"Luar biasa! Tenaga pukulannya begitu hebat
sekali! Peduli setan! Pemuda celaka ini sudah menghalangi keinginanku! Hhh! Ke mana perginya Sandang Kutung keparat!”Dengan kemarahan memuncak, Penabur Pasir melipatgandakan tenaga dalamnya. Kembali pukulan sakti 'Sukma Neraka' dilepaskan. Menyusul hamparan kabut hitam pekat, tangan kanan dan kirinya pun digerakkan kembali. Kali ini pasir-pasir yang berada dalam pundinya bertebaran ke arah Manggala laksana anak panah dilepaskan dari jarak dekat.
Manggala terhenyak mendapati dua serangan sekaligus yang cukup mengkederkan. Dengan cepat dikatupkan kedua tangan menjadi satu di dada. Sebuah Tenaga Inti Geledek yang berpusat pada dadanya menyentak kuat. Bersamaan merambatnya Tenaga Inti Geledek pada sekujur tubuhnya, kedua tangannya pun didorong ke depan. Pukulan Geledek dikerahkan.
Gelombang tenaga panas luar biasa menderu. Kabut hitam yang dilepaskan Penabur Pasir lagi-lagi ambyar. Menyusul butiran pasir hitamn
Ke mana perginya orang berpupur putih yang mengenakan baju coklat gombrong itu? Setelah mendengar keinginan Penabur Pasir, Sandang Kutung langsung meninggalkan tempat di mana seorang gadis jelita sedang pulas tertidur dengan pakaian dalam. Wajah di balik pupur putih yang menutupi rupanya itu sebenarnya berubah. Dia berulang kali menggeram mengingat kata-kata Penabur Pasir dan terus menjawab. Tahu-tahu tubuh orang ini sudah berada di tempat sangat jauh dari tempat semula, masih berada di hutan perawan yang luas."Keparat betul orang berjuluk Penabur Pasir! Tak seharusnya kuobati saat luka parah akibat serangan Mata Dewa. Kesaktian Mata Dewa semakin tinggi. Bahkan gabungan ilmu Penabur Pasir dengan Pemenggal Kepala tak mampu menghadapinya. Untuk saat ini, aku memang harus merahasiakan siapa diriku sebenarnya. Aku harus terus tampil sebagai Sandang Kutung sebelum bertemu dengan Iblis Sesat."Orang berpupur ini menarik napas panjang, seperti mencoba membuang segala pikiran
Sementara itu, begitu kedua tangannya dilepaskan, Dewi Berlian yang masih berada dalam pengaruh birahi tinggi menubruknya dan menariknya hingga bergulingan. Gadis ini menciumi sekujur tubuh Manggala yang menjadi gelagapan."Gila! Sikap gadis ini justru lebih gawat dari hawa panas yang masuk ke tubuhku. Apa yang harus ku lakukan sekarang?"Pemuda itu terus berusaha melepaskan rangkulan dan ciuman liar dari Dewi Berlian. Tetapi, dekapan kedua tangan si gadis ternyata tak mudah dilepaskan. Begitu kuat merangkul kedua lehernya. Bila dipaksakan, akan membuat si gadis kesakitan. Jalan satu-satunya, Manggala terpaksa menotok tubuh Dewi Berlian yang seketika jatuh. terbaring dalam keadaan telentang. Kendati tak bisa bergerak lagi, dari mulutnya terus mengeluarkan desisan-desisan penuh rangsangan.Dengan cepat segera dikenakannya pakaian gadis itu kembali. Kali ini tidak begitu sulit dilakukan."Aku harus cepat bergerak. Sebenarnya waktuku masih cukup lama dari si
"Oh...” desisnya pelan, tertahan sambil menutup matanya. Kembali rasa pusing menyengat kepalanya. Manggala hanya terdiam. Sebaiknya, dia memang membiarkan gadis itu dulu. Karena pikirnya, bila gadis itu sudah cukup lama terjaga, maka rasa pusing di kepalanya akan hilang.Setelah beberapa saat berlalu, dilihatnya gadis itu membuka kedua matanya. Dan perlahan-lahan bangkit dengan kedua kaki masih diselonjorkan. Gadis yang berotak cerdik itu segera tahu apa yang terjadi. Terutama tatkala melihat dia tidak lagi hanya mengenakan pakaian dalam.Kendati demikian, di edarkan pandangannya. "Kemana orang berjuluk Penabur Pasir. itu?" tanyanya pelan setelah mengalihkan pandangan pada pemuda di hadapannya."Tak usah memikirkan tentang dia. Yang penting, kau telah selamat dari gangguannya," kata Manggala. Lalu tanpa diminta diceritakan apa yang telah terjadi. Tetapi, tentu saja dia tak menceritakan bagaimana gadis itu diamuk birahi. Bagaimana dia harus mengendalikan di
Sementara yang lainnya bersorak ramai, "Kecil! Kecil! Kecil!”Lelaki kurus yang tangannya kini berada di meja melirik ke arah sang bandar. Begitu dilihatnya si bandar menganggukkan kepala, segera dibukanya batok kelapa itu dengan wajah pias.Bersamaan dengan itu terdengar seruan ramai dari penonton, "Kecciiiillll!”Si pemuda berbaju putih pun bersorak. Melihat dua buah dadu menunjukkan tiga bulatan dan sebuah lagi dua bulatan."Haya! Bagus! Aku menang lagi!” Lalu dengan tangan terentang, dia kembali meraup uang yang dimenangkannya. Sang bandar berbisik pada seorang pemuda berwajah licik di sampingnya."Panggil Ki Gombel."Pemuda yang diperintah sang bandar tadi segera berlalu dan kembali lagi bersama seorang lelaki berwajah cekung. Kumisnya panjang menjuntai tanpa jenggot. Orang kurus bernama Ki Gombel itu menghisap rokok kawung pula. Begitu melihat kemunculannya, lelaki berwajah tirus yang memainkan batok kelapa berisi dad
"Gila! Siapa yang melakukan tindakan jahanam ini? Pemuda itu kulihat tak melakukan apa-apa?" batinnya gusar. dan tanpa sepengetahuan yang lainnya, di dalam batok kelapa itu tiga buah dadu terus bergulir berulang-ulang tanpa menimbulkan suara. Hanya seorang saja yang tersenyum melihat hal itu. Dia adalah Si Buta dari Sungai Ular."Hmmm.... Dari dulu sampai sekarang, perjudian, bukanlah cara yang baik untuk mendapatkan rezeki. Selalu saja ada yang curang. Lelaki berkumis menjuntai tanpa jenggot itu rupanya mencoba mengubah jumlah bulatan tiga buah dadu di dalam batok kelapa," kata Manggala dalam hati. Dan senyumannya semakin mengembang ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. "Hebat! Pemuda ini bisa bersikap bodoh dengan terus memandang ke arah orang yang menghisap rokok kawung dan sekarang sudah berkeringat. Dengan dengkul kaki sebelah kanan yang ditempelkan pada bagian bawah meja, pemuda berbaju putih ini pun mengalirkan tenaga dalamnya untuk menahan aliran tenaga da
Memutuskan demikian, si pemuda mengarahkan langkahnya ke bawah sebatang pohon. Lalu duduk bersandar dengan kedua kaki berselonjor. Tangannya bersedekap di dada dan matanya segera dipejamkan. Selang beberapa saat, Ki Gombel dan tiga lelaki yang mengikutinya tiba di tempat itu. Sepasang mata Ki Gombel berbinar cerah dan mengandung kemarahan melihat si pemuda tertidur."Bagus! Rupanya dia tertidur disini! Tak sulit untuk mencabut nyawanya sekarang dan mengambil uang taruhan yang dimenangkannya tadi," seringai lelaki berkumis menjuntai sambil menganguk-anggukkan kepalanya. Ditolehkan kepala pada tiga lelaki yang mengikutinya."Bunuh pemuda celaka itu!"Tiga parang besar sudah berada di tangan masing-masing orang dengan sekali cabut. Lalu dengan gerakan tak sabar, ketiga lelaki yang diperintahkan itu segera mengayunkan parang mereka secara serempak.Wuuut! Wuuut! Wuuuttt!Begitu ketiga parang mengayun, sosok si pemuda berguling tetap dengan mata terpeja
Ketiga penyerangnya yang memang sudah kelelahan, jatuh pingsan saat itu juga. Si pemuda kembali menghentikan gerakannya dan mengintip dari kedua balik siku yang menekuk di depan wajahnya. Di balik rimbunnya semak, sepasang mata yang mengintip menyeringai lebar melihat apa yang dilakukan si pemuda. Sementara sepasang mata lainnya yang berada di dekatnya, memperlihatkan sinar mata jemu. Terdengar suara si pemuda berbaju putih sambil menurunkan kedua tangannya, "Wah! Mengapa pada pingsan begitu? Hiii! Jangan-jangan.... Di sini ada dedemit iseng!”Ki Gombel yang memang sengaja tak menyerang untuk memperhatikan lebih jelas, marah besar tatkala yakin kalau pemuda ini sengaja mempermainkannya. Dengan teriakan marah dia menyerang ke arah si pemuda yang kembali berteriak-teriak minta ampun, lalu dengan sikap seperti tak sengaja si pemuda menubruk mendorong, menjegal memukul dan menendang Ki Gombel yang tiba-tiba saja terlihat wajahnya menjadi sembab merah karena benjolan.
"Kita sudah saling kenal. Sekarang dengar baik-baik Gadis yang bersamaku ini aku tidak tahu namanya. Tetapi dia berjuluk Dewi Berlian. Entah mengapa dijuluki demikian aku juga tidak tahu. Mungkin saja ada berlian lain yang tersembunyi di sela-sela tubuhnya yang kelihatannya rada-rada 'ehm-ehm' selain berlian yang ada di jidatnya yang licin mulus itu.""Kang Manggala!” Dewi Berlian melotot lagi. Berada di antara dua pemuda yang sama-sama rada gendeng ini memang harus kebal muka bila mendengar selorohan masing-masing orang."Dia membentak tadi karena rasa sayangnya kepadaku," kata Manggala pada Cakra alias Pendekar Judi tanpa melirik sedikit pun pada Dewi Berlian yang makin melotot."Eiittt! Kau tidak perlu iri, Pendekar Judi!" godanya kemudian."Mengapa aku harus iri? Toh aku masih punya kesempatan melihat wajahnya yang cantik, bukan?" balas Pendekar Judi menyahuti selorohan Si Buta dari Sungai Ular. Kedua pemuda itu terbahak-bahak sementara Dewi Ber
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana