ gumamnya dalam hati.“Albert, bawakan laporan pemasaran dari dua bulan yang lalu,” Shean melanjutkan perintahnya pada Albert yang sempat terpotong.“Baik tuan,” Albert pun keluar untuk mempersiapkannya.“Hallo? Ini siapa?” Shean menjawab panggilan teleponnya.“Hallo, ini Pak Shean kan? Suaminya Zeera?”Shean merasa aneh saat si penelepon menyebut nama isterinya.“Iya, ini siapa?” Shean bertanya lagi, dia berdiri karena penasaran.“Ah, maafkan saya Pak, saya hanya-“Kau siapa?! Apa kau tidak mendengar pertanyaanku?!” teriak Shean masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
“Kita mau kemana sih?” “Ra.. ha… sia, Sayang,” Shean mentoel ujung hidung Zeera. Sekarang mereka sudah pergi bersama menuju tempat tujuan Shean. Dia sengaja tidak memberitahukannya. Yoga yang ikut mengantar mereka. ‘Sebenarnya dia mau bawa aku kemana sih?’ batin Zeera. Setelah hampir satu jam, akhirnya mereka sudah tiba disalah satu mall ternama. Zeera masih melihat dari jendela mobil. ‘Apa kita kesini?’ tanyanya dalam hati. Shean yang turun lebih dulu, lalu dia memutar untuk membuka pintu sekaligus jalan untuk Zeera. “Ngapain kita kesini?” tanya Zeera setelah menapakkan kakinya. Shean hanya tersenyum membalasnya. “Ayo kita masuk,” ajaknya merentangkan tangannya. Zeera meraih tangan suaminya, dan mereka berdua sama-sama masuk kedalam mall yang terkenal dengan produk-produk terkenal, original dan tentu saja dengan harga yang mahal. Zeera sama sekali tidak curiga atau tida
‘Kenapa aku marah?’ ‘Mereka kan memang tidak tahu kalau aku sudah menikah, tentu saja mereka terkejut saat mendengar kata itu. Tapi, kenapa aku harus marah?’ Mereka terus berjalan tanpa pembicaraan. Zeera hanya mengikuti langkah suaminya dari belakang, dengan berpegangan tangan. ‘Mau kemana lagi sih?’ Tap… “Aduh,” Zeera menyentuh wajahnya yang berbenturan dengan punggung Shean yang berhenti secara tiba-tiba. Shean melihat Zeera yang berdiri dibelakangnya, “Zeera!” “Iya?” Shean diam. ‘Tuh, kenapa dia diam lagi? tadi dia memanggilku kan?’ “Shean, ada apa? Kamu memanggilku tapi kenapa kamu malah diam?” ‘Apa aku harus menanyakannya langsung? Tapi kalau aku tanya dan memberikan yang dia suka, berarti tidak jadi kejutan dong.’ ‘Aku yakin dia ingin berbicara, tapi kenapa wajahnya kebingungan begitu? Biasanya dia akan asal bicara begi
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt