Si Buta dari Sungai Ular menggeram keras. Suaranya yang terdengar sampai jauh ke pelosok lembah sungai ular. Sedang tubuhnya yang besar terlempar. Namun seperti kejadian pertama, sedikit pun tidak mengalami luka!
Dan tiba-tiba Si Buta dari Sungai Ular telah menerjang hebat Penghuni Kubur.
Wesss!
Lelaki berbalut kain kafan ini terperangah kaget, tak menyangka Si Buta dari Sungai Ular akan menyerang begitu hebat. Bahkan sebelum serangan Si Buta dari Sungai Ular mengenai sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur angin kencang menampar kulit tubuhnya. Tentu saja Penghuni Kubur tidak ingin tubuhnya jadi santapan empuk serangan lawan. Dengan gerakan indah tiba-tiba tubuhnya meliuk dengan tangan kanan menyampok ke samping.
Namun rupanya kali ini Si Buta dari Sungai Ular bertindak cerdik. Tubuhnya bergerak cepat melompat ke samping untuk menghindari sampokan Penghuni Kubur dan ;
"Ggggrrr...!"
Dengan gerakan yang sangat cepat, Manggala merangkul tubuh
"Sekarang rasakan bogemku ini, ular Keparat! Heaaah...!"Penghuni Kubur menyentakkan kedua telapak tangannya ke atas. Laksana terdorong oleh satu kekuatan dahsyat luar biasa, tiba-tiba tubuh Garaga terangkat tinggi ke udara. Di saat demikian, tiba-tiba kekuatan dahsyat dari kedua telapak tangan Penghuni Kubur menyentak dahsyat ke bawah.Blammm!Garaga menggeliat hebat saat tubuhnya menghantam tanah yang diatasnya terdapat bongkahan-bongkahan batu. Tulang-tulang tubuhnya seakan mau hancur. Kali ini amarahnya makin berkobar. Kendati tak mengalami cedera sedikit pun, namun sudah cukup membuatnya harus mengadu nyawa terhadap Penghuni Kubur.Manggala sendiri yang melihat keadaan Garaga jadi cemas bukan main. Dengan susah payah pemuda itu melompat bangun. Manggalapun berniat untuk mengadu nyawa dengan Penghuni Kubur. Ilmu Sakti ‘Mata Malaikat’ siap digelar.Saat itu, Garaga tengah mengibas-ngibaskan ekornya beringas. Sepasang matanya yang men
Sosok tubuh Raja Penyihir dan Penghuni Kubur tampak saling berpentalan beberapa tombak ke belakang,Bukkk! Bukkk!Raja Penyihir terlihat terhuyung-huyung ke belakang. Sosoknya yang tinggi kurus bergoyang-goyang dengan tangan gemetar. Sepasang matanya yang kecil mengerjap-ngerjap penuh kagum menghadapi pukulan milik Penghuni Kubur tadi.Sementara di depan sana, sosok Penghuni Kubur tampak terhuyung-huyung jauh ke belakang, sebelum akhirnya terbanting keras di tanah berbatu. Tapi lelaki tua terbungkus kain kafan itu cepat melompat bangun. Raungannya yang sarat akan kemarahan seolah ingin merobek angkasa."Bajingan tua! Kubunuh kau!"Penghuni Kubur kembali menerjang Raja Penyihir garang dengan kedua telapak tangan segera dihantamkan ke depan. Kejap itu pula melesat dua larik sinar merah menyala dari kedua telapak tangannya disertai suara menggidikkan.Wesss! Wesss!Kening Raja Penyihir berkerut sebentar. Merasa heran dengan pukulan yang
Namun hal ini bukan berarti harus membiarkan Penghuni Kubur. Pemuda ini bertekad, tetap akan membuat perhitungan dengan tokoh sesat dari Hutan Seruni itu. Dan berhubung Arum Sari saat ini tengah membutuhkan pertolongannya, dengan sangat terpaksa niatnya harus ditunda untuk melabrak Penghuni Kubur.Perlahan-lahan Manggala mendudukkan Arum Sari. Sambil memegangi kedua bahu si gadis, pemuda ini beringsut ke belakang. Segera Si Buta dari Sungai Ular bersila dibelakang Arum Sari. Kedua telapak tangannya segera ditempelkan ke punggung si gadis."Kau sedang terluka, muridku! Jangan paksakan menyalurkan tenaga dalam ke tubuh gadis itu!"Si Buta dari Sungai Ular mendongak. Ternyata, Raja Siluman Ular Putih telah berdiri di belakangnya."Guru...!" Hanya itu yang terucap dari bibir Si Buta dari Sungai Ular.Sementara itu, Raja Penyihir tengah berada di atas angin. Akibat Penghuni Kubur membagi tenaga dalamnya tadi ke arah Arum Sari, kini kedua kakinya telah t
LAUT SELATAN mulai dibaluri sinar kuning keemasan dari ufuk timur sana. Pantulan cahaya matahari menciptakan pernik-pernik di permukaan air laut bak ribuan permata menghampar. Angkasa raya masih berselimut awan putih yang berarak, hingga membuat udara dingin pagi itu masih terasa.Sebuah perahu Layar kecil bergerak perlahan menuju pantai, membelah ombak-ombak yang kali ini terlihat tenang. Di atasnya, berdiri satu sosok tubuh ramping terbungkus pakaian ketat warna biru. Rambutnya yang panjang digelung ke atas, dihiasi manik-manik permata warna biru pula. Makin mendekati bibir pantai, makin jelas kalau sosok ramping di atas perahu layar itu ternyata wanita cantik dengan tubuh sintal. Sepasang mata cerah dengan hidung mancung. Bibirnya kemerahan, tampak merekah bagai delima masak.Begitu tiba di bibir pantai, si wanita bertubuh sintal ini menyembunyikan perahunya di balik rindangnya pohon bakau. Kemudian dengan satu lompatan yang ringan sekali, tahu-tahu tubuhnya telah m
MATAHARI MERAH jingga perlahan merangkak naik di garis laut sana, mengusir embun sisa-sisa tadi malam. Sinar matahari menghangati alam mayapada ini, memberi udara baru bagi setiap mahkluk. Ombak pantai Nusa Kambangan berkejaran bak tangan-tangan maut yang menjulur-julur menampar batu karang, menimbulkan suara bergemuruh."Heaaa.... Heaaa...!"Seiring suara angin kencang yang mendesau, terdengar pula suara garang dari seorang gadis cantik yang tengah berlatih silat di tepi pantai. Gerakannya lincah sekali. Kedua tangannya sesekali menyentak ke depan melontarkan jotosan. Seolah, di hadapannya ada seorang musuh yang tengah kewalahan menghadapi jurusnya. Sementara kedua kakinya sesekali berlompatan ringan dari batu karang yang satu ke batu karang lainnya. Seolah, tubuhnya tak berbobot. Padahal jarak antara batu-batu karang itu cukup jauh, hampir mencapai enam sampai tujuh tombak. Sekali saja gadis itu membuat kesalahan, bukan mustahil tubuhnya akan terbanting keras di batu
"Aku memang sedang gelisah. Kalau tak keberatan, izinkan aku untuk berpetualang. Guru." "Hm...! Jadi, kau sudah tak betah tinggal bersamaku di sini, Yustika?" tanya Ratu Alit, memancing. "Maafkan aku, Guru! Sebenarnya bukan itu maksudku." "Lalu?" "Se... semalam aku bermimpi bertemu kedua orang-tuaku. Kalau saja mimpiku benar, aku ingin sekali bertemu mereka. Maka itulah aku gelisah sekali memikirkannya, Guru." "Hm...! Kau mimpi bertemu kedua orangtuamu, Yustika? Coba ceritakan dengan jelas!" Yustika menghela napasnya sebentar. "Aku bermimpi buruk, Guru. Kulihat, ibuku terjerumus ke dalam lobang yang sangat dalam. Tapi, ayahku malah tertawa-tawa. Te... terus-terang aku jadi ingin sekali bertemu kedua orangtua ku. Apakah Guru dapat membantuku menemukan mereka?" Kini gantian Ratu Alit yang harus menghela napas panjang. Lalu kepalanya menggeleng-geleng. "Ada apa. Guru? Kenapa kau tampak gelisah?" "Aku khawatir kalau
"Nah, sekarang bersiap-siaplah mempelajari pukulan 'Cakar Naga Samudera', Muridku. Pusatkanlah jalan pikiranmu pada satu titik sasaran. Serta, kendurkanlah semua urat saraf dalam tubuhmu?""Baik, Guru."-o0o-SUNGAI ULAR berselimut awan putih. Matahari yang bersinar keemasan berusaha menyibak kabut yang bagaikan tirai putih di lereng sebelah timur. Sementara hawa dingin yang mengungkungi bumi mulai sirna oleh hangatnya sang mentari. Embun-embun pagi di ranting-ranting dahan maupun di bongkahan-bongkahan batu di sepanjang tepian sungai ular tampak berkilauan bagai permata mutu manikam tertimpa sinar matahari.Di atas sebuah bongkahan batu besar, seorang gadis cantik asyik memandang hamparan lereng-lereng terjal nun jauh di sana. Rambutnya yang hitam lebat sebatas punggung bergerak-gerak tertiup angin pagi. Kulitnya putih bersih. Matanya bulat dan tajam ditingkahi bulu mata panjang serta lentik. Hidungnya mancung. Pas sekali dengan bibir merah yang tipis da
Manakala Manggala dan Arum Sari melangkah masuk, Raja Siluman Ular Putih dan Raja Penyihir segera membuka kelopak matanya. Kedua anak muda itu sendiri segera duduk bersimpuh di hadapan mereka."Arum Sari! Mendekatlah! Aku ingin bicara denganmu," ujar Raja Siluman Ular Putih."Baik, Raja Siluman Ular Putih."Arum Sari menggeser duduknya beberapa depa ke depan. Si Buta dari Sungai Ular ikut pula duduk menjejeri. "Muridku sudah bercerita banyak tentang dirimu. Arum Sari. Terus terang, aku turut prihatin. Tak kusangka sobatku Sepasang Pendekar Garuda Emas telah mendahuluiku. Tapi, kuharap kau tak usah terlalu bersedih, Arum. Bukankah orang yang telah membunuh kedua orangtua mu pun telah tewas?""Benar, Raja Siluman Ular Putih. Itu semua tak lepas dari bantuan Manggala dan Raja Penyihir. Cuma terus terang, aku sangat menyayangkan, kenapa aku tak mampu membalaskan sakit hati kedua orangtua ku dengan tanganku sendiri," desah Arum Sari."Aku mengerti. Kepa
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana