Bak orang kesurupan setan, tak henti-hentinya Manggala terus mengoceh tidak karuan sambil terus memeluk tubuh Angkin Maut erat-erat. Tapi si gadis seolah-olah tidak mempedulikan ocehan itu. Ia hanya diam saja berada dalam pelukan pemuda buta yang bergelar Si Buta dari Sungai Ular itu.
Selang beberapa saat, Angkin Mautpun sudah dapat disembuhkan Manggala. Darahnya yang tadinya dingin, kini pun mulai dijalari kehangatan ke sekujur tubuhnya. Dan entah karena terharu dengan ocehan Manggala tadi, tiba-tiba saja dibalasnya pelukan Manggala erat-erat. Dan tanpa malu-malu lagi, ia menangis sesenggukan dalam pelukan si pemuda.
"Manggala...," desah Angkin Maut akhirnya mulai buka suara. "Kuharap, jangan teruskan niatmu ke Istana Ular Emas! Percuma saja kau pergi ke Istana Ular Emas, karena akan celaka. Kumohon dengan sangat, Manggala! Sebaiknya urungkan saja niatmu...!"
Manggala yang mendapat sambutan hangat dari Angkin Maut segera balas memeluk lebih erat. Sekalipun tubu
Teratai Emas tidak meladeni panggilan adik seperguruannya. Sepasang matanya yang tajam tak henti-hentinya memandangi Manggala seperti orang tengah menaksir."Si Buta dari Sungai Ular...! Aku Teratai Emas, memang sudah cukup mendengar nama besarmu di dunia persilatan. Tapi sungguh aku tidak menyangka kalau sekarang kau berani datang ke daerah kekuasaan Istana Ular Emas. Apa kau sudah bosan hidup, Pendekar Kesiangan?""He he he...! Justru lagakmu inilah yang pongah, Teratai Emas. Lagi pula, buat apa sih tanya-tanya soal kematian? Tentu saja aku masih senang mendengar suaramu yang merdu tapi beringas. Ih...! Ngeri...!" ejek Manggala seraya menggerakkan kedua bahunya."Hm.... Kau mau jadi pahlawan kesiangan untuk gadis di sampingmu yang setiap waktu selalu dalam pelukanmu?" sindir Teratai Emas dingin dengan mata melirik Angkin Maut."Wah, wah, wah....! Bicaramu sungguh memerahkan telinga, Teratai Emas. Apa kau lupa, siapa yang kau sindir itu? Bukankah Angkin
Serrr! Serrr!"Uts...!"Manggala cepat miringkan tubuhnya ke kiri ketika sinar-sinar keemasan yang tak lain jarum-jarum beracun meluncur ke arahnya. Lalu secepat itu pula tangan kirinya mematuk iga kiri Teratai Emas.Sekali lagi Teratai Emas terkesiap kaget melihat gerakan tangan kiri Manggala yang demikian cepat dan tidak terduga. Dan sebelum tubuhnya terkena patukan, tenaga dalamnya cepat dikerahkan untuk melindungi iga kirinya.Tukkk! "Ahhh...!"Telak sekali iga kiri Teratai Emas terkena patukan tangan Si Buta dari Sungai Ular. Meski telah mengerahkan tenaga dalamnya, namun tetap saja tubuhnya terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang. Sedang iga kirinya yang terkena patukan tadi terasa nyeri bukan main. Napasnya pun jadi sesak. Maka kembali dikerahkannya tenaga dalam sambil mengatur napas.Pada saat yang demikian, Manggala cepat menjejakkan kakinya ke tanah. Seketika tubuhnya berkelebat cepat mengejar Setan Cantik dan Angkin Maut den
"Benar-benar keji racun teratai emas itu... Benar-benar tak kusangka kalau bunga teratai emas itu mengadung racun demikian keji. Kalau aku tahu, mana sudi aku mencolek-colek bunga teratai keparat itu. Tapi... eh...! Ke mana wanita itu?"Buru-buru Manggala mengedarkan pandangan. Namun perempuan murid pertama Bunda Kurawa itu entah sudah raib ke mana. Pemuda ini jadi kesal bukan main. "Dasar wanita kampret! Awas...! Tunggu pemba-lasanku!" rutuk Manggala penasaran. Buru-buru Si Buta dari Sungai Ular menjejakkan kakinya ke tanah, cepat melompat ke atas ranting pohon di depannya. Dan dari atas, samar-samar di kejauhan sana terlihat sesosok bayangan kuning keemasan tengah berlari kencang menuju ke timur."Jangkrik buntung! Rupanya ia telah jauh meninggalkanku. Awas...! Jangan dikira aku membiarkanmu pergi begitu saja! Tunggulah balasanku!" desis Manggala. Maka, tanpa banyak pikir panjang lagi Si Buta dari Sungai Ular segera menjejakkan kedua kakinya. Dan dalam sekejapan mata
Berpikir demikian, Manggala buru-buru meloncat turun dari atas pohon. Sejenak ia berdiri tegak memperhatikan kesepuluh orang murid penjaga itu."Tidak ada pilihan lain. Terpaksa aku harus menggunakan ajian 'Selimut kabut' untuk menyelinap ke dalam Istana Ular Emas ini," gumam Manggala dalam hati.Manggala mengangkat satu tangannya didepan dada, matanya terpejam. Selang beberapa saat, “Selimut kabut....” terdengar suara pelan Manggala.Bsss...!Perlahan-lahan sekujur tubuh Manggala mulai diselimuti kabut putih tipis. Dan akhirnya, bayangan sosok Manggala pun tidak kelihatan sama sekali.Dan kini, kabut putih tipis itu mulai merayap diatas tanah. Melewati puluhan ular emas didepannya. Namun anehnya, puluhan ular emas itu seperti tidak terpengaruh akan kehadiran kabut putih tipis itu. Malah ada sebagian yang lainnya menyingkir, begitu melihat kabut putih tipis itu merayap mendekatinya. Entah karena takut, entah tidak.Beberapa saat
Sehabis menggumam begitu, Si Buta dari Sungai Ular cepat melepas tali gantungan yang mengikat leher Ki Sorogompo. Kemudian cepat dipanggulnya tubuh gempal itu ke pundaknya, Lalu tangan kanannya cepat mencengkeram rantai baja yang menghubungkan dengan kaki kedua orang tawanan lainnya. Dan....Krekkk! Krekkk!Terdengar bunyi rantai baja itu remuk di tangan Manggala dialiri tenaga dalam tinggi. Sambil tersenyum senang, Si Buta dari Sungai Ular memanggul tubuh gempal Ki Sorogompo dengan leluasa. Sejenak kepalanya menoleh ke arah kesembilan orang murid penjaga."Tetaplah kalian di tempat! Siapa yang berani menentang perintahku, berarti mati! Kalian paham?" kata Si Buta dari Sungai Ular."Pa.... Paham Bunda," sahut kesembilan orang murid penjaga itu serempak."Bagus! Itu baru namanya murid-muridku!" ujar Manggala lagi, lalu cepat berkelebat meninggalkan halaman Istana Ular Emas.Sementara itu kesembilan orang murid penjaga itu masih tetap berlutut
Manggala menggaruk-garuk kepalanya bingung sambil memanggul Ki Sorogompo. Di hadapannya kini terbentang sebuah parit ular emas yang dihuni ular-ular emas ganas. Dan lebar parit itu pun jauh lebih besar dibanding parit depan Istana Ular Emas."Ah...! Bagaimana ini?" Manggala kembali menggaruk-garuk kepalanya bingung. Sepasang mata putihnya terus memperhatikan keadaan sekitar."Sungguh pintar pemilik Istana Ular Emas ini. Tak kusangka kalau lebar parit di halaman belakang Istana Ular Emas ini demikian lebarnya. Sebenarnya hal itu biasa. Karena tokoh-tokoh sakti golongan putih yang ingin menyelinap ke Istana Ular Emas selalu melewati halaman belakang...."Manggala tercenung untuk beberapa saat. Bingung memikirkan bagaimana caranya keluar dari halaman belakang Istana Ular Emas. Dan di saat tengah bingung begini, mendadak di atas pundaknya terasa ada sesuatu yang bergerak-gerak. Dan belum sempat mengetahui apa yang terjadi...."Turunkan aku, Bocah!" bentak sos
"Ugh...! Bodohnya aku! Mengapa sewaktu menyeberangi parit ular emas itu aku tidak menggunakan cara seperti yang telah dilakukan orang tua gempal itu tadi? Ugh...! Bodohnya aku...!" rutuk Manggala seraya tepuk jidatnya sendiri.Kemudian ketika murid-murid Istana Ular Emas itu mulai mengalihkan pengejarannya terhadap dirinya, pemuda sakti dari sungai ular buta itu pun buru-buru menjejakkan kakinya. Seketika tubuhnya melesat ke atas, dan cepat bersembunyi di dalam wuwungan, setelah membuka genteng dan menutupnya kembali.-o0o-Manggala kini berada dalam sebuah ruangan, di wuwungan. Kemudian dengan gerakannya gesit sekali pemuda itu cepat meloncat turun. Ringan sekali gerakannya sama sekali tidak menimbulkan suara saat menjejak ke lantai."Sekarang, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" gumam Manggala dalam hati. "Ah...! Peduli setan! Pokoknya aku harus dapat membebaskan Angkin Maut dan para tawanan yang lain dari cengkeraman tangan Bunda Ku
"Angkin! Kau jangan khawatir! Wanita kampret ini tidak mungkin dapat membuatmu celaka. Sebaiknya jangan cepat menyerahkan diri pada wanita kampret itu! Aku yakin dengan kekuatan kita, kau bisa keluar dari kubangan orang-orang berhati iblis!" teriak Manggala seraya melemparkan tubuhnya ke sana kemari, menghindari serangan-serangan Setan Cantik.Setan Cantik gusar bukan main. Sungguh tidak disangka kalau serangan-serangannya dapat dihindari dengan mudah. Namun tidak demikian halnya Angkin Maut. Melihat pemuda gagah yang diam-diam mulai mengusik hatinya itu dapat menghindari serangan-serangan kakak seperguruannya demikian mudah, harapannya untuk keluar dari Istana Ular Emas pun kembali timbul. Maka kini hati Angkin Maut itu pun sedikit lega. Apalagi ketika pemuda sakti dari sungai ular itu mulai membalas serangan-serangan Setan Cantik. Bahkan dengan jurus-jurus aneh yang belum dikenalnya.Pemuda gagah bergelar Si Buta dari Sungai Ular itu kini mampu balik mendesak Setan C
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana