Lalu didengarnya suara Dewi Pedang, bernada ketus dan tetap tak menoleh padanya. "Aku menangkap sebuah gerakan pada jarak sepuluh tombak di belakang."
"Sok hebat! Apakah kau pikir telingaku ini sudah menjadi tuli hingga tak mendengar gerakan yang kau
dengar juga" balas si Dewa Pemarah tak kalah ketusnya."Siapa manusia itu?"
"Kau bertanya atau sedang melawak? Apakah kau pikir aku bisa melihatnya tanpa berbalik, hah!”
"Manusia tua pemarah! Aku bisa menangkap gerakan aneh pada kedua tangannya!"
"Begitu pula aku! Di tangan kirinya tak kudengar ada sebuah benda. Tetapi di tangan kanannya aku yakin dia memegang sebuah benda. Paling tidak sebuah tongkat. Hhhh! Aku tahu siapa dia...."
"Siluman Buta!" potong Dewa Pemarah cepat.
"Dewa Pemarah celaka! Apakah kau pikir aku tidak tahu siapa orang sialan itu!"
"Kalau kau tahu, mengapa kau masih menggantung kalimatmu, hah!”
"Keparat! Karena kau memotong kalimat ku!"
Dari putaran tangan kiri si nenek, menderu angin keras bergulung-gulung. Melingkari hawa dingin yang dilepaskan oleh Siluman Buta. Gulungan angin yang semakin lama kuat memutar dan menimbulkan hawa panas, segera menindih hawa dingin itu. Hawa dingin pupus seketika. Sedangkan gulungan angin panas yang diakibatkan tangan kiri si nenek berkonde, terus bergerak ke arah Siluman Buta."Keparat! Ternyata dia hebat juga. Tak heran kalau dia dijuluki Dewi Pedang!" geram Siluman Buta sambil mengempos tubuh ke samping kanan, Gulungan angin yang semakin lama memanas itu menerabas semak belukar sepanjang sepuluh tombak yang seketika menghangus dan saat dihembus angin luruh menjadi serpihan."Orang tua buta! Urusan sudah kau buat di depan mata! Berarti, kematian tinggal sejengkal!" dengus Dewi Pedang dengan suara tajam. Tangan kanannya masih menahan tongkat kusam Siluman Buta yang mengapung sementara pemiliknya pun melakukan yang sama. Lelaki tua berpakaian compang-camping itu menel
"Manusia keparat ini rupanya memang mau mencari mampus! Oh! Bagaimana keadaan Dewa Pemarah saat ini? Mudah-mudahan dia bisa menggunakan otaknya untuk tidak melakukan perbuatan nekat pada Iblis Mara Kayangan. Manusia buta celaka ini rupanya harus menerima kekejaman ku. Ketika pertama kali muncul beberapa bulan lalu, aku memang hampir saja bertarung dengan manusia buta ini. Tetapi masih ku tahan semua rasa marah. Kali ini akan kuberi pelajaran agar dia mengerti, bahwa urusan tak bisa ditangguhkan lagi!" sentak hati Dewi Pedang dengan kegeraman berlipat ganda. Lalu dialirkan tenaga dalamnya pada Pedangnya.Jurus 'Pedang Empat Musim' siap dilepaskan. Lalu katanya keras, "Kendati nyawamu tak akan kulepaskan, aku masih memberitahumu bahwa aku akan menyerang!"Siluman Buta mendengus. "Jangan sesumbar di hadapanku. Lakukan bila kau...." Seruan lelaki tua buta itu terputus karena Dewi Pedang sudah menggebah ke muka dengan serangan dahsyatnya. Pedangnya telah dipergunakan. Memek
DEWA PEMARAH berkelebat ke arah Iblis Mara Kayangan yang masih mengamuk di seperempat perjalanan menuju puncak Gunung Siguntang. Dewa Pemarah yang sudah tahu kehebatan Iblis Mara Kayangan memang tak mau bertindak gegabah. Dicobanya untuk mencari sela dan kesempatan yang baik. Akan tetapi, dasar tukang marah-marah, amarahnya pun naik setelah terus-menerus mendapati Iblis Mara Kayangan menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Biar bagaimanapun juga, Gunung Siguntang adalah tempat kediaman Panembahan Agung. Salah satu orang yang paling dihormatinya.Lama-kelamaan dia pun tak bisa menahan amarahnya mendapati Gunung Siguntang telah porakporanda. Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, Dewa Pemarah mengempos tubuh. Kedua tangannya telah dialirkan tenaga sakti berlipat ganda.Wuuuttt!Tubuhnya mencelat tinggi. Saat melewati kepala Iblis Mara Kayangan, kedua tangannya yang terangkum tenaga sakti itu segera dihantamkan ke kepala Iblis Mara Kayangan.Des! Des!
Namun, sebelum si kakek memutuskan untuk segera menyerang, suara keras kembali menderu.Kraaataaak! Sraaangngng!"Sontoloyo!" maki si Dewa Pemarah dengan wajah menekuk keras. Menandakan kemarahannya sudah semakin membludak. Dengan cepat si kakek membuang tubuh ke kanan, melipat gandakan ilmu peringan tubuhnya. Tubuhnya mencelat lincah ke samping. Saat mencelat itu Dewa Pemarah langsung menggerakkan kedua tangannya ke depan...Wuuut! Pyarrr!Menghampar angin dingin dari telapak tangannya menghantam sekaligus membuyarkan angin yang masih menderu yang ditimbulkan oleh rantai yang digerakkan Iblis Mara Kayangan. Akan tetapi, kendati lelaki berkuncir itu berhasil memunahkan angin dahsyat tadi, namun bagai tersisa angin itu menderu. Dewa Pemarah memekik tertahan. Sulit baginya untuk menghindar sekarang. Jalan satu-satunya memapaki. Namun hal itu kalah cepat."Aaakhhh!"Dewa Pemarah berteriak keras dengan tubuh terpental hingga tiga tombak ke belak
Sepasang mata si nenek berkonde melebar menatap dua orang berwujud aneh yang berdiri di hadapannya. Perasaannya semakin dibuncah berbagai pertanyaan."Benar-benar dunia sangat aneh. Selama malang melintang di rimba persilatan ini, aku baru melihat lelaki tua berpunuk dengan tampang tak ubahnya setan belaka dan wanita keriput yang menakutkan. Tetapi... Ya, ya... Aku ingat sesuatu yang lama tersimpan tentang kedua manusia ini. Kalau, tak salah, Guru pernah mengatakan tentang sepasang manusia semacam ini. Apakah... keduanya yang berjuluk Sepasang Pemburu dari Neraka?" Karena didera rasa penasaran yang menggayuti hatinya, Dewi Pedang segera melontarkan pertanyaan, "Lelaki tua berpunuk dan wanita tua bau bangkai! Apakah salah bila kukatakan kalian adalah Sepasang Pemburu dari Neraka?""Kau tak salah mengucap kata, Perempuan berkonde! Yang kau katakan itu kamilah orangnya!" kata si lelaki tua berpunuk yang tak lain adalah si Pembawa Mayat. Sementara perempuan bertampang seta
Kepalanya menunduk ke tanah, pemuda yang tak lain Manggala alias Si Buta dari Sungai Ular adanya melompat. Tubuhnya hinggap dengan ringannya. Agak merunduk sejenak, lalu berdiri tegak berjarak dua tombak di samping kanan si nenek berkonde. ...Dan tiba-tiba dia menoleh, karena dirasakannya gemuruh getaran yang ditimbulkan oleh lesatan Garaga mengeras."Hei!" serunya dalam hati. "Mengapa Garaga tak mematuhi kata-kataku" Mau apa dia terbang ke balikGunung Siguntang?"Pertanyaan yang mendadak muncul karena ular raksasa berwarna kemerahan justru menjauh, tak mendapatkan jawaban dengan segera, karena satu bentakan keras terdengar."Bocah Kebluk! Urusan apa yang membawamu ke sini!” Si pemuda mengalihkan pandangan kembali pada si nenek berkonde. Dilihatnya mulut peot Dewi Pedang meruncing.Manggala mengatupkan kedua tangannya, mengambil sikap menjura pada Dewi Pedang, salah seorang gurunya.Tiba-tiba terdengar suara serak, dalam, dan be
"O... Jadi yang berbicara itu cacing ya, Guru? Kupikir kutu busuk! Sialan betul!"Tanya-jawab yang dilakukan dengan maksud mengejek itu, membuat. wajah si Pembawa Mayat membesi. Kedua tangannya terkepal rapat. Rahangnya mengatup kuat-kuat. Kejap lain terdengar suaranya menggembor, "Rupanya kau memandang sebelah mata kepada Sepasang Pemburu dari Neraka! Peduli setan dengan omongan! Siapa pun kau adanya, aku tak akan bertindak setengah lagi! Juga kau, Perempuan berkonde!"Dewi Pedang yang menikmati permainan konyol dari muridnya mendadak celingukan. Lalu dengan tampang dibuat blo'on dia bertanya pada Manggala setelah beberapa saat, "Hei, Bocah kebluk! Siapakah yang dimaksud dengan perempuan berkonde?"Manggala menahan tawanya mendengar kata-kata gurunya yang sebenarnya jarang bergurau dan senang sekali melontarkan kata dengan nada dibentak. Dijawabnya pertanyaan si nenek berkonde, "Mana aku tahu? Yang ku tahu sih, kedua orang itu. Eh! Yang ada di kepala mereka sih
"Tidak, Guru! Aku harus menghadapi juga manusia celaka itu!" bentak Ayu Wulan tanpa menghiraukan larangan gurunya, segera dilepaskannya jurus 'Sejuta Pesona Bunga'. Saat itu juga menghampar aroma bunga yang luar biasa menyejukkan hati, menindih aroma wangi yang keluar dari asap yang dihembuskan oleh cangklong Dewa Bumi.Dewa Pemarah mendengus dan menderu pula dengan ilmu 'Sinar Ungu' nya. Sementara Dewa Bumi setelah menggeleng-gelengkan kepala karena jengkel atau kagum atas kesaktian Iblis Mara Kayangan pun melesat melancarkan serangan. Diserang dari tiga penjuru dengan serangan tingkat tinggi, tetap tak membuat Iblis Mara Kayangan terdesak!Setiap kali tubuhnya terhantam, setiap kali pula dia bangkit kembali. Sementara bekas hantaman pukulan sakti lawan menghilang begitu saja. Membuat ketiga orang itu bertambah penasaran. Dewa Pemarah sejak tadi sudah mengeluarkan makian. Dewa Bumi berkata-kata dengan nadanya yang berayun-ayun. Sedangkan Ayu Wulan agak memucat karena
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana