Sebenarnya dia tak mau ambil risiko bersikap demikian. Hanya saja lelaki berkepala plontos yang tahu kalau Si Buta dari Sungai Ular adalah murid Dewi Pedang, si nenek berkonde yang membuatnya mendendam dalam, mencoba untuk mengambil kesempatan dengan mengorek keterangan dari Si Buta dari Sungai Ular tentang keberadaan Dewi Pedang.
Namun dia pun tak mau mengambil risiko dari kemarahan Pangeran Merah. Makanya dia segera berkata, "Jelas aku tak memiliki ilmu apa-apa dibandingkan dengan kesaktianmu, Pangeran Merah. Aku hanya ingin mengetahui di mana Dewi Pedang, guru pemuda yang siap kau bunuh itu berada!"
"Ada urusan apa kau dengan Dewi Pedang!"
Segera saja Beruang Mambang menceritakan apa yang terjadi selama ini. "Dan aku tak akan pernah menutup diri sebelum melihat ajal Dewi Pedang. Pangeran Merah... bila kau kabulkan kesempatan ini kepadaku, aku akan mengabdi kepadamu seumur hidupku!" Tertawa panjang Pangeran Merah mendengar kata-kata orang itu.
"Bagus! A
Sepasang mata jernih yang ternyata milik Dewi Segala Impian berputar. Jelas sekali kalau dia tengah berpikir. Kejap lain dia sudah melompat keluar dari persembunyiannya.Lagi-lagi mereka saling pandang. Pandangan Dewi Segala Impian berulang kali beralih dari Resi Hitam, Mata Dewa dan Manusia Serigala yang semakin mendekat. Perasaannya sempat dibuncah oleh berbagai perasaan tak menentu.Suasana angker itu dipecahkan oleh seruan Pangeran Merah tatkala melihat Dewi Berlian yang muncul kemudian. "Sudah kuduga, kalau kau akhirnya tak tahan untuk bertemu denganku, Dewi! Mari! Dihadapan gurumu itu kita ikat diri dalam tali pernikahan!"Si gadis yang tengah mengatur napas dan menghapus keringat di wajahnya, mengkelap mendengar kata-kata kotor itu. Tetapi segera ditindihnya sambil menganggukkan kepalanya hormat pada gurunya yang berdiri di sebelah Mata Dewa.Terdengar suara Raja Arak yang datang bersama Naga Selatan, Angin Racun Barat dan Manusia Serigala setelah
Sementara itu, setelah menghela napas Mata Dewa berkata pada Dewi Bulan, "Dewi... apakah kau hendak turun tangan pula sekarang?"Perempuan bertudung kerucut itu memandang mesra pada lelaki yang selalu memejamkan kedua matanya. “kupikir tidak. Kulihat muridku tak kurang suatu apa. Dan nampaknya dia memang harus belajar banyak dari pengalaman. Bagaimana dengan kau sendiri?""Sejak semula kukatakan aku hanya penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi. Rasanya...."Perempuan yang selalu berpenampilan tenang memandang serius pada Mata Dewa yang menghentikan kata-katanya sendiri."Apakah kau masih memikirkan Dewi Segala Impian"' tanyanya hati-hati. Ada satu perasaan tak enak bagi Dewi Bulan bila ternyata yang di tanyanya itu benar. Sesaat Mata Dewa tetap terdiam. Sejurus kemudian dia menghela napas kembali."Rasanya tidak perlu lagi. Segala urusan dengannya sudah tuntas Keinginanku untuk meminta pertanggungjawabannya pupus dengan sendirinya. Dapat
Seketika menyembur tawa Pangeran Merah yang sangat keras. "Apakah kau pikir kau kembali mampu menghadapiku Nenek tua... lebih baik kau pulang untuk bersusur! Aku masih bermurah hati untuk tidak mencabut nyawamu! Tetapi sebagai gantinya, nyawa Si Buta dari Sungai Ular yang akan menemani nyawa-nyawa manusia yang telah mampus di sini!"Menggigil sekujur tubuh Iblis Cadas Siluman. Sambil mengatur napasnya dia berkata, "Kau terlalu dibutakan oleh kesombongan padahal ilmu yang kau miliki tak seberapa!"Pangeran Merah merentangkan kedua tangannya."Mengapa kau tak mencobanya?"Si Buta dari Sungai Ular yang menangkap gelagat tak menguntungkan yang diperlihatkan Iblis Cadas Siluman segera berkelebat mendekati si nenek."Jangan gegabah. Berkat khasiat Anting Mustika Ratu dia sulit dikalahkan.""Peduli setan! Minggir kau!" bentak Iblis Cadas Siluman geram. "Tahan kemarahanmu, Nek. Biar aku yang mengatasi semua ini....""Diaaamm! Jangan coba meng
Mendengar seruan itu, Roh Dewa Petir segera menukik tanpa menimbulkan suara. Namun gerakannya mengeluarkan angin yang menggidikkan. Pangeran Merah tersentak. Segera dia putar tubuh dan menggerakkan kedua pedangnya.Bet! Bet! Plosss! Plosss!Di luar dugaannya, kedua pedangnya itu nyeplos sementara Roh Dewa Petir itu terus menukik ke arahnya. Dengan pekikan tertahan Pangeran Merah berjumpalitan menghindari terjangan itu.Blaarrr! Blaarrr!Dua buah batu karang yang terhantam terjangan Roh Dewa Petir berantakan menjadi serpihan. Dan makhluk gaib yang bersemayam di rajahan petir di kedua dada Manggala, kembali menerjang.Lintang pukang Pangeran Merah dibuatnya. Kendati demikian, tubuhnya tak terluka terkena sambaran kedua sayap maupun cengkeraman Roh Dewa Petir itu. Dan dilemparnya kedua pedangnya. Dia berusaha menerjang dengan pukulan "Tenaga, Inti Bumi'. Lagi-lagi pukulan dahsyat ini nyeplos begitu saja. Bertambah pias Pangeran Merah sementara tenagan
"Tutup mulutmu, Si Buta dari Sungai Ular!" bentak Dewi Segala Impian, namun kali ini suaranya bergetar. Entah disadari atau tidak, kedua mata jernihnya seperti tergenang air. Dan dengan suara bertambah gemetar, perempuan jelita penuh pesona.ini berkata, "Kau terlalu lancang berbicara seperti itu. Tetapi...."Wuuutttt!Hanya itulah kata-kata terakhir dari Dewi Segala Impian, karena perempuan itu sudah berkelebat ke belakang dan berlalu. Masing-masing orang yang berada di sana yakin kalau mereka mendengar isakannya.Sementara itu Manusia Serigala melompat ke depan, "Ibu!"Tetapi Dewi Segala Impian terus berlari dengan perasaan semakin direjam oleh kepedihan. Hatinya makin gundah gagal untuk tidak mendengar panggilan Baruna. Angin Racun Barat perlahan-lahan mendekati Manusia Serigala. Perasaan asing yang pernah dialaminya kini semakin membesar. Dan gadis yang pernah mencintai Pendekar Judi kini yakin kalau cintanya telah beralih pada Manusia Serigala.
MATAHARI pagi belum begitu tinggi beranjak dari garis edarnya. Sinarnya yang kuning keemasan berpendaran di permukaan sendang, seolah-olah menciptakan batu-batu permata berkilau. Di tengah sendang seorang gadis cantik berenang ke sana kemari, seolah ingin menghilangkan segala kepenatan dan kelelahan. Kini dengan gerakan indah, gadis cantik itu berenang menuju ke balik batu hitam besar di sebelah barat sendang. Tubuhnya yang putih bersih tampak berkilat-kilat kala gadis itu melompat ke balik batu besar. Pakaiannya yang kuning keemasan segera ditarik. Dan, mulailah gadis itu berpakaian.Baru saja gadis itu selesai berpakaian, mendadak. "Angkin Maut! Aku datang memenuhi panggilan surat undanganmu!"Terdengar teriakan keras yang disusul dengan berkelebatnya dua sosok tubuh. Dan tahu-tahu, dua sosok itu telah berdiri tegak di pinggir sendang.Sosok yang berdiri di sebelah kanan adalah seorang lelaki berjubah merah darah. Tubuhnya tinggi besar. Wajahnya kasar penuh be
"Hei! Kalian dua monyet tua kesasar dari Gunung Perahu, tidak boleh mendahuluiku. Hanya Jiwo Langgenglah yang pantas jadi suami Angkin Maut! Bukan kalian, tahu!" bentak pemuda berpakaian ringkas warna jingga yang ternyata bernama Jiwo Langgeng, lantang."Bedebah! Kau berani merendahkan kami, Sepasang Manusia Jubah Merah dari Gunung Perahu, he! Di atas langit, masih ada langit! Jadi jangan jual lagak di hadapan kami, tahu!" bentak Badar Angin garang."Kalian tak lebih dua ekor monyet tua dari Gunung Perahu. Tak perlu ada yang ditakutkan," ejek Jiwo Langgeng dingin."Jahanam! Kau memang layak modar di tanganku, Bocah!" dengus Badar Angin penuh kemarahan, seraya mengerahkan tenaga dalamnya ke kedua tangan. Kedua telapak tangan lelaki tinggi besar itu telah berubah merah menyala. "Terimalah pukulan 'Menggulung Angin Topan'!" teriak Badar Angin.Namun baru saja, Badar Angin mengangkat kedua telapak tangannya, tiba-tiba...."Minggir! Siapa pun juga yang
Sementara Jiwo Langgeng tadi yang menjadi sasaran, sudah mendarat manis di tanah. Namun baru saja menegakkan tubuhnya, mendadak Datuk Wanoro sudah kembali meluruk untuk menuntaskan urusannya. Begitu cepat gerakan lelaki berwajah monyet ini, sehingga Jiwo Langgeng tak sempat menghindarinya. Sehingga....Bukkk! Bukkk!Telak sekali dua pukulan Datuk Wanoro mendarat di dada Jiwo Langgeng. Seketika tubuh pemuda itu terjajar beberapa langkah ke belakang. Dadanya yang terkena pukulan terasa mau jebol. Mulutnya meringis menahan sakit tak terkira."Bagus! Memang sebaiknya kita cincang bocah bermulut ular ini rame-rame!" teriak pula Badar Topan. Memang, lelaki kurus kering ini juga merasa gemas sekali dengan ucapan Jiwo Langgeng. Maka segera diserangnya pemuda itu. Kedua telapak tangannya yang telah berubah merah menyala pun segera menghentak, melepas pukulan 'Menggulung Angin Topan'.Pada saat yang demikian, agaknya Jiwo Langgeng tak mau kecolongan lagi. Maka begi
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana