"Siapa yang kau maksudkan, Ratu Pring Sewu?" tanya Si Buta dari Sungai Ular, tak sabar.
"Dia.... Dia... ah...!"
Kepala Ratu Pring Sewu kembali terkulai. Sementara Si Buta dari Sungai Ular jadi gelisah bukan main. Manggala tak menginginkan Ratu Pring Sewu mati. Pemuda ini merasa harus dapat mengorek keterangan siapa yang telah berani mencelakakan perempuan tua ini, sekaligus ingin menyatroni Sungai ular. Maka, buru-buru Si Buta dari Sungai Ular menotok beberapa jalan darah di tubuh Ratu Pring Sewu yang kembali pingsan. Kali ini paras perempuan tua itu tampak demikian mengerikan. Pucat mirip mayat!
"Katakan, Nek! Siapa yang memperlakukan ini semua?" desak Si Buta dari Sungai Ular tak sabar.
"Peng.... Penghuni Kubuuur...!'
Bersamaan dengan putusnya ucapan, maka putus pula nyawa Ratu Pring Sewu dari raga. Kepalanya terkulai ke samping, tak bergerak-gerak lagi.
"Keparat! Lagi-lagi si keparat itu yang membuat ulah. Dulu kedua orangtuaku yang tewas
"Aku ada sedikit urusan denganmu. Tapi, nantilah. Aku ingin bercakap-cakap sebentar dengan ular peliharaanmu ini," kilah Raja Penyihir."Jangan diganggu, Damar Suto! Dia sedang bertapa," tegur Raja Siluman Sungai Ular, langsung."Oooo...!" Raja Penyihir mengangguk-angguk."Kau ada keperluan apa hingga susah payah datang kemari?""Oh, ya? Aku memang ada sedikit urusan denganmu, Raja Siluman Sungai Ular," jelas Raja Penyihir seraya menepuk jidat."Aku tahu. Setiap kau menemuiku, pasti ingin minta bantuanku, bukan?" tebak Raja Siluman Sungai Ular, tak bermaksud menyindir."Siapa yang butuh bantuanmu? Aku tidak butuh bantuanmu. Aku hanya ingin minta izin padamu," sungut Raja Penyihir tak senang."Minta izin apa?""Muridmu.... harus memanggilku guru. Untuk itulah aku minta izin padamu," papar Raja Penyihir."Oh, ya? Jadi kau sudah bertemu muridku!" sentak Raja Siluman Sungai Ular, gembira. "Sudah lama sekali aku tak bertemu d
"Nah...! Memang itulah yang kuinginkan, Kelabu. Tapi, sayang. Bocah buta itu tak ada di sini. Kalau ada, sudah pasti kutantang bertarung," keluh Kakek Putih."Ya ya ya...! Bagaimana kalau kita cari saja bocah buta itu, Kang?" usul Kakek Kelabu."Baik! Aku setuju usulmu, Kelabu. Ayo, kita cari bocah buta itu!" .sahut Kakek Putih menye-tujui. Saat itu pula, Kakek Putih segera menjejak ke tanah. Sosoknya yang tinggi kurus pun segera berkelebat cepat, meninggalkan tempat itu. Namun baru beberapa tombak...."Tunggu, Kang! Lihat! Siapa yang datang!" teriak Kakek Kelabu yang belum beranjak dari tempatnya. Telunjuknya menuding ke jalan setapak tak jauh dari tempat ini.Mau tidak mau Kakek Putih harus berhenti. Pandangan matanya segera dialihkan ke arah jalan setapak. "Ah, iya" Kau benar, Kelabu. Inilah mungkin yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba. Ayo, cepat hampiri mereka!"Tanpa menunggu kesanggupan adik seperguruannya, Kakek Putih kembali berkelebat k
"Ah...!" Kakek Putih terkesiap kaget. Sungguh tak disangka kalau akan mendapat serangan demikian hebatnya. Padahal tadi, ia sebenarnya sedang mendesak Si Buta dari Sungai Ular. Menyadari dadanya hendak jadi sasaran empuk, Kakek Putih segera menarik mundur tubuhnya ke belakang. Sambil bergerak, tongkat di tangan kanannya cepat mengayun ke bawah."Hup!"Tiba-tiba Si Buta dari Sungai Ular berkelit ke samping. Saat itu pula patukan tangan kanannya telah meluncur ke iga Kakek Putih.Tuk! Tukkk!"Aaah...!"Dua kali iga kiri Kakek Pulih terkena patukan tangan Si Buta dari Sungai Ular hingga kontan menjerit kesakitan. Parasnya pias, saking terkejutnya. Iganya yang terkena patukan tadi terasa ngilu bukan main.Kalau saja Si Buta dari Sungai Ular mengeluarkan tenaga dalam tinggi, bukan mustahil iga Kakek Putih akan remuk. Tapi, Manggala tadi memang sengaja hanya mengerahkan sebagian dari kekuatan tenaga dalamnya."Hebat! Kau memang pantas menya
"Aku sudah mendingan. Manggala. Memang dadaku masih sedikit nyeri. Tapi, kukira tak apa-apa. Mungkin sebentar lagi juga sembuh," ucap Arum Sari dengan senyum manis terkembang di bibir.Sewaktu Arum Sari menyebutkan kalau dadanya masih sedikit nyeri, tanpa sadar Manggala pun melirik ke bagian tubuh yang dimaksudkan gadis itu. Dilihatnya, pakaian yang menutupi dada si gadis memang sedikit terkuak lebar, menampakkan sebagian bukit kembarnya yang membusung indah."Ah...! Kau nakal, Manggala!" Arum Sari memberengut manja. Tanpa malu-malu, pakaiannya yang robek segera dibetulkan. Arum Sari memang sudah mengetahui tentang rahasia kedua mata putih Manggala, hal ini telah Manggala beritahu karena Manggala merasa tidak perlu lagi merahasiakan tentang mata putihnya kepada Arum Sari. Dia percaya sepenuhnya kepada Arum Sari untuk menjaga rahasia ini.Manggala malah cengar-cengir. Entah kenapa tangannya lantas bergerak ke atas, menggaruk-garuk kepala. "Sudah, kan?" tanya gadi
"Hm...! Lagakmu pongah sekali, Penghuni Kubur. Kau pikir kami takut mendapat gertak sambalmu?" geram Kakek Putih. "Kalau kami memang terlibat atas tewasnya Empat Bajingan Merah dari Hutan Seruni, kau mau apa, he!" lanjut Kakek Putih sengit."Bagus! Berarti tak salah lagi! Siapa pun juga yang berani mengganggu adik-adik seperguruanku, berarti mati! Tak peduli kalian berdua, Ratu Pring Sewu, maupun Raja Siluman Sungai Ular sekalipun!"“Jadi? Ap.... Apakah kau telah membunuh mereka?" tanya Kakek Kelabu, ragu-ragu membuka suara. Seolah, lidahnya terasa kelu."Belum semua. Yang jelas, nenek jelek itu sudah modar di tanganku!" sahut Penghuni Kubur, lantang."Apa? Kau telah membunuh Ratu Pring Sewu?" Kakek Putih dan Kakek Kelabu terperangah nyaris bersamaan."Tak ada gunanya kau tanyakan ini. Karena, sebentar lagi kalian berdua akan segera menyusul!""Setan alas! Kalau begitu, justru kaulah yang harus mampus di tangan kami, Penghuni Kubur!" t
"Sobatku Raja Penyihir! Cepat kemari!"Meski Raja Siluman Sungai Ular telah memanggil, namun toh tetap berkelebat juga mendekati sosok yang dilihatnya sebagai Raja Penyihir."Kau...!"Kerutan di kening Raja Penyihir tampak makin banyak. Hatinya merasa heran sekali melihat kemunculan Raja Siluman Sungai Ular."Jangan banyak tanya! Aku sudah tahu, apa yang ingin kau ucapkan," ujar Raja Siluman Sungai Ular begitu berada di dekat Raja Penyihir. Raja Penyihir alias Ki Damar Suto melengos.Rupanya ia tak senang mendengar bentakan lelaki tua di hadapannya."Apa kau sudah menemukan muridku, Sobat?" terabas Raja Siluman Sungai Ular."Jangan banyak tanya! Aku sudah tahu, kau pasti akan menanyakan hal itu," balas Raja Penyihir ketus, menirukan gaya bicara Raja Siluman Sungai Ular tadi."Jangan bercanda, Sobat! Aku bersungguh-sungguh.""Siapa bercanda? Aku tidak bercanda. Justru aku sedang mencari murid brengsekmu. Tapi, kenapa kau
"Sekali lagi kau belum juga menampakkan batang hidungmu, jangan salahkan kalau aku terpaksa mengobrak-abrik sungai ular ini, Raja Siluman Sungai Ular!" geram Penghuni Kubur, tak dapat lagi menahan amarah.Tetap tak ada jawaban.Habis sudah kesabaran Penghuni Kubur. Gerahamnya terlihat makin mengeras. Kedua pelipisnya pun bergerak-gerak. Jelas sekali kalau lelaki sesat ini tak sabar lagi untuk bertemu Raja Siluman Sungai Ular yang selama ini dicurigai sebagai pembunuh Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni."Bajingan! Kau belum mau muncul juga, Raja Siluman Sungai Ular!" Penghuni Kubur menghentakkan kakinya kuat-kuat. Seketika, Sungai ular bergetar hebat. Bongkahan-bongkahan batu dan pasir berhamburan tinggi ke udara, membuat pemandangan di sekitarnya berselimut debu. Dan ketika debu yang membubung sirna tertiup angin, saat itu pula tercipta sebuah kubangan besar bekas pijakan kaki Penghuni Kubur."Bajingan! Benar-benar bajingan kau, Raja Siluman Sungai Ular!
Darah merah kehitam-hitaman kontan menyembur dari mulut Arum sari. Bersamaan itu kepalanya terkulai lemas. Si Buta dari Sungai Ular seketika jadi kalang kabut. Buru-buru dirabanya denyut nadi gadis itu. Masih bergerak-gerak kendati lemah sekali. Tapi itu cukup membuat Manggala lega. Ternyata sahabat cantiknya masih hidup. Perlahan-lahan tubuh Arum Sari dipondong dan dibawa ke tempat yang aman. Baru kemudian Si Buta dari Sungai Ular kembali menghadapi Penghuni Kubur."Kau harus bertanggung jawab atas celakanya gadis itu. Juga, atas kelancanganmu datang ke tempat guruku ini," desis Si Buta dari Sungai Ular setelah kembali di hadapan Penghuni Kubur.Penghuni Kubur hanya tertawa bergelak. Namun anehnya, kedua bibir lelaki sesat itu tak bergerak-gerak sama sekali. Bahkan tiba-tiba kedua tangannya menyentak ke depan.Wusss!Seketika meluruk dua gulungan bola asap hitam dari kedua telapak tangan Penghuni Kubur ke arah Si Buta dari Sungai Ular."Edan! Tua
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana