“Benar kan? Kau pasti dan akan selalu bersamaku? Hm?”
Zeera tidak langsung menjawab. Mereka saling menatap wajah dihadapannya.
“Jawab aku Zeera,” Shean menarik wajah Zeera yang mengalihkan pandangannya.
“Hm.”
“Hm? Apa arti jawabannya?”
“Entahlah, aku juga tidak tahu harus menjawab apa.”
“Kenapa? apa menjawabnya sangat sulit? Kenapa?” Shean semakin penasaran.
Mendapat pertanyaan itu, Zeera semakin bingung.
“Pasti kau yang akan meninggalkanku lebih dulu kan?”
Shean mengernyitkan dahinya mendapat pertanyaan dari isterinya.
“Meninggalkanmu? Maksudnya?”
“Yah, kau kan menikah denganku bukan karena kau memiliki perasaan apa-apa padaku. Kau hanya… kau hanya menginginkan tubuhku saja. Iya kan?”
‘Apa yang aku bicarakan?’ gumam Zeera dalam hati.
Sejenak Shean terdiam.
“Perasaan ya? hm…”
“Tubuhmu? Tentu saja aku menginginkannya dan alasan pertamaku menikahimu yah kare
“Albert, tolong bawakan-Kalimat Shean berhenti saat ponselnya bergetar. Dia dan Albert melihat kearah ponsel yang ada diatas meja.Shean mengernyitkan dahinya sebelum mengangkat panggilan, ‘Nomor siapa ini?’ gumamnya dalam hati.“Albert, bawakan laporan pemasaran dari dua bulan yang lalu,” Shean melanjutkan perintahnya pada Albert yang sempat terpotong.“Baik tuan,” Albert pun keluar untuk mempersiapkannya.“Hallo? Ini siapa?” Shean menjawab panggilan teleponnya.“Hallo, ini Pak Shean kan? Suaminya Zeera?”Shean merasa aneh saat si penelepon menyebut nama isterinya.“Iya, ini siapa?” Shean bertanya lagi, dia berdiri karena penasaran.“Ah, maafkan saya Pak, saya hanya-“Kau siapa?! Apa kau tidak mendengar pertanyaanku?!” teriak Shean masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
“Kita mau kemana sih?” “Ra.. ha… sia, Sayang,” Shean mentoel ujung hidung Zeera. Sekarang mereka sudah pergi bersama menuju tempat tujuan Shean. Dia sengaja tidak memberitahukannya. Yoga yang ikut mengantar mereka. ‘Sebenarnya dia mau bawa aku kemana sih?’ batin Zeera. Setelah hampir satu jam, akhirnya mereka sudah tiba disalah satu mall ternama. Zeera masih melihat dari jendela mobil. ‘Apa kita kesini?’ tanyanya dalam hati. Shean yang turun lebih dulu, lalu dia memutar untuk membuka pintu sekaligus jalan untuk Zeera. “Ngapain kita kesini?” tanya Zeera setelah menapakkan kakinya. Shean hanya tersenyum membalasnya. “Ayo kita masuk,” ajaknya merentangkan tangannya. Zeera meraih tangan suaminya, dan mereka berdua sama-sama masuk kedalam mall yang terkenal dengan produk-produk terkenal, original dan tentu saja dengan harga yang mahal. Zeera sama sekali tidak curiga atau tida
‘Kenapa aku marah?’ ‘Mereka kan memang tidak tahu kalau aku sudah menikah, tentu saja mereka terkejut saat mendengar kata itu. Tapi, kenapa aku harus marah?’ Mereka terus berjalan tanpa pembicaraan. Zeera hanya mengikuti langkah suaminya dari belakang, dengan berpegangan tangan. ‘Mau kemana lagi sih?’ Tap… “Aduh,” Zeera menyentuh wajahnya yang berbenturan dengan punggung Shean yang berhenti secara tiba-tiba. Shean melihat Zeera yang berdiri dibelakangnya, “Zeera!” “Iya?” Shean diam. ‘Tuh, kenapa dia diam lagi? tadi dia memanggilku kan?’ “Shean, ada apa? Kamu memanggilku tapi kenapa kamu malah diam?” ‘Apa aku harus menanyakannya langsung? Tapi kalau aku tanya dan memberikan yang dia suka, berarti tidak jadi kejutan dong.’ ‘Aku yakin dia ingin berbicara, tapi kenapa wajahnya kebingungan begitu? Biasanya dia akan asal bicara begi
‘Dasar anak sial! Gara-gara kau, ayahmu pergi mencari wanita lain! Kenapa sih kau saat itu ada di rahimku?’ ‘Aku tidak ingin membawa anak sial itu bersamaku!!’ ‘Apa?? Kau harus bertanggung jawab breng**k!! itu perbuatanmu juga! Dia adalah anakmu!’ ‘Kau harus tahu, betapa sialnya dirimu itu, bukankah harusnya kau mati saat itu?’ ‘Seandainya aku tidak hamil, dia tidak akan mencari wanita lain.’ ‘Aku mendengarnya sedang berbicara melalui telepon.’ ‘Ya ampun, tega banget sih dia, padahal dia tahu kalau wanita itu sedang bersusah payah menyeberang jalan.’ ‘Dia suaminya? Kok tega banget sih?’ Shean teringat dengan semua omongan-omongan yang didengarnya. Bahkan omongan menyakitkan dari kedua orang tuanya yang tidak menginginkan dirinya. Saat ini, dia sedang berada di ruangan, dimana Zeera dirawat dan masih belum sadarkan diri. Shean berdiri, memper
Shean menggendong Zeera menuju kamarnya. Sepanjang langkah kakinya, mereka berdua hanya diam saja. Drtd… drtd… drtd… “Shean, ponselmu bergetar, sepertinya ada yang sedang menghubungimu.” Ucap Zeera yang bisa merasakan getaran ponsel Shean. “Abaikan saja, lagipula aku kan sedang menggendongmu,” jawabnya. Zeerapun kembali diam. Ana, salah satu pelayannya sudah membukakan pintu kamar. Pluk… Baru saja Shean meletakkan Zeera diatas tempat tidur. “Ana, tolong siapkan makan siang untuk Zeera, sekalian bawa air hangat kesini,” suruh Shean sembari menyelimuti dari kaki hingga perut Zeera dengan selimut. “Baik tuan,” jawab pelayannya, pergi. Sekali lagi, ponsel Shean bergetar lagi. “Hallo, Albert, ada apa?” Shean akhirnya menjawab panggilan dari salah satu pekerjanya. Dia melirik Zeera yang juga melihatnya sedang berbicara. “Siang ini? Apa ada pekerjaan yang penting?” “H
“Pak…” Thomas yang sebelumnya duduk di ruang tamu, berdiri saat melihat Shean baru berjalan menuruni anak tangga. Shean tahu, siapa karyawan itu. “Thomas? Kenapa kau datang kesini?” tanya Shean duduk lebih dulu di sofa. “Pak, saya-" “Silahkan duduk dulu, saya tidak ingin berbicara dengan orang yang berdiri, leher saya pegal.” Suruh Shean. Thomas pun akirnya duduk. “Bisa bicarakan sekarang apa tujuanmu datang kesini?” Shean mengeluarkan rokoknya. Beberapa menit Thomas diam, mengumpulkan napasnya untuk bisa menjelaskan semua yang ingin di bicarakan. “Begini Pak, saya datang kesini karena ada yang ingin saya-" “Iya, apa itu?” Shean tidak sabar. “Mengenai produk bapak. Sebenarnya Pak Bery yang membocorkan rahasia perusahaan.” “Kau punya bukti?” “Ada, Pak. Saya punya beberapa rekaman tentang pembicaraan Bery dengan orang itu.” Shean memang sudah menyadari tentang adanya karyawan yang m
“Kaki siapa yang hilang?” suara dari depan pintu yang terbuka. “Oh tuan Shean. Saya mengatakan pada isteri anda agar luka kaki dikakinya jangan sampai basah terkena air, karena saya lihat lukanya masih belum kering-kering.” Jawab Dokter. Shean berjalan mendekati mereka, melihat luka dikaki isterinya yang memang ternyata belum ada kemajuan penyembuhannya. Lalu dia melirik Zeera, namun isterinya itu hanya menundukkan wajahnya, dia tahu kalau suaminya pasti kesal. Dokter merasakan kalau suasana didalam sedang tidak tenang. “Ehem, saya sudah mengganti perbannya, dan barusan juga isteri anda sudah meminum obat,” ucapnya memecah keheningan. Dokter membereskan peralatannya dan berdiri. “Mungkin karena isteri anda banyak melakukan pergerakan di kaki, makanya lukanya belum kering.” Lagi, Shean meliriknya menahan kesal. Sebetulnya Shean sudah beberapa kali melarang Zeera agar tidak menggunakan kakinya untuk beberapa hari saja. Ba
Shean dan yang lainnya sudah tiba ditempat tujuan mereka, dan sudah parkir didepan halaman sebuah rumah dengan dua lantai. Malam hari mereka pergi, esok, sore harinya mereka sudah tiba. Sudah beberapa kali Zeera, bangun dan tidur lagi selama diperjalanan. “Ah, akhirnya kita sudah sampai. Pelan-pelan turunnya ya,” Shean membantu Zeera turun, dengan mengulurkan tangannya pada Zeera. Tap… Setelah menapakkan kakinya ditanah, mata Zeera tertuju pada bangunan rumah yang terlihat indah dan terawat itu. “Bagaimana? kau suka rumahnya?” tanya Shean sedikit bangga. “Mmm… iya, tapi… bukankah kau mengatakan kalau kita akan berkemah? Aku pikir kita akan pergi kehutan dan berkemah disana,” ucap Zeera, masih melihat disekitarnya. “Hahaha… tidak Sayang. Aku sih bisa saja bermalam dihutan, tapi kau kan tidak bisa, kau pasti tidak bisa bertahan,” tebak Shean. “Siapa bilang? Dulu waktu SMA, aku juga pernah berkemah di hutan,”
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt