Kembali terdengar ledakan yang hebat akibat benturan dua pukulan tadi. Tanah di mana terjadi benturan itu muncrat setinggi tiga tombak. Semak belukar langsung mengering dan menghitam. Tatkala semuanya sirap, terlihat Dewi Kembang Maut surut lima tombak ke belakang. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar yang segera dihapus dengan punggung tangannya. Sementara Si Buta dari Sungai Ular mundur dua tindak dengan tubuh bergetar.
Dewi Kembang Maut segera menggerakkan kedua tangannya ke atas dan ke bawah. Rupanya dia hendak memulihkan keadaan dirinya. Kejap lain, dia sudah melesat kembali. Kali ini, Manggala hanya menghindar mempergunakan ilmu peringan tubuh yang dipadu dengan Tenaga Inti Geledek yang bisa membuat tubuhnya bergerak secepat kilat.
Dalam perhitungannya, bila dia menurunkan tangan, maka kemungkinan besar gadis ini bisa celaka. Baginya, gadis ini bukanlah seorang musuh yang harus diberi pelajaran. Berkali-kali suara ledakan keras terjadi. Namun bukan karen
"Urusan Iblis Sesat urusan belakangan. Yang ada di dekat kita, adalah urusan yang baru," kata Dewa Pemarah tanpa menoleh pada Dewi Pedang. Anehnya, kendati kata-kata itu tak bisa dicernakan secara langsung, si nenek berkonde seperti mengerti maksud orang."Kau betul, Orang Tua Pemarah! Urusan Iblis Sesat urusan belakangan! Kalau sudah tahu urusan membentang di dekat kita, mengapa tak segera bertindak?""Sontoloyo! Gelap kedua mataku memandang hingga tak tahu apa yang harus dilakukan!" sahut Dewa Pemarah tetap dengan nada membentak dan kedua mata melotot."Kalau memang begitu adanya, mengapa tak segera kau lihat siapa dia adanya?" sahut Dewi Pedang sambil menatap tajam pada Dewa Pemarah. Lelaki kurus berambut dikuncir ekor kuda itu melotot merasa diperhatikan.Dia mendengus lulu berkata, "Sontoloyo! Urusan menatapku urusan belakangan! Sebaiknya...." Habis kata-katanya, mendadak saja tangan kanannya digerakkan ke arah samping.Wussssh!Angin y
Dewi Pedang sendiri tak mau bertindak ayal. Dengan pencalan satu kaki, si nenek segera melesat pula. Dua bayangan berkelebat dan benturan hebat pun terjadi.Blaaamm! Blaammm!Tempat itu lagi-lagi seperti dilanda gempa. Kali ini beberapa pohon bertumbangan dengan dedaunan yang meranggas. Semak belukar langsung tercabut dan terpental entah ke mana. Tanah yang muncrat lebih tinggi dua tombak dari yang pertama. Apa yang terjadi benar-benar tak bisa ditembus oleh mata.Tatkala semuanya sirap, terlihat Dewi Pedang sedang berdiri dengan tubuh goyah. Dari wajahnya yang berkerut keras itu, nampak dia berusaha untuk tidak jatuh. Bibirnya dirapatkan menahan rasa sakit di dadanya. Dengan menahan sakit dan kegusaran, diangkat kepalanya. Dipentangkan kedua matanya yang mendadak melebar. Seketika terdengar geramannya karena tak melihat sosok Sandang Kutung di hadapannya."Keparat! Ke mana lelaki berpupur celaka itu?" sentaknya keras dengan tubuh yang masih sempoyongan.
Penabur Pasir akan membantu bila Dewa Pemarah turun tangan. Namun pada kenyataannya dia sudah mencelat untuk menangkap tubuh Sandang Kutung yang terlempar demikian deras setelah terjadi benturan hebat dengan Dewi Pedang. Sekarang, orang berpakaian hitam gombrang yang dipergunakan untuk menutupi tubuhnya yang kurus memandang pada Sandang Kutung yang pingsan. Kedua mata lelaki berpupur itu terpejam rapat Dari hidung dan telinganya mengalir darah segar."Melihat lukanya, tentunya sangat parah. Sebaiknya, kuobati saja dengan segera!" Memikir demikian dan merasa harus mengalirkan tenaga dalamnya guna memulihkan luka dalam yang diderita Sandang Kutung, Penabur Pasir segera membuka pakaian di bagian dada. Anehnya, dia tak segera melakukan maksudnya. Justru tangannya dengan cepat menutup kembali pakaian di bagian dada Sandang Kutung. Kepalanya menegak dengan kedua mata melebar. Setelah beberapa saat terdiam seperti orang terkejut, perlahan-lahan bibir Penabur Pasir terbuka,"A
Kejap berikutnya, Garaga sudah berada belasan tombak dihadapan Manggala. Di tempatnya, Mata Dewa tersentak tatkala pertama kali mendengar suara Garaga yang sangat keras."Menangkap getaran keras yang terjadi, tentunya ular itu bukan ular seperti kebanyakan"Sementara itu, Manggala tengah berkelebat ke arah Garaga. Sosok ular yang besarnya empat kali batang kelapa itu seperti sebuah perahu besar di tengah lautan."Bagaimana dengan tugas yang kuberikan, Garaga?" tanya Manggala sambil mengelus leher Garaga.Seperti mengerti ucapan orang, Garaga mengeluarkan suara mendesis pelan."Apa? Kau melihat sebuah goa sangat jauh dari sini? Di mana letaknya, Garaga?" Garaga mendesis lagi."Hutan Padang tandus dan gugusan batu kapur? Di gugusan batu kapur itu goa yang kau lihat berada?" tanya Manggala sambil mengerutkan dahinya.Garaga menggerakkan kepalanya seperti mengangguk. Manggala terdiam sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lalu
Belum lagi selesai suara Manggala terdengar, sosok Mata Dewa sudah berkelebat cepat meninggalkannya. "Luar biasa gerakan orang tua berjuluk Mata Dewa itu. Apa yang dikatakannya tadi jelas merupakan sebuah petunjuk. Hmmm.... Sebaiknya, kupanggil Garaga sekarang. Dengan cara menungganginya dan melalui jalur bawah tanah, kemungkinan aku bisa dengan segera melewati Hutan Seratus Kematian dan Padang Seratus Dosa untuk tiba di Goa Seratus Laknat."Namun belum lagi Si Buta dari Sungai Ular melakukan maksudnya, tiba-tiba saja satu gelombang angin panas menderu dengan kecepatan luar biasa."Heeiiii!” seru Manggala sambil membuang tubuh ke samping.Blaarrr!Deru angin kencang yang gagal mencapai maksud, menghantam semak belukar yang berada di belakang Manggala tadi yang langsung meranggas dan berpentalan entah ke mana. Sementara Si Buta dari Sungai Ular telah berdiri tegak dengan kedua kaki dipentangkan dan mata terbuka lebih lebar.Di hadapannya, tela
Blaaarr!Letupan keras terdengar memecah kesunyian tempat itu tatkala dua pukulan bertenaga dalam bentrok di udara. Tanah di tempat itu terasa bergetar dan semak belukar terpapas ujungnya hingga rata.Ratu Api mundur tiga tindak. Keningnya berkerut, sementara sepasang matanya semakin membesar. Perempuan setengah baya berbaju merah menyala terbuka di bahu itu bertambah yakin kalau pemuda berpakaian kulit ular di hadapannya bukanlah orang sembarangan. Karena, bentrokan barusan membuat tangannya kesemutan. Segera dialirkan tenaga dalamnya guna menghilangkan rasa kesemutan.Kejap lain, didahului bentakan keras, Ratu Api kembali melancarkan serangan. Kali ini dengan cara berkelebat dari samping dan sebelum kedua kakinya menginjak tanah, kedua tangannya sudah menyentak ke arah Si Buta dari Sungai Ular.Manggala yang sejak tadi sudah waspada, kembali melesat dengan kecepatan kilat. Jejak Kilat digelar. Namun belum lagi dia menginjakkan kedua kakinya di
"Kurang ajar! Keduanya benar-benar tak memberi kesempatan kepadaku! Apakah aku harus menurunkan tangan telengas? Kalau tidak, bisa-bisa nyawaku yang putus! Aku tak tahu ada urusan apa mereka dengan Mata Dewa. Tetapi sekarang, jelas tak mungkin aku menghindari mereka!”Dengan mempergunakan kecepatan Jejak Kilat-nya, Manggala melompat ke belakang tatkala tubuh Bocah Maut menderu seraya menyentakkan kedua tangannya. Menyusul gulungan api yang menebarkan hawa panas mengerikan yang dilepaskan oleh Ratu Api.Ketika kedua kakinya hinggap di tanah, Si Buta dari Sungai Ular menggerakkan tangan kanannya ke belakang.Dan.... Sraaakk!Terdengar suara senjata ditarik. Merasa sulit untuk mengatasi gempuran serangan kedua lawan yang bertubi-tubi dan mengerikan, Si Buta dari Sungai Ular telah mencabut tongkat yang ada dari warangkanya, Tulang Ekor Naga Emas.Werr....!Begitu Tulang Ekor Naga Emas dicabut dan Tenaga Inti Gele
Ratu Api terdiam mendengar kata-kata orang. Dahinya dikenyitkan. "Siapa sebenarnya perempuan bertopeng perak ini? Apakah benar yang dikatakannya tadi, kalau dia bersahabat dengan Bocah Maut? Keparat! Selama ini aku tak pernah tahu kalau Bocah Maut mempunyai sahabat perempuan yang mengenakan topeng perak. Apakah dia hanya mengada-ngada? Kalau memang iya, keuntungan apa yang bisa didapatkannya?"Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, Ratu Api berkata, tetap dengan kedua tangan yang telah terangkum pukulan 'Api Jahanam'."Bila kau tahu apa akibat yang dialami Bocah Maut, mengapa masih berdiam diri?"Kata-kata Ratu Api membuat wajah perempuan yang mengenakan pakaian panjang warna kuning cemerlang dan topeng warna perak yang menutupi sebagian wajahnya dan tak lain adalah Dewi Topeng Perak, memerah."Sial! Mengapa harus berjumpa dengan manusia cebol yang sudah mau mampus itu? Tak seharusnya aku tiba di tempat sialan seperti ini! Mulut perempuan berbaju merah
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana