"Apa?! Elang Emas...?" sentak Manggala seraya menarik mundur dadanya, seolah-olah tidak mempercayai keterangan Bagaskara.
Kali ini Bagaskara memandangi Si Buta dari Sungai Ular seksama.
"Benar. Memang Elang Emaslah pelakunya," tegas Bagaskara, seraya mengangguk.
"Tapi..., tapi, bukankah murid-murid Perguruan Elang Putih itu adalah murid-murid Elang Emas sendiri?" tukas si pemuda dengan kening berkerut.
"Tidak! Sebenarnya tidak demikian. Mungkin untuk sekarang ini, murid-murid Perguruan Elang Putih memang muridnya. Murid-murid Elang Emas maksudku. Tapi, tidak untuk sebelum masa delapan belas tahun lalu, Bocah!" jelas Bagaskara.
"Aku belum mengerti maksudmu, Orang Tua." Bagaskara menghela napasnya sebentar.
"Singkatnya begini, Bocah. Sebenarnya Perguruan Elang Putih bukanlah milik Elang Emas, melainkan, milik seseorang."
"Milik seseorang...? Siapakah dia, Orang Tua?" tanya Manggala heran.
Bagaskara menyunggingkan senyum. "Tentu k
"Mungkinkah gadis yang kau katakan itu anak kandungnya Elang Emas dengan Surtini, istriku. Atau, jangan-jangan Gayatri yang kau katakan justru anak kandungku sendiri?""Bisa jadi Gayatri itu anak kandungmu sendiri, Ki. Sebab menurut keterangannya Gayatri sudah beberapa kali akan dibunuh oleh Elang Emas. Jadi, bisa jadi Gayatri anak kandungmu sendiri. Kalau tidak, mana mungkin ada ayah yang tega akan membunuh anak kandungnya?""Kau benar, Anak Muda! Gadis yang kau maksudkan pasti anakku!" tandas orang tua buntung itu dengan mata berbinar."Kalau kau cukup mengenalnya, tolonglah kau ajak gadis itu kemari! Aku ingin sekali melihatnya. Kau mau menolongku, Anak Muda?""Jangan khawatir, Ki! Aku pasti akan membantumu. Sekarang kau tenangkan hatimu dulu! Aku akan keluar sebentar. Dan yang jelas, aku pasti akan mengajak putri kandungmu kemari."Si Buta dari Sungai Ular cepat meloncat bangun. Pandangan matanya sejenak menyapu ke seputar ruangan dalam lorong
"Aku tahu, kali ini kau bisa bicara pongah seperti ini. Tapi, tunggu sebentar, Kakang! Kau tentu akan menyesal dengan kata-katamu!""Hidupku sudah hancur. Buat apa menyesali?" teriak Bagaskara nyaring, namun suaranya kali ini sedikit melemah. Mungkin terpengaruh juga dengan ancaman Elang Emas. Elang Emas tidak lagi meladeni omongannya. Hanya matanya saja yang berkilat-kilat, memperhatikan Lubang Kematian. Kemudian dengan perasaan panas, segera ditinggalkan tempat ini. Begitu kaki kanannya menutul ke tanah, bayangan tinggi besar Elang Emas pun tahu-tahu telah berkelebat cepat keluar dari Pekarangan Terlarang.Gerakan kedua kakinya cepat sekali laksana terbang, pertanda ilmu meringankan tubuhnya telah sangat tinggi. Sebentar saja Elang Emas telah sampai di padepokannya. Beberapa orang murid asuhannya berlari-lari menyambut kedatangannya, ia langsung duduk berlutut mengitari."Semuanya berkumpul di ruang utama!" perintah Elang Emas galak."Baik, Guru!" sahut
"Hup..,!"Setan Cantik cepat melempar tubuhnya ke belakang. Dan sambil berloncatan, tangannya mengibas cepat.Set! Set!Seketika, beberapa sinar keemasan meluncur ke arah tubuh Bidadari Putih. Begitu dahsyat, dan nampak berkeredepan membawa maut. Namun Bidadari Putih tidak gentar dibuatnya. Melihat Sinar-sinar keemasan yang berupa puluhan jarum-jarum emas itu, baju putihnya cepat dikebutkan secara memutar."Hih...!"Dan begitu jarum-jarum emas rontok ketanah, Bidadari Putih cepat meloncat tinggi ke udara. Begitu meluruk tangan kanannya membentuk cengkeraman ke arah ubun-ubun kepala Setan Cantik. Sedang tangan kirinya siap mencengkeram pula dada perempuan itu. Hebat bukan main serangan-serangan Bidadari Putih ini.Apalagi tenaga dalamnya dikerahkan sepenuhnya. Setan Cantik tidak berani memandang remeh. Cepat tubuhnya digulingkan ke samping. Dan lagi-lagi, sambil berguling-gulingan seperti itu, kembali tangannya mengibas. Maka, kembali jarum-j
"Hm...! Murid-murid utama Bagaskara! Apa kalian belum kapok kugebuk delapan belas tahun lalu, he! Menyesal sekali aku dulu membiarkan pergi. Tapi, jangan harap kali ini aku melepaskan nyawa busuk kalian!" Sehabis berkata begitu, Setan Cantik segera meloloskan pedang tipisnya yang berwarna kuning keemasan di pinggang. Gagang pedang berbentuk kepala ular emas. Begitu pedang terangkat, bias-bias sinar keemasan memendar akibat jilatan sinar matahari.Seperti yang dikatakan Setan Cantik, keempat orang berpakaian putih-putih itu memang murid utama Bagaskara.Delapan belas tahun yang lalu ketika terjadi pertempuran hebat antara Bagaskara dengan Elang Emas yang dibantu oleh beberapa orang tokoh sesat dunia persilatan, mereka pun turut membantu sang guru. Cuma sayangnya, mereka yang dibantu beberapa murid lainnya belum sanggup menghadapi jarum-jarum beracun milik Setan Cantik dan Cantrik Tudung Pandan. Akibatnya ketika Bagaskara dan Bidadari Putih roboh di tangan Elang Emas, ke
"Aku, memang terkena racun, Sindu. Seperti pendapatmu, aku memang tidak terkena Racun Ular Emas. Melainkan, terkena racun keji milik Elang Emas. Entah, racun apa itu. Yang jelas racun ini sudah mengeram dalam tubuhku selama delapan belas tahun," jelas Bidadari Putih seraya menggigit bibir bawahnya, menahan nyeri dalam dada."Ah...! Tak kusangka Paman Elang Emas demikian keji menyiksa Bibi seperti ini. Lantas, bagaimana aku harus membantu Bibi mengeluarkan racun yang mengeram dalam tubuhmu?" keluh Sindu sedih."Sudahlah! Jangan kau terlalu mencemaskan ku! Sebaiknya, cepat bantu kawan-kawanmu menghadapi Setan Cantik!" ujar Bidadari Putih seraya mengibaskan tangan kanannya. Sindu sebenarnya ingin membantah omongan bibi gurunya. Namun ketika melihat Bidadari Putih mulai pejamkan mata, niatnya diurungkan. Rasanya tak tega mengganggu bibi gurunya yang sedang bersemadi untuk memulihkan tenaga dalam. Maka ketika melihat ketiga adik seperguruannya terus menggempur Setan Cantik,
Manggala yang dibentak seperti itu hanya tersenyum. "Sudahlah, jangan marah-marah seperti ini! Aku takut nanti kau malah bisa cepat tua. Ayo, sekarang lekas ikut aku! Ada seseorang ingin bertemu denganmu," ajak Manggala kalem."Enak saja kau main perintah. Pikir mu, kau ini siapa, he!" sungut Gayatri jengkel. Tangan kanannya tahu-tahu telah menyodok keras perut Manggala. Pada bagian pusar.Dukkk!Manggala meringis. Sementara Gayatri tanpa rasa bersalah, duduk membelakangi Manggala.“Iya.. iya, maaf... maafkan aku Gayatri” ucap Manggala mencoba melunakkan hati Gayatri. Terbukti ucapan Manggal sedikit membuat dingin perasaan Gayatri.Lalu Manggala ikut duduk disebelahnya.“Aku hanyalah seorang buta Gayatri. Jadi bercanda itu sudah menjadi kesukaan, jika tidak begitu. Hidupku yang selalu gelap akan semakin gelap” ucap Manggal mendesah panjang, seakan tengah meratapi nasibnya sendiri.Iba juga hati Gayatri mendenga
"Bagaimana ini, Gayatri? Apa tidak sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini?" tanya Manggala di antara gerakan-gerakan tongkatnya yang berkelebat cepat menghalang para pengeroyok .Dess! Plak!Beberapa orang murid Perguruan Elang Putih langsung roboh begitu terkena sabetan tongkat Si Buta dari Sungai Ular.Untung saja Manggala tidak mengerahkan tenaga dalamnya, karena hanya ingin membuat jera para pengeroyoknya saja. Namun rupanya para pengeroyok bukannya menjadi jera, malah semakin bertambah kalap dalam menyerang. Tentu saja hal ini membuat gemas Gayatri dan Manggala. Bagaimanapun juga lama kelamaan mereka bisa tertangkap juga kalau hanya sekadar menahan gempuran murid-murid Perguruan Elang Putih."Gayatri! Kita tidak mungkin terus-terusan begini. Ayo, lekas tinggalkan tempat ini!" teriak Manggala di antara tebasan-tebasan pedang murid-murid Perguruan Elang Putih. Gayatri yang merasa jengkel, tak dapat lagi membantah omongan Manggala. Kemudian ketika me
Sementara itu Elang Emas yang baru sampai di Lubang Kematian hanya menggeram penuh kemarahan. Wajahnya yang garang menegang dengan rahang bertonjolan.Untuk beberapa saat, Elang Emas hanya dapat memandangi Lubang Kematian. Bibirnya berkemik-kemik siap melontarkan makian. Namun belum sempat membuat suara, mendadak terdengar suara gaduh dari belakang. Laki-laki tinggi besar ini segera memalingkan kepala ke belakang. Tampak beberapa orang muridnya tengah berloncatan ke atas tembok Pekarangan Terlarang yang kemudian disusul yang lain. Dengan menahan amarah menggelegak, Elang Emas menunggu murid-muridnya mendekat."Guru! Maafkan kami! Kami belum berhasil menangkap Nona Bidadari Kecil," ucap salah seorang murid Elang Emas, langsung berlutut di hadapan laki-laki tinggi besar itu.Elang Emas mengangguk-angguk garang. Wajahnya menegang. Sedang matanya yang memerah memperhatikan murid-muridnya yang sudah berlutut di hadapannya."Kenapa sampai gagal, he!" bentak Ela
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana