Si Jubah Setan masih menatap tak berkedip. Keningnya dikernyitkan. Sesuatu bergerak dalam ingatannya. "Hanya seorang yang mempunyai kebiasaan menghisap cangklong besar yang tak mengeluarkan asap. Tetapi bila dihembuskan, akan muncul asap yang menebarkan aroma harum. Apakah manusia buntal ini yang berjuluk Dewa Bumi?" Pikir si kakek berambut panjang itu dengan wajah makin penuh kerut. Sementara wajah si Jubah Mambang sudah tertarik ke dalam. Dia melangkah tiga tindak ke depan, masih membopong Ayu Wulan dipundak sebelah kanannya.
"Rupanya ada tuyul buntal kesasar ke tempat ini!" Bentak si Jubah Mambang dengan pandangan sengit.
"Jangan jual lagak di hadapan kami! Silakan tinggalkan tempat, bila masih sayang nyawa!"
Sosok buntal itu cuma mengangkat sepasang alisnya yang rada jarang. Kembali menghisap cangklong besarnya yang tak dibakar, tetapi saat dihembuskan asap putih menebarkan bau harum bagai berlomba-lomba keluar.
"Matahari makin merambah. Meskipun mala
Namun lagi-lagi serangan itu tak membawa arti banyak. Seperti halnya tadi, puluhan anak panah sebesar lengan orang dewasa mencelat balik ke arahnya sendiri. Bahkan kali ini lebih deras dari yang pertama.Pucat pasi wajah si Jubah Mambang. Bila saja si Jubah Setan tidak menolong dengan mengirimkan serangan 'Hujan Api' nya yang seketika membakar anak panah-anak panah itu. Tak urung akan terjadi senjata makan tuan."Aku tahu betapa tinggi ilmu yang kau miliki, Dewa Bumi! Tetapi, urusan kambratku adalah urusanku juga! Jangan salahkan, bila nyawamu melayang saat ini juga!""Jalan panjang rupanya banyak liku. Soal hidup dan mati bukan di tanganku. Bila ingin mendahului, silakan maju," Sahut Dewa Bumi dengan kata-kata berpantunnya.Mengkelap wajah si Jubah Setan. Sadar kalau lawan bukan orang sembarangan, dia sudah melepaskan ajian simpanannya 'Hujan Api'. Puluhan bola api yang panas tak terkira menderu dahsyat. Mengeluarkan angin menggidikkan.Seketika d
Pemuda dari Sungai Ular yang masih menatap tak berkedip Gunung Siguntang di kejauhan, menarik napas panjang. "Terlalu rumit urusan yang harus kuselesaikan sekarang ini. Menghentikan sepak terjang Iblis Mara Kayangan, sekaligus mendapatkan Kitab Pembangkit Mayat. Tetapi tugas telah ku emban, dan harus segera kulaksanakan. Sebaiknya, aku teruskan langkah menuju ke Gunung Siguntang."Belum lagi si pemuda bergerak, mendadak indera penciumannya menangkap bau busuk yang sangat santer sekali. Cepat-cepat Manggala menutup jalan nafasnya sesaat."Gila! Mengapa mendadak tercium bau bangkai yang sangat menyengat? Rambut Manusia Mayat Muka Kuning pun berbau busuk. Tetapi tidak terlalu menyengat seperti ini. Aku yakin, orang atau sesuatu yang menebarkan bau busuk ini bukan Manusia Mayat Muka Kuning. Setahuku dia bersama Dewi Kematian, yang tentunya akan menebarkan aroma wangi yang memabukkan. Apakah keduanya telah berpisah? Oh, celaka! Bau busuk ini makin menyengat! Berarti, asal b
"Edan! Telah muncul kembali tokoh sesat di rimba persilatan ini yang memiliki dendam pada Eyang Gledek. Aku yakin, ilmunya sangat tinggi dan hanya Eyang Gledek yang bisa menaklukkannya. Oh, apakah Eyang Gledek saat ini tahu tentang manusia celaka itu? Kalaupun aku bermaksud mengabarkan padanya, tetapi di mana aku harus mencarinya? Sampai saat ini aku belum pernah melihat wajah Eyang Gledek kendati dia yang telah menyelamatkanku dan memberikan Tenaga Inti Geledek kepadaku. Ah, persoalan Iblis Mara Kayangan yang mempunyai dendam pada Eyang Malaikat Gledek belum berhasil ku tuntaskan. Sekarang sudah muncul satu masalah yang lebih mengerikan. Tetapi sebaiknya, biar kuikuti saja lelaki berpunuk yang berjuluk si Pembawa Mayat itu. Oh, langkahnya menuju Gunung Siguntang!"Setelah menunggu beberapa saat, Manggala pun bergerak mengikuti lelaki berpunuk yang tengah membawa Mayat kekasihnya.-o0o-Dewi Samudera Biru menghentikan langkah di sebuah tempat yang cukup sunyi da
Semak belukar terpapas habis dan tanah muncrat berhamburan. Rantai yang mengikat tangan kanan dan kirinya menimbulkan bunyi yang sangat keras dan menghantam pepohonan yang langsung berderak, tumbang dan terpental jauh."Aaammpoounn! Ammpouunnii aakku!" Seruan yang keluar dari mulut manusia aneh itu, bagai lolongan serigala kerasnya. Tubuhnya terus berkelojotan dengan hebatnya. Di seberang lain, Dewi Samudera Biru menarik napas lega."Hmmm... kini dia akan kembali menjadi pengikut ku," Desisnya sambil memasukkan kembali Kitab Pembangkit Mayat ke balik pakaiannya."Usapan tangan kananku setelah ditempelkan pada kitab sakti itu yang seperti mengeluarkan darah akan membangkitkan manusia yang telah mampus menjadi mayat. Sementara usapan tangan kiriku akan membuatnya kelojotan kesakitan. Bagus! Semuanya akan kembali seperti sediakala."Lalu dengan menahan napas perempuan itu berkata. "Iblis Mara Kayangan... apakah kau sudah mengenaliku lagi? Ingat, aku adalah D
"Manusia-manusia dajal yang jadi budak birahi!" Makinya geram dengan wajah ditekuk. Lalu menyambung dalam hati."Biarlah keduanya memadu kasih. Dan perlahan-lahan aku akan berlalu dari sini. Untuk menandingi mereka sebenarnya masih mampu kulakukan dengan ilmu 'Pengendali Mata'. Tetapi untuk mengeluarkan ilmu itu, aku tak boleh kehilangan hawa murni sedikit pun juga. Padahal saat ini telah cukup banyak terbuang hawa murni ku untuk mengobati luka dalamku. Selagi mereka sibuk dengan segala urusan birahi, ku coba untuk mengobati rasa sakit yang mendera."Suara di bawahnya, begitu mengganggu konsentrasi Dewi Samudera Biru sebenarnya. Terutama desah napas si perempuan bercadar sutera, menyusul ringkikan birahi Manusia Mayat Muka Kuning."Setan keparat! Aku tak bisa melakukan di sini!" Maki perempuan berambut seperti dihiasi pernik perak itu."Sebaiknya aku menyusul Iblis Mara Kayangan ke Gunung Siguntang mumpung kedua manusia celaka itu masih asyik dengan urusa
Urung Dewi Kematian mengangkat sebelah tangan yang telah dialirkan tenaga dalam tinggi. Bahkan saking kagetnya dia sambil berjingkat satu tindak ke belakang, dengan mata terbeliak Manusia Mayat Muka Kuning yang sejak tadi sudah mengumbar senyum pun, putus seketika seperti dibetot setan.Di hadapan mereka, Dewi Samudera Biru telah berdiri tegak tanpa kurang suatu apa."Siapakah yang telah sesumbar kali ini?" Serunya dingin dengan mata sebelah kiri memancarkan sinar hijau mengerikan. Sementara mata sebelah kanannya tetap berwarna hitam seperti sebelumnya."Kau, tak akan bisa mencapai maksud. Pikirkan sekarang juga, orang-orang serakah! Tinggalkan tempat ini, atau nyawamu lepas dari badan!"Manusia Mayat Muka Kuning yang sudah berada di sisi Dewi Kematian berbisik "Aku pernah mendengar kalau perempuan celaka itu memiliki sebuah ilmu yang hebat. Ilmu 'Pengendali Mata'. Dengar-dengar pula, ilmu itu dapat membuat tubuhnya pulih seperti sediakala.""Tetap
"Sungguh hebat ilmu 'Pengendali Mata' yang dimiliki perempuan ini. Bagaimana cara mengatasinya? Persetan dengan semuanya, akan kuhantam lagi dia dengan ilmuku ini?" Batin Dewi Kematian dan siap mengeluarkan ilmu 'Tepukan Cabut Sukma'nya. Tetapi Manusia Mayat Muka Kuning sudah berkelebat ke arahnya dan menahan tangannya."Jangan gegabah. Apakah kau sudah melupakan kalau perempuan celaka itu berhasil mencuri ilmuku? Jangan-jangan, dia pun bisa mendapatkan ilmu 'Tepukan Cabut Sukma'mu.""Apa yang harus kita lakukan sekarang?""Aku tidak tahu.""Lelaki keparat ini selalu tidak tahu!" Maki Dewi Kematian dalam hati. Pandangannya masih lurus ke arah Dewi Samudera Biru yang telah berdiri dengan sedikit mementangkan kedua kaki."Tetapi, kata-katanya itu bisa ku benarkan juga. Tak mustahil perempuan celaka itu pun bisa mencuri ilmuku ini."Di seberang, Dewi Samudera Biru berkata dingin."Apakah kau sudah tak mampu lagi mengeluarkan ilmumu itu,
“Rasanya, baru kali ini aku mendengar ada orang berjuluk mengerikan itu. Mengusung mayat busuk yang tak rusak sedikit pun bagian-bagian tubuhnya. Siapa sebenarnya orang itu?" si kakek muka kuning bergumam sambil mengibaskan rambutnya ke belakang."Gerakan yang diperhatikannya saat mencuri Kitab Pembangkit Mayat dari balik pakaian Dewi Samudera Biru, sudah menandakan kalau lelaki tua berpunuk itu bukan orang sembarangan. Persetan siapa pun dia Kitab itu harus bisa ku rebut!"Sedangkan sepasang mata putih di balik semak belukar, memperhatikan suasana yang perlahan-lahan berubah mencekam. Masing-masing terdiam dalam kebisuan. Kendati begitu, masing-masing orang nampaknya bersiaga penuh menghadapi segala kemungkinan. "Aku yakin, sesuatu akan terjadi sekarang. Baiknya, kulihat saja dulu kehebatan si Pembawa Mayat bila memang akan terjadi pertarungan dahsyat," desis si pemilik mata di balik semak belukar.Seperti diceritakan pada episode sebelumnya, Dewi Samuder
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana