"Baik," sahut beberapa orang tokoh sesat yang menjadi sekutu Pangeran Pemimpin serempak.
"Nah! Kalau begitu, cepatlah kalian berangkat! Termasuk juga kau, Raja Racun! Kau harus mengawal tua bangka ini!" ujar Pangeran Pemimpin.
"Tanpa diperintah pun, aku akan mengawal tua bangka ini! Sekarang juga aku akan mengajaknya untuk segera menyelidiki siapa Penguasa Tanpa Tanding!" sahut Raja Racun.
Lalu tatapan Raja Racun beralih pada Pendidik Ulung yang tampak seperti orang linglung.
"Hayo ikut aku! Kau mendapat tugas penting dari Ketua Partai Kawula Sejati!" ujar Raja Racun seraya menarik lengan Pendidik Ulung.
"Ba...baik."
Pendidik Ulung segera melompat bangun. Gerakan kedua kakinya masih ringan seperti semula, seolah-olah tidak terpengaruh sedikit pun dengan kesaktian orang tua itu. Pangeran Pemimpin sejenak mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terus mengikuti arah kepergian Pendidik Ulung yang diikuti oleh beberapa orang tokoh sesat lainnya. Na
"Ada apa lagi, Pangeran? Tampaknya kau sudah merencanakan sesuatu lagi?" tukas Pelajar Agung, kembali duduk seperti semula."Aku sebenarnya tidak sedang merencanakan sesuatu. Aku hanya ingin bercakap-cakap denganmu. Apa kau sendiri punya rencana?" tanya Pangeran Pemimpin setelah diam beberapa saat."Hm...! Aku sendiri belum mempunyai rencana. Aku hanya ingin selekasnya membunuh musuh besarku. Rasanya aku sudah tidak sabar lagi untuk segera memecahkan batok kepalanya!" sahut Pelajar Agung dengan kegeraman yang amat sangat."Maksudmu, pemuda sinting bergelar Si Buta dari Sungai Ular?" duga Pangeran Pemimpin."Yah...! Siapa lagi kalau bukan dia!""Aku mengerti kegusaranmu, Sobat. Aku sendiri juga merasa penasaran dengan pemuda sinting itu. Kalau saja Nimas Putri Sekartaji tidak diselamatkan olehnya, barangkali kita sudah dapat menyusun rencana untuk menyingkirkan Adipati Pleret yang sekarang. Dan kau pun segera dapat mematahkan batang leher Si Buta da
"Tunggu! Pemuda sinting macammu tak boleh masuk ke dalam lingkungan kadipaten seenak perut! Kau harus kami geledah dulu sebelum masuk!" bentak kepala prajurit jaga itu garang.Dia adalah seorang lelaki bertubuh tinggi kekar. Wajahnya gagah dengan rahang menonjol menandakan ketegasan sikapnya. Rambutnya yang hitam panjang digelung ke atas. Sedang tubuhnya yang tinggi kekar dibalut pakaian prajurit berwarna hijau.Mendengar bentakan tadi, Si Buta dari Sungai Ular jadi melengak kaget. Saking kagetnya, sampai tubuhnya mundur selangkah ke belakang."Eh...! Beraninya kau bertindak lancang di hadapan teman tuan putrimu yang gagah ini he! Apa mata kalian buta? Aku ini teman istimewa tuan putrimu, tahu!" balas Manggala, membentak.Beberapa orang prajurit jaga tersenyum-senyum. Mungkin merasa geli melihat sikap Si Buta dari Sungai Ular sewaktu bicara tadi. Malah ada seorang prajurit jaga yang meletakkan miring telunjuk jarinya di kening, sebagai isyarat kalau pemud
"Nimas Putri Sekartaji...!" desis Adipati Pleret penuh keterkejutan. Lelaki ini segera bangkit dari tempat duduknya. Langsung menghampiri dan dipeluknya gadis itu. "Aku benar-benar bahagia kau bisa selamat sampai di tempat ini. Apakah kau baik-baik saja?""Ya, aku baik-baik saja. Berkat pemuda ini," sahut Putri Sekartaji.Melihat sikap Manggala di belakang Putri Sekartaji, mata Adipati Pleret jadi menyipit setelah melepas pelukannya. Namun selaku adipati, ia cukup bijaksana untuk tidak mengusik teman adik tirinya."Apakah pemuda itu yang telah menyelamatkanmu?" duga Adipati Pleret.Putri Sekartaji tidak langsung menjawab, melainkan segera menarik lengan Manggala untuk bersimpuh di hadapan Adipati Pleret. Manggala celingak-celinguk sebentar, lalu menirukan gaya Putri Sekartaji yang tengah menghaturkan sembah sungkem. Sikap pemuda ini kaku sekali."Benar, Kangmas Adipati. Pemuda inilah yang telah menyelamatkanku dari cengkeraman tangan Kangmas Sembod
"Boleh, boleh! Tapi, bukan berarti harus kau yang ke sana, Manggala!" sahut Adipati Pleret langsung memanggil nama Si Buta dari Sungai Ular."Kukira Kangmas Adipati benar. Kau jangan buru-buru, Manggala. Kangmas Adipati dapat menyuruh beberapa orang punggawa kadipaten yang berkepandaian tinggi untuk menghadapi pertemuan para pendekar," timpal Putri Sekartaji keberatan.Entah kenapa tiba-tiba si gadis merasa gelisah sekali bila berpisah dengan pemuda dari sungai ular ini. Walau tadi uring-uringan melihat sikap Manggala yang selalu menggoda dirinya, namun kali ini benar-benar tidak rela kalau harus berpisah."Tidak, Putri. Keamanan kadipaten adalah segala-galanya bagiku," tukas Si Buta dari Sungai Ularcepat.Kembali Manggala memandangi Adipati Pleret."Maaf, Kanjeng Adipati! Bukan berarti aku memandang rendah punggawa-punggawa kadipaten. Jika tidak keberatan, aku ingin Kanjeng Adipatilah yang mengutusku untuk menghadiri pertemuan para pendekar yang s
"Iya. Aku mendengar langkah beberapa orang tengah menuju kemari," sahut Putri Sekartaji seraya menurunkan tangannya kembali.Manggala makin mempertajam pendengarannya. Lalu buru-buru ditariknya lengan Putri Sekartaji. Dan dengan gerakan cepat, Si Buta dari Sungai Ular membawa gadis itu melesat cepat ke atas sebuah pohon. Tepat ketika mereka mendarat di atas sebuah dahan, tampak enam sosok bayangan tengah berkelebat cepat menuju ke tempat ini. Yang paling depan adalah seorang kakek tua renta. Jubahnya yang kedodoran sampai lutut berwarna hitam. Kepalanya mengenakan penutup yang memanjang pada bagian atasnya. Dia tidak lain adalah Pendidik Ulung."Hm.... Pendidik Ulung.... Mengapa ia bersama Raja Racun, Algojo Dari Timur, Denok Supi, Raja Golok, dan Raja Maling. Ada apa dengannya?" gumam hati Si Buta dari Sungai Ular.Memang di samping Pendidik Ulung tampak beberapa tokoh sesat yang sudah sangat dikenal Manggala.Putri Sekartaji hampir memekik melihat keena
Menjelang pagi hari, Pendidik Ulung beserta lima tokoh sesat yang mengikutinya tiba di puncak Gunung Kembang. Sering kali lelaki tua itu memalingkan kepala ke belakang sambil mengamati keadaan sekitar dengan seksama. Seolah, ia merasa ada penguntit sejak mereka meninggalkan Hutan Minden.Raja Racun yang tidak begitu mempedulikan Pendidik Ulung hanya mendengus geram."Hm...! Bisa jadi apa yang dikatakan tua bangka ini benar. Ada seseorang yang terus mengikuti perjalananku bersama teman-teman. Sebab aku tahu, Pendidik Ulung memiliki kesaktian tinggi. Rasa-rasanya aku sendiri pun sulit sekali menundukkannya...," gumam lelaki berwajah seram ini.Raja Racun lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Lalu tatapannya berhenti pada Raja Maling."Raja Maling! Apa benar ini tempat yang dimaksud seperti yang tergambar peta Lukisan Darah Perawan?" tanya Raja Racun."Benar! Benar sekali! Tempat inilah yang seperti tercantum dalam peta Lukisan Darah. Aku yak
Bet! Bet!Sebelum gada di tangan Penguasa Tanpa Tanding mengenai sasaran, terlebih dahulu berkesiur angin kencang menyambar-nyambar kulit tubuh. Keenam utusan Pangeran Pemimpin segera berloncatan ke sana kemari, membuat hantaman gada di tangan Penguasa Tanpa Tanding salah sasaran.Blaaam...!Tanah bergetar hebat laksana ada gempa saat gada itu menghantam tanah. Bagian yang terkena hantaman kontan berlubang besar setelah tanahnya terbongkar. Penguasa Tanpa Tanding menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya yang berwarna merah menyala makin berkilat-kilat mengerikan."Jahanam...! Jangan dikira aku tidak dapat melumat kalian semua! Makanlah gadaku! Heaaa...!"Dengan teriakan membelah langit, Penguasa Tanpa Tanding melesat deras. Gada besi di tangan kanannya kembali diayunkan dari samping kanan ke kiri. Begitu ganas serangan itu, sampai-sampai Pendidik Ulung tak mampu menghindarinya. Lalu....Bukkk!"Aaakh...!"Tubuh Pendidik Ulun
"Aaa...!"Denok Supi menjerit menyayat. Tubuhnya kontan ambruk dan melejang-lejang sebentar. Kemudian ketika nyawanya lepas dari badan, tubuhnya diam tak bergerak dengan dada berlubang!"Grrahhh...!"Penguasa Tanpa Tanding mendengus mirip kerbau mau disembelih. Jantung Denok Supi yang telah tercengkeram di tangan kiri, segera dilontarkan ke arah Pendidik Ulung yang kembali datang menyerang."Tua bangka macammu pun tak pantas lagi berhadapan denganku! Majulah! Aku juga ingin melihat apakah jantungmu juga berwarna merah?" ejek Penguasa Tanpa Tanding."Uts...!"Srett! Srett!Pendidik Ulung hanya mengegoskan tubuh ke samping seraya meloloskan senjata andalan yang berupa sepasang pena. Kali ini tidak tanggung-tanggung lagi. Segera dikeluarkannya jurus pamungkas 'Tulisan Maut Dewa Kayangan' yang dipadukan dengan totokan 'Jari Putih Dewa Kayangan'!Penguasa Tanpa Tanding tersenyum dingin. Dilihatnya, Pendidik Ulung mulai menggurat-gur
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana