"Apa kubilang tadi? Kau tak mungkin dapat membunuhku. Malah nyawa busukmu sendirilah yah sebentar lagi akan kukirim ke neraka. Bersiap-siaplah menerima kematianmu hari ini, Nenek Peot!" ancam Maling Tanpa Bayangan.
Lelaki sesat itu kembali mengerahkan pukulan 'Darah Para Durjana'. Seketika kedua telapak tangannya kembali berubah hitam legam sampai ke pangkal, pertanda telah mengerahkan tenaga dalam dengan kekuatan penuh!
Seolah melihat tangan-tangan malaikat maut, mau tak mau paras Dewi Merah pun jadi pias juga. Keringat dingin sempat membasahi telapak tangannya. Namun wanita tua ini tetap mencoba tabah. "Mungkin memang sudah nasibku mampus di tangan Maling Tanpa Bayangan...," desis Dewi Merah nyaris tak kentara.
"Sekaranglah saatnya kau menemui ajal, Dewi Merah! Heaaa...!"
Berbareng teriakan menggetarkan, tiba-tiba kedua telapak tangan Maling Tanpa Bayangan telah menghentak ke depan. Seketika meluruk dua larik sinar hitam legam dari kedua telapak tangann
Wesss! Wesss!Si Buta dari Sungai Ular terperangah kaget.Sungguh tak disangka akan mendapat serangan sedahsyat itu. "Edan! Bagaimana mungkin tua bangka ini dapat memiliki ilmu pukulan sehebat ini? Bukankah beberapa hari lalu kepandaiannya masih belum seberapa? Tapi kenapa kepandaiannya sekarang jadi berlipat ganda?" gumam Si Buta dari Sungai Ular tak habis berpikir.Namun Manggala tak sempat melanjutkan kata-kata dalam hati kalau masih ingin melihat terangnya sinar matahari esok hari. Begitu merasakan hawa panas dari pukulan Maling Tanpa Bayangan mulai menyambar kulit, tubuhnya segera dibuang ke samping. Sehingga, serangan Maling Tanpa Bayangan terus menerabas ke belakang, langsung menghantam batang pohon.Brakkk!Batang pohon sebesar dua lingkaran tangan manusia dewasa itu kontan bergoyang-goyang hebat. Selang beberapa saat, disusul suaranya yang menggemuruh sebelum akhirnya tumbang. Dari akar sampai pucuk-pucuk daunnya hangus terbakar! Bukan mai
"Mampuslah kau, Bocah Edan! Hea...!"Dikawal bentakan nyaring, Maling Tanpa Bayangan segera menghentakkan kedua tangannya memapaki terjangan Si Buta dari Sungai Ular. Seketika meluruk dua larik sinar hitam legam dari kedua telapak tangannya, langsung menghantam telak tubuh Si Buta dari Sungai Ular.Bukkk! Bukkk!"Gggrrr...!"Manggala menggeram hebat. Tubuhnya kontan terpental ke samping. Menggeliat-geliat sebentar. Dan....Werrr!Tahu-tahu tangan Manggala mengibas cepat dari samping. Sungguh, Maling Tanpa Bayangan yang mengira kalau Si Buta dari Sungai Ular akan cedera atau bahkan mati saat itu juga, tidak menyangka akan mendapat serangan hebat. Maka tanpa ampun....Bukkk! Bukkk!"Aaakh...!"Dua kali telapak tangan besar Si Buta dari Sungai Ular menghajar telak tubuh lelaki tua itu. Maling Tanpa Bayangan hanya sempat memekik tertahan sebelum akhirnya terlempar jauh ke belakang. Pada saat terlempar inilah Si Buta dari Sun
Tubuhnya terasa agak terusik oleh suara raungan yang keluar dari senjata andalan Si Buta dari Sungai Ular. Si Buta dari Sungai Ular heran bukan main. Ia tak percaya kalau senjata andalannya sama sekali tak berpengaruh bagi Maling Tanpa Bayangan. Dan pemuda ini jadi menggeleng-geleng tak mengerti. Habis memperhatikan Si Buta dari Sungai Ular sekilas. Maling Tanpa Bayangan segera menerjang hebat Raja Penyihir. Tak tanggung-tanggung segera dikeluarkannya jurus andalan yang dipelajari dari Kitab Paguyuban Setan. Tangan kanannya menyerang dari atas ke bawah. Tangan kirinya siap merobek perut Raja Penyihir dari samping.Dengan jurus itu, ia berharap akan dapat merobohkan Raja Penyihir dalam sekali gebrak. Sekali lihat saja. Raja Penyihir tahu maksud serangan yang sebenarnya. Justru serangan tangan kiri, Maling Tanpa Bayangan yang tampaknya berbahaya, merupakan gerak tipu belaka. Sedang serangan tangan kanan yang mengarah ubun-ubun kepala itulah serangan sebenarnya.Raja Peny
MALAM JUMAT KLIWON. Malam yang dianggap amat keramat. Apa pun yang terjadi di malam itu selalu dihubungkan dengan sesuatu yang berbau takhayul. Namun saat ini, malam Jumat Kliwon bagai ditaburi cahaya putih keperakan. Bulan bulat penuh bersinar purnama di angkasa. Langit cerah. Berjuta bintang saling membanggakan sinarnya yang putih keperakan di angkasa. Begitu tenteram, memperlihatkan keindahan alam yang amat hakiki.Sementara di sebuah lembah berumput bagai permadani hijau menghampar di luar Hutan Seruni, empat lelaki tengah duduk bersila mengelilingi sebuah api unggun kecil. Mereka sama-sama membisu, seolah terperangkap oleh kebuntuan pikiran masing-masing. Pandangan mata mereka kosong dengan wajah tegang. Sesekali terdengar pula keluhan mereka.Menilik raut wajah yang sudah sama-sama memiliki keriput, jelas keempat lelaki itu sudah berusia amat lanjut. Kenyataan itu makin diperkuat bila melihat rambut mereka yang panjang tergerai di bahu yang sudah berwarna putih k
Pada puncaknya ketika dorongan dalam perut kian kuat, perempuan muda itu menjerit sejadinya. Bingung dan takut bercampur menjadi satu. Untung saja pada saat yang menegangkan ini, suaminya yang diharapkan pulang bersama dukun bayi."Heran...? Belum saatnya kok sudah berasa! Malam Jumat Kliwon lagi...," gumam si dukun bayi, seorang perempuan tua berambut putih seraya menggeleng-gelengkan kepala."Cepat tolong istriku, Nek!" pinta lelaki si calon ayah itu,"Iya iya...," sahut si dukun bayi pendek.Meski wajahnya sarat keheranan, tak mungkin si dukun bayi membiarkan perempuan muda itu berjuang melahirkan seorang diri.-o0o-"Berikan bayi itu padaku, Nek!" pita si perempuan muda yang baru saja melahirkan dengan mata berbinar. Si dukun bayi menyerahkan bayi merah yang telah dibersihkan. Namun bersamaan dengan itu....Brakkk!Mata si dukun bayi dan suam-istri itu kontan membeliak lebar ketika pintu terbongkar, karena didorong dari lua
Meski mendapat jawaban ketus dari Si Buta dari Sungai Ular, Raja Penyihir tetap mencoba bersikap tenang. Hanya gigi-gigi gerahamnya saja yang bergerut-gerut pertanda merasa kesal juga terhadap pemuda di hadapannya. Namun manakala teringat bahwa ia sendiri yang membujuk Si Buta dari Sungai Ular untuk mempelajari ilmunya, Raja Penyihir mau tak mau harus sadar. Raja Penyihir memang sudah kebal menghadapi ulah Si Buta dari Sungai Ular."Itu lagi yang kau ucapkan! Itu lagi! Apa tidak ada kata-kata enak selain kata-kata tadi, he!" bentak Raja Penyihir galak. Gusar juga hatinya."Habis kau sendiri yang mulai, sih!" tukas Si Buta dari Sungai Ular."Mulai-mulai...! Kau selalu membuatku gusar, Bocah! Sudah kuajari banyak ilmu, bukannya berterima kasih malah ngomel.""Yah...! Begitu saja sewot. Payah...!" cibir Manggala mendadak jadi tak tega melihat perubahan wajah Raja Penyihir."Siapa yang tak sewot kalau kau melecehkanku terus!" Raja Penyihir melotot.
Empat orang lelaki tua yang sama-sama berpakaian merah darah memperhatikan ke satu arah. Lalu mereka berdecak kagum, menyiratkan kepuasan. Di hadapan lelaki tua yang tak lain Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni, tampak seorang pemuda gagah tengah giat berlatih silat. Potongan tubuhnya yang tinggi besar jelas menandakan kalau pemuda berambut gondrong awut-awutan itu sering berlatih keras. Dari matanya yang mencorong tajam menandakan kalau tenaga dalamnya amat dahsyat. Buktinya saja dari setiap gerakan tangan dan kakinya selalu berkesiur angin kencang berhawa dingin yang bukan kepalang. Di samping itu gerakan tangan dan kakinya cepat luar biasa, mengandung serangan-serangan mematikan! Sambil duduk bersila, Empat Iblis Merah sesekali memberi perintah, lalu disusul dengan mata berbinar-binar. Ini semua jelas menandakan kalau mereka merasa puas dengan hasil yang dicapai si pemuda."Coba mainkan jurus 'Tangan Merah', Bocah!" perintah Iblis Buntung."Baik, Guru."Si pe
"Jangan banyak tanya! Ikuti saja kami!" bentak Iblis Buntung.Habis membentak, Iblis Buntung tiba-tiba menghentakkan kedua telapak tangannya ke tanah. Seketika, tubuhnya yang tanpa kaki cepat melenting tinggi ke udara, lalu berkelebat cepat ke suatu tempat. Gerakannya segera diikuti ketiga orang adik seperguruannya. Mau tak mau Dewa Kegelapan pun menyusul keempat orang gurunya. Hanya dengan sekali menjejak tanah, sosoknya telah dapat menyusul keempat gurunya.-o0o-Ternyata tempat yang dimaksudkan Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni itu jauh dari perkiraan Dewa Kegelapan. Semula dikira, ia akan diajak ke sebuah goa, lembah, atau tempat lain. Namun ternyata, justru diajak ke sebuah kuburan!"Aku sungguh tak tahu, apa maksud Guru membawaku kemari," gumam Dewa Kegelapan dalam hati.Melihat keempat orang gurunya segera bersimpuh di atas makam yang dimaksudkan, Dewa Kegelapan masih tetap berdiri di tempatnya. Rasa herannya membuat keningnya berkerut ber
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana