"Malah ketawa lagi kalian ini. Sudah-sudah, siapa di sini yang mau ikut kegiatan drama?"
"Dramanya tentang apa bu?" celetuk “si Botak” Sahat."Ya tentang perjuangan pahlawanlah, anakku botak. Acara ini untuk memperingati hari kemerdekaan, masa kita mau buat drama tentang Cinderella disini?” kelas pun kembali riuh dengan suara tertawa yang membuat pipi Sahat memerah."Sudah...Sudah” ibu Gempal mencoba menenangkan keriuhan “Drama yang akan ditampilkan nanti, akan menceritakan tentang perjuangan Sisingamangaraja dalam mempertahankan tanah Batak. Kebetulan pemain-pemain yang lain sudah lengkap, tinggal pemeran putrinya Sisingamangaraja dan tentara Belanda 3 orang lagi. Nah sekarang siapa yang mau memerankan putrinya Sisingamangaraja? Ayo tunjuk tangan”Entah karena dorongan apa, tiba-tiba saja jari telunjukku telah teracung keatas menunjuk langit-langit kelas."Iya, kamu yang tunjuk tangan, namanya siapa?"Aku yang masih setengah sadar dan setengah tak percaya, hanya bisa bingung sesaat sampai akhirnya Shaniar teman semejaku menyikutku.“Oh eh...ia nama saya Mefa Andrewi bu"“Yakin kamu bisa memerankan?” sorot wajah ibu Gempal membuatku ragu sendiri."Mmm..." aku menoleh pada Shaniar yang memberikan semangat lewat wajah lebarnya "Yakin bu" sahutku pada akhirnya mantap."Ok baiklah. Selanjutnya pemeran tentara. Siapa yang berminat?”Tidak ada tanda-tanda bahwa tangan-tangan akan teracung. Ibu Gempal mengulangi lagi pertanyaannya dan hasilnya tetap nihil. Maka, setelah ibu Gempal meninggalkan kelas, aku menyadari bahwa aku adalah satu-satunya siswa dari kelasku yang akan ikut dalam kegiatan drama.Well, at least aku ikut berpartisipasi daripada menjadi anggota paduan suara seperti yang ditawarkan ketua kelas kemarin, aku lebih baik menghafal naskah drama dari pada mengeluarkan suara sumbangku ini.Well, at least aku ikut berpartisipasi daripada menjadi anggota paduan suara seperti yang ditawarkan ketua kelas kemarin, aku lebih baik menghafal naskah drama dari pada mengeluarkan suara sumbangku ini.
Sebenarnya ini hanya sesuatu yang biasa saja.Mengacungkan tangan dan terdaftar sebagai salah satu peserta drama. Inilah yang aku sebut tidak ada dalam radar tebakanku.Menurutmu jika seandainya kau jadi aku, kau tahu bahwa pada akhirnya akan mengalami cinta pertama ini, apakah kau akan mensyukuri dan bahagia akan tangan yang teracung tinggi itu karena telah menjadi awal semua ini? Pusingkan? Ya, mari kita ikuti saja cerita ini. Kita lihat seindah apa cinta pertamaku. Indah?Apa semua cinta pertama memang indah?Satu hal yang tidak kusadari sedari awal adalah bahwa apakah cinta itu memang semuanya indah? Baik cinta pertama, kedua dan seterusnya? Maksudku, adakah cinta yang pasti benar-benar indah?Yang tidak kusadari selanjutnya adalah bahwa untuk jatuh cinta itu ada proses yang kadang menyenangkan dan kadang tidak. Untuk benar-benar yakin apakah kita jatuh cinta perlu beberapa langkah asing maupun tidak asing, mengganggu atau tidak menggangu, sesuatu yang datang tiba-tiba atau bahkan
Beberapa hari berikutnya setelah pulang sekolah, semua siswa yang terdaftar sebagai pengisi acara, dikumpulkan di tengah lapangan dan diberi pengarahan tentang apa yang harus dilakukan. Disaat siswa yang lain sedang berdiri dan berpanas-panas ria mendengar arahan, aku dan Shaniar sengaja memilih barisan paling belakang dan agak menjauh dari barisan karena tidak ada guru yang mengawasi. Kami memutuskan untuk berjongkok sambil menopangkan kepala ke lutut, berlindung pada bayangan siswa-siswa lainnya. Kami mulai berbicara tentang apa saja yang terlintas di kepala kami. Sekilas saat menoleh ke arah lain, aku melihat “si Lesung Pipi” yang sedang tertawa bersama temannya dan wajah cemberut kakak kelas yang dikerjai oleh mereka. Mungkin karena hanya sekilas, jadi aku tidak mendapatkan kesan apa-apa dari dia selain lesung pipinya itu, yang sepertinya memang tidak akan bisa ditutupi. Maksudku, itu sudah seperti ciri khas. Hal pertama yang terlintas di otak saat melihat dia. “Drew yakin kamu
Aku masih bertahan di kelas bersama dengan kak Adam, si ketua Osis, yang akan berperan sebagai Raja Sisingamangaraja, saat semua orang sudah pulang termasuk si Lesung Pipi yang ternyata ikut dalam drama ini juga. Dia berperan sebagai tentara Belanda. Ketika perkenalan naskah tadi, aku menyimpulkan ternyata dia itu cukup populer. Siswi-siswi dari kelas lain acapkali mengeluarkan suara-suara dan kalimat menggoda saat si Lesung Pipi memperkenalkan diri. "Nama saya David Leonardo, berperan sebagia tentara Belanda" ucapnya biasa saja tapi membuat sebagian besar siswi-siswi wanita berteriak genit. Aku sampai muak melihat para geniters itu. Ibu Gempal menyuruh aku dan kak Adam untuk membahas naskah kami berdua, karena naskah kami termasuk yang paling panjang dan rumit. Kami banyak berbincang mengenai kegiatan kami di sekolah selain membahas naskah. Aku juga banyak bertanya tentang kegiatan dia yang termasuk padat untuk ukuran seorang anak SMA. Apalagi dia sudah kelas tiga yang harusnya fo
Olokan adalah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan, apalagi bila olokan itu dilakukan padamu tepat di depan seseorang yang entah kenapa tiba-tiba ada dalam pikiranmu. Itu sangat memalukan bukan?. Saat kita mengolok-olok seseorang mungkin kita merasakan sensasi tersendiri, entah itu merasa hebat karna menemukan kekurangan seseorang yang kita olok, merasa senang karna mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitar kita saat mengolok-olok atau bahkan mendapatkan kepuasan tersendiri setelah melampiaskan sesuatu yang terpendam dalam hati kita. Perlu kita sadari bahwa menjadikan seseorang menjadi bahan olokan, itu tidak membuat kita otomatis menjadi seseorang yang sempurna. Bahkan kita secara langsung menampakkan warna atau nilai kita sendiri. Nilai negatif. Tapi aku tidak bisa menyebutkan itu tepat di hadapan orang yang mengolok-olokku, aku hanya berharap bisa membalikkan keadaan agar olokan itu berubah menjadi pujian nantinya.
“Ketua apaan kamu. Kemarin kenapa kami nggak diwarning kalau ada ibu Silaban" bentakku pada Wirja Sitepu, sang ketua kelas. Wirja yang gossip-gossipnya telah menaruh harapan pada Shaniar sejak kelas 1 itu, hanya bisa tersenyum malu-malu yang membuat aku dan Shaniar semakin panas. “Maaf Drew aku nggak bisa berbuat apa-apa. Ibu Silaban sudah kasih kode duluan. Maaf, yah” “Ck! Ah, udah Drew. Kita keluar aja, yuk. Makin emosi yang ada kalau di sini” ucap Shaniar menarik tanganku keluar dari kelas diiringi tatapan tajam siswa perempuan lain yang sedang berkumpul. Mereka adalah fansnya Wirja. Setiap istirahat mereka memang selalu membuntuti Wirja kemana pun dia pergi. Bahkan menunggui di depan toilet sekali pun. Ngeri! Pantas saja Shaniar selalu menghindari Wirja. Siapa yang mau berurusan dengan fans fanatik yang menyeramkan seperti mereka itu. Dulu saat kami masih kelas satu, Wirja pernah menulis nama Shaniar di sampul belakang buku tulisnya dengan namanya di bawah nama Shaniar dan ta
Drew, maaf ya yg tadi siang Aku gk bermaksud ikut ngetawain kok Read. Pesan Shaniar sudah 5 menit ini kubiarkan. Aku masih asyik menikmati pop mie, cemilan malam, sambil mempertimbangkan apakah aku akan memaafkannya atau tidak. Jika aku memaafkannya, apakah dengan gratis atau dengan trakiran bakso kantin selama sebulan penuh. Hahahahaha... Apa aku terlalu kejam terhadap sahabatku itu ya?. Kalau diingat-ingat bagaimana kami bisa bertemu dulu, sepertinya ini memang sedikit terlalu kejam. Kami pertama kali bertemu di acara MOS sekolah. Kami berdua sama-sama terlambat datang di hari pembukaan MOS. Hanya kami berdua. Lalu kami disuruh maju ke depan dan sebagai hukuman, kami harus menirukan bermacam-macam hewan di hadapan dua ratusan siswa baru lainnya sambil diiringi musik. Ternyata dari peristiwa itulah kami menyadari bahwa kami memiliki satu persamaan, sifat “bodo amat” kami. Bedanya aku sedikit lebih tertutup dan dia sangat welcome terhadap siapapun. Sedari awal aku merasa sangat co
Cinta. Bagaimanapun tetaplah cinta. Mau bingung, tidak menduga, tidak terasa, tidak menyadari atau tidak tahu sedikit pun, dia tetaplah cinta. Mau apa kau bila cinta sudah menyentuhmu bahkan berbicara secara langsung tepat ditelinga hatimu yang paling dalam? Tidak ada yang bisa kau dan aku perbuat bukan? Selain menerima rasa itu. Kau ingin menolaknya atau menangkisnya? Hmm....aku rasa itu bukan jalan keluar yang baik. Jadi apa yang harus kita lakukan? Entahlah."Aku jatuh cinta kepada dirinyaSungguh-sungguh cintaOh apa adanyaTak pernah kuraguNamun tetap selalu menungguSung
“Ciee ada yang antusias banget nih mau ketemu ibu Gempal. Aw!” Kujitak kepala Shaniar yang berani-beraninya memfitnah. Aku tidak mau menjadi bahan olok-olokannya ibu Gempal lagi, makanya aku memasukkan buku kedalam tas dengan buru-buru agar waktu tidak terlalu lama berlalu dan tidak akan terlambat. “Sakit Drew...” “Mau ditambah lagi?” aku mengangkat tangan berusaha menjitak kepala Shaniar lagi. Dengan cepat kilat dia menghindar. “Eitt, gak kena hahahha..” “Udah ah, aku buru-buru nih, nanti dimarahi sama ibu Gempal lagi kalau telat. Bye bye Shan Shan” aku melambaikan tanganku padanya sambil berlari keluar kelas menuju ruang ekskul teater. Kemarin ibu Gempal memutuskan latihan drama kali ini dilakukan di ruangan teater saja, agar tidak perlu repot-repot membereskan meja dan kursi kelas. “Semoga hari ini tidak ada olok-olokan lagi. Amin” ucapku pada diri sendiri ketika berada dilorong kelas. “Drewi” sebuah suara dari belakang mema
Menangis itu perlu entah kau perempuan atau laki-laki, karena luka bisa saja menghampiri setiap orang, tidak mengenal apa gender, status dan keadaan. Karena di dalam air mata dan usaha mengeluarkan air mata itu ada beban yang keluar secara tidak langsung. Ketakutan menjadi hilang, keraguan menjadi hilang, sesak hati sirna. Cinta harus diungkapkan, baik engkau perempuan maupun laki-laki. Baik ketika masih kecil maupun sudah dewasa. Karena cinta menghampiri setiap orang. Sekali lagi, tanpa mengenal siapapun itu dia. Karena saat cinta diucapkan, bukan hanya untuk menunjukkan hatimu, tapi untuk mengambil bagian hati yang mencinta, agar tidak menimbulkan sesuatu yang tidak kita duga. Sekalipun kau di tolak, sekalipun hati dipatahkan, setidaknya tidak ada luka yang terpendam. Kau bisa mengambil langkah selanjutnya. Kau bisa bangkit lagi. Berjalan lagi tanpa apaun yang mengendap dalam hatimu. Terluka dengan lega, terluka dengan ringan ,terluka dengan pasti. Kita
Nafasnya memburu. Naik turun tanpa jeda tanpa irama. Kerah kemeja dia longgarkan. Keluar dari apartemen Drewi, Dani tidak sabar ingin sampai ke kafe milik Sano. Di sana ada seseorang yang sangat ingin sekali dia minta konfirmasi. Git. Adam sudah di sana?Send Kirimnya pada Agitha sebelum memasuki lift. Sudah kak. Semuanya sudah ada disini.Tinggal Dancer sama dekorasi yang belum siap.Drewi tahan sebentar ya di sana.Read Di dalam mobil, Pesan balasan masuk. Begitu mesin meyala, Dani tanpa membalas pesan, menginjakkan kaki sekuat tenaga di pedal Gas, menimbulkan suara cericit memekakkan telinga di basement apartemen. Darahnya sudah naik keubun-ubun. “Sialan!!! Sialan!!” bentaknya pada setir. Dipukulnya sekuat tenaga untuk meredam emosi. 30 menit berlalu setelah meelwewati kemacetan dibeberapa jalan besar kota, akhirnya kafe milik Issano telrihat di uj
Sesaat hati bisa merasa yakin, sangat yakin ketika berada pada “Detik Penentu” lalu bisa juga sesaat kemudian keyakinan itu berubah bagai langit sore yang menjadi hitam saat matahri sudah kembali pulang ke ujung samudera. Banyak “seandainya-seandainya tercipta ketika detik-detik penentu sudah terlewat, ada banyak harapan-harapan lama muncul ketika detik-detik penentu teringat kembali. Mengingat kembali kenangan-kenangan, mengingat kembali moment-moment kadang terpikir unutk memutar semuanya itu. Walau, pada akhirnya, tidak akan kembali lagi detik itu, tidka akan muncul lagi atau tidak akan sama lagi semua yang ada di dalam moment-moment itu. Akan tetapi, ada satu keputusan hebat tercipta saat sudah sampai di detik-detik penentu itu. Apapun hasil dari keputusan itu, pada akhirnya, hanya orang-orang hebat yang berhasil mengambil keputusan di saat genting seperti itu dan orang-orang bermental kuat yang bisa berhasil menajalani kehidupan setelahnya. Berjalan, bertahan sam
“Kak aku bisa temenin kakak tidur, ga?” David kaget saat hendak masuk ke dalam selimut tiba-tiba Agitha sudah ada di pintu kamarnya. “Bukannya dari tadi kamu sudah pulang?” “Udah, tapi dateng lagi. Tadi nganterin tante dulu sekalian makan malam. Tadi laparr banget” “Dasar” “Hehe...” “Ya udah boleh. Tapi jangan macam-macam, ya?” “Iiihh harusnya aku kali yang ngomong gitu” Agitha mengambil selimut dari lemari David dan tidur di sebelah David. David terkekeh di seberang bantal guling. “Bantal gulingnya ga usahlah ya...” David mengangkat bantal guling bersiap membuang ke bawah. “Kakaaak...” teriak Agitha merebut bantal guling . David tertawa lagi lebih kencang. Agitha meletakkan lagi bantal guling dan menepuk-nepuk menandakan area itu adalah area terlarang. David usil menyentuh dan dibayar dnegan tamparan keras mendarat ditangan membuatnya mengaduh. Beberapa saat setelah mereka nyaman di posisi tidur mereka
Mungkin ini nggak penting-penting amat tapi mungkin juga nggak penting sama sekali (Hapaseehhh....) Jadi, sebenarnya selama 2 bulan lebih ini saya sedang menenangkan badai-badai yang silih datang berganti eh silih berganti datang....ihh....yang mana sih yang bener? Tau ah... jadi begitulah. Badai-badai itu datang menenggelamkan jiwaku dan akhirnya menyeret ke palung gelap bernama "Aku Sedang Tidak Baik-baik Saja". Akhirnya hanya bisa rebahan....rebahan...dan rebahan dengan tatapan kosong, jiwa yang kosong juga. Pas buka Goodnovel lagi tadi, ada banyak yang jadi pelanggan. Angka yang membaca juga bertambah dan yang bikin seneng lagi sudah ada yang ngasih kontribusi dan voted. I'm just like...Woooooow. Semangatnya bertambah lagi. Thank you untuk kalian semuanya.:* :* :* . Tuh...triple kiss buat kalian semua. Cukup kan? Cukup? Cukup? Ya cukuplah ye kaaan. Tungguin update-an selanjutnya yaaaa.... See you next bab. Bab yah saudara-saudara. Bab novel yah. Bukan Bab yang itu. Dahlah. U
.........From : Epilogue (Gadis Bermata Coklat) Bagian 3 " "Kak Adam, bantuin Drewi dong. Dia sampai ga semangat gitu, coba. Mata Bu Gempal tadi benar-benar kaya elang buas tahu nggak sih, kak. Ya, namanya gladi resik ya tempatnya yang salah-salah di perbaiki. Aku kalau jadi Andrewi udah pasti nangis tuh digituin" "Iya, aku juga liat kok, Shan. Tadi juga dia udah hampir nangis" "Makanya, mumpung dia masih latihan sama Bu Gempal, ayo kita Bujuk kak David, ya, kak. Kasih tahu kalau itu bukan salah dia. Kasih tahu kalau Andrewi butuh di semangatin" "Udah, Shan. Masalahnya, dia ngeliat langsung Dani di bentak-bentak waktu itu" "Ya, namanya juga orang tua, kak. Ayolaah...kasihan Andrewi" "Ya, kita coba bujuk lagi aja deh" "Halo, Dave dimana?" "Kesini sebentar. Di depan Aula. Ada Shaniar mau ngomong sesuatu" "Iya, mau ngomong penting"
Beberapa jam sebelum Gladi Resik....Pagi yang cerah, pikir Dani melihat langit pagi menjelang siang. Dia baru saja keluar dari ruang kepala sekolah setelah diberitahu bahwa dia satu-satunya siswa yang akan diajukan menerima beasiswa ke salah satu universitas di Inggris. Berkat koneksi ayahnya, dia mendapatkan tempat di daftar beasiswa itu. Kebetulan jurusan yang dia inginkan termasuk salah satu jurusan yang di perbolehkan dalam beasiswa, jadi dia merasa tidak keberatan. Selain itu, selebihnya, dia tidak berbuat curang karena dia juga tetap ikut tes, wawancara dan lain-lain nantinya.Jam pelajaran ke 3 akan segera berakhir, itu artinnya bel isttirahat pertama akan berbunyi. Dani melipir ke kantin menghabiskan waktu sekalian mengambil tempat duduk untuk teman-temannya.Di kantin, Dani membatalkan rencana, membanting setir berpura-pura membeli pulpen saat seorang guru masuk tepat ketika dia hendak duduk. Dani keluar tergesa-gesa setelah pulpen dibayar agar guru tersebut tidak curiga.
“Dave, jangan lama-lama ngasih tahu Andrewi kalau kau mau pindah. Habis UN dia sudah harus tahu” Adam dan David berjalan agak jauh dibelakang teman-tamannya. Jam istirahat sudah selesai, mereka sudah harus kembali ke kelas masing-masing. Adam sengaja memberi kode kepada David saat mereka keluar dari Kantin. “David mendengus geli dan remeh “ Sok tahu!' Adam menarik tangan David agar berjalan lebih lamamembiarkan Bownie dan yang lainnya berjalan duluan. “kita jangan berdebat disini, Dave” “Enggak usah urusi urusanku, Dam. Urus aja hubungan kalian itu. Apalagi kemarin kalian kayanya sudah makin akrab” penuh penekanan David menyindir Adam. “Indeed” “Baguslah” “Kalau sampai UN selesai dan Drewi belum tahu. Jangan salahkan aku, kalau aku yang ngasih tahu langsung” Adam berjalan mendahului David, bergabung bersama teman-temannya yang lain. David menghela nafas berat lagi, masih tidak mengerti mengapa semua
Di balik panasnya pertengkaran David dan Adam, Dani di rumah Andrewi di temani oleh orang tuanya datang meminta maaf. Bownie yang mengantarkan Dani pulang menceritakan semuanya. Tanpa basa basi ayah Dani memaksa untuk ke rumah Andrewi, meminta maaf, setelah sebelumnya menasihati Dani. Dia tidak ingin anak-anaknya terlibat masalah. Secepatnya harus di selesaikan. Ibu Dani setuju dan membelikan beberapa makanan sebagai buah tangan. Di pintu pagar rumah Andrewi, ayah Andrewi menyambut dengan wajah sedikit masam. Walau pun sudah di jelaskan bahwa Andrewi pergi beramai-ramai dengan yang lainnya ke TWI, dia tetap belum terima bahwa ada yang berani mengajak Putrinya pergi tanpa izinnya. Meski begitu mereka tetap di sambut masuk. Sore itu di depan keluarga Andrewi dan keluarganya sendiri, Dani meminta maaf lalu di beri wejangan-wejangan oleh orang tuan Andrewi dan orang tuanya sendiri. Dani hanya bisa menunduk dan mengangguk-angguk pasrah. Walau ini bukan murn