Justru Manggala yang kelihatan serba salah sekarang. "Berabe nih. Murid dan guru sama-sama punya sifat pemarah yang suka meledak-ledak! kacau, kacau! apakah lebih baik kutinggalkan saja keduanya? hmm... lebih baik memang begitu."
Didengarnya bentakan Ayu Wulan yang cukup keras dengan melototkan kedua mata bagusnya pada lelaki tua berambut di kuncir.
"Guru! pemuda itulah yang telah menyelamatkanku dari maut yang ditimbulkan oleh manusia aneh yang memiliki ilmu sangat tinggi! "seharusnya guru bertanya dulu! jadi tidak main serang begitu saja!"
"Masa bodoh sekalipun dia menolongmu keluar dari liang neraka! Pokoknya, dia harus mendapatkan ganjaran! Kurang ajar main pegang-pegang muridku!" Seru Dewa Pemarah dengan suara yang tak kalah kerasnya.
”Guru memang keras kepala!"
Dewa Pemarah melotot. "Eh, kau sudah berani membentak ku, ya? Siapa yang mengajarimu jadi pemarah seperti itu? Pemuda itu ya? Kurang ajar! Ingin kupotek-potek tulangnya!"
"Kalau aku tahu jawabannya begini, lebih baik aku tak menyusulmu, Guru!""Itu bagus, Bocah gendeng! Daripada kau pacaran terus-menerus dengan pemuda itu?!""Siapa sih yang pacaran? Kan tadi sudah kukatakan, kalau dia menolongku? Guru ini bagaimana sih?" Balas Ayu Wulan melotot.."Urusan kau katakan itu benar atau tidak, itu urusan belakang! Yang penting sekarang. apakah kau sudah pelajari jurus terakhir yang kuberikan?""Sudah!" Sahut Ayu Wulan dengan mulut berbentuk kerucut."Nah, kalau aku sudah selesai mempelajarinya, Guru mau apa?""Eh, kau membalikkan ucapanku, hah?!""Biarin!"Sementara Manggala mendengus dalam hati."Senang benar orang tua ini menganggap apa-apa urusan belakangan. Kalau kedua-duanya terus saling bentak seperti itu, kapan bicaranya Dewa Pemarah ini? Aku yakin orang tua pemarah sepertinya tahu tentang Iblis Mara Kayangan. Baiknya, kupenggal saja bentakan murid dan guru ini.”
Meskipun sepasang mata bagusnya melotot, tetapi jantungnya berpacu lebih cepat, Apalagi ketika matanya melirik Manggala. "Apakah pemuda itu senang juga mendengar kata-kata Guru?" Batinnya ragu. Dewa Pemarah justru lebih melotot lagi."Eh, kau mau membantah ucapanku, hah? Kurang ajar! Pokoknya, aku mau melihat kalian berjodoh! Tetapi keenakan pemuda itu kalau langsung kau kuberikan begitu saja padanya! Hhh!"Tak!Entah bagaimana caranya, tahu-tahu kepala Manggala di jitak oleh Dewa Pemarah. Kejap kemudian, lelaki tua pemarah itu meneruskan kata, tetap dengan nada membentak."Itu tandanya aku merestui mu jadi menantuku!"Manggala mengusap-usap kepalanya yang barusan di jitak. Bila saja tak segera dialirkan tenaga dalamnya, tak mustahil kepalanya akan dihiasi dua buah benjol."Enak banget! Main jitak begitu saja!" Sungutnya."Kurang ajar!" Bentak Dewa Pemarah lalu menoleh pada muridnya."Apa?! Teriak lagi? Dasar centil! Sudah, sud
"Kalau kau sudah bertemu dengan orang yang berjuluk Iblis Mara Kayangan itu, kau mau apa?" Usiknya pada si perempuan."Aku tidak tahu. Tetapi aku penasaran. Siapa Malaikat Gledek yang dicarinya dan mengapa dia selalu menanyakan di mana Gunung Tengger berada."Perempuan yang telah mengenakan kembali baju sutera yang indah sekali, dengan belahan dada yang rendah hingga memperlihatkan bongkahan buah dada nya yang besar dan indah mendengus sebal.Dia turun dari balai-balai itu, memperlihatkan belahan baju bagian bawah hingga ke pangkal paha dan menampakkan kedua paha yang mulus menggiurkan.Wajahnya yang jelita dan pertama kali sempat bikin kaget orang muka kuning yang tadi berpacu birahi dengannya, ditutupi cadar dari sutera pula. Di dunia persilatan, wanita ini berjuluk Dewi Kematian.Sementara sosok manusia yang bersamanya, sekujur tubuhnya berkulit hitam. Dia adalah Manusia Mayat Muka Kuning.Orang tua muka kuning itupun turun menyusul Dewi
Perempuan yang kini berdiri tegak, menarik napas lagi. Mulutnya yang sejak tadi mendumal tak karuan nampak mengeluarkan cairan merah. Rupanya perempuan itu sedang mengunyah susur.Dari sinar mata kelabu yang masuk ke dalam itu dan wajah penuh keriput dengan bibir warna merah akibat susur yang masih dikunyah si perempuan tua, membuat siapa saja yang melihatnya akan merasa ngeri. Bajunya hitam dengan rambut panjang sampai ke pinggang."Hhhh! Ratu Tengkorak tak akan mundur diri sebelum mendapatkan Tulang Ekor Naga Emas!" Serunya dingin.Perempuan tua mengenakan baju hitam panjang yang tak lain Ratu Tengkorak, menoleh ke sana kemari seolah khawatir ada yang melihatnya. Setelah beberapa saat berlalu dalam sunyi, Ratu Tengkorak segera bekelebat ke arah Dewi Kematian dan Manusia Mayat Muka Kuning pergi tadi.Tempat itu benar-benar disergap kesunyian yang dalam dan mencekam.-o0o-Manggala melotot ketika melihat pemandangan di hadapannya. Cepat dite
"Bagus kalau begitu... sekarang tinggal taraf penyembuhan, Garaga... Tak seberapa sakit, aku yakin kau mampu mengatasinya."Pekerjaan mengobati Garaga pun akhirnya selesai."Bagaimana, Garaga? Sudah sehatkah kau sekarang?"Garaga mengangguk-angguk."Bagus! Coba kau gerakkan ekormu dan rasakan.". Garaga melakukan perintah Manggala. Dan kembali mengeluarkan suara."Bagus! Sekarang, bantu aku mengumpulkan mayat-mayat ini, Garaga... sementara aku akan menggali lubang!"Pekerjaan menguburkan mayat yang berserakan pun tak memakan waktu terlalu lama. Dalam lima belas tarikan napas saja, Garaga sudah selesai mengumpulkan mayat-mayat itu. Begitu pula Manggala yang menggali lubang besar dengan bantuan Tulang Ekor Naga Emas."Baru kali ini kulihat sebuah makam yang sangat besar dan tinggi. Kebiadaban Iblis Mara Kayangan harus dihentikan Garaga, bantu aku untuk mencari manusia keparat itu. Bila kau melihatnya, segera beritahu aku," Kata Manggala
Ketiganya berjalan mendekati gundukan tanah yang tadi dibuat oleh Manggala untuk menguburkan mayat-mayat para penduduk akibat pembantaian yang dilakukan oleh Iblis Mara Kayangan."Kau benar, Andini. Sepertinya... sebuah kuburan," Kata Wisnu sambil memegang tanah di hadapannya. 'Tetapi, kuburan siapa? Atau kuburan apa? Apakah ada raksasa yang mati dan dikuburkan di sini? Lalu... ke mana orang-orang di sini?"Tak ada yang bersuara. Angin berhembus dingin. Menerbangkan beberapa dedaunan. Kesunyian itu dipecahkan oleh suara renyah Andini."Sudahlah! Ayo kita segera menuju Pesanggrahan Mestika! Buat apa sih pikir-pikir soal itu? Cuma bikin pusing kepala saja!"Andini berjalan mendahului, sementara Nandari melirik Wisnu yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Gadis lembut berbaju biru itu segera tertunduk dengan kedua pipi yang tiba-tiba merona. Wisnu berkata lembut."Apakah kita masih akan berada di sini, Nandari?"Nandari berusaha menahan gemur
Wuuut! Wuuutt!Siluman Buta menelengkan kepala sedikit.Bersamaan dengan sepasang trisula Nandari mencari sasaran, digerakkan tangan kanannya yang memegang tongkat.Wuuut! Trak! Trak!Gedoran Nandari tertahan. Bahkan tubuhnya terjajar tiga tombak ke belakang. Wisnu terkesiap melihat apa yang terjadi. Dia tahu yang dilakukan oleh Nandari barusan bukan jurus sembarangan. Namun hanya satu gebrak saja Nandari sudah dibuat terhuyung.Tak mau buang waktu, apalagi melihat gadis yang diam-diam dicintainya itu dihajar, Wisnu segera berkelebat sambil meloloskan pedangnya. Bukan buatan jurus pedang yang dilakukannya.Setiap kali dikibaskan pedangnya, angin setajam sembilu menyambar. Belum lagi tajamnya pedang bila mengenai sasaran.Masih dengan membopong Andini yang lunglai, Siluman Buta mengeluarkan dengusan kemarahan dan melompat sambil menggerakkan tongkatnya.Bila saja Wisnu tak sigap, tak pelak lagi lehernya akan jadi sasaran tongkat
Matanya menatap Siluman Buta tanpa berkedip sekali pun. Wajahnya agak memerah karena marah yang menggigit. Biar bagaimana sabarnya gadis jelita itu namun melihat nasib saudaranya yang seperti telur diujung tanduk, kegarangan yang selama ini tersimpan bisa tersulut bangkit. Merayap naik dan menggumpal jadi satu kemarahan tinggi."Rupanya kalian tak melihat gelagat! Baik! ingin kurasakan kehebatan pukulan 'Sinar Dewa'!" Bentak Siluman Buta. Lalu dengan sikap geram, dilemparnya tubuh Andini yang terguling seperti nangka busuk"Silahkan!"Nandari melirik Wisnu yang sudah memasukkan pedangnya ke warangkanya. Wisnu menganggukkan kepala. Kedua murid dari Pesanggrahan Mestika itupun segera menarik napas, lalu mengalirkan pukulan 'Sinar Dewa' yang dahsyat itu.Sinar merah menyala menggidikkan terpancar dari kedua telapak tangan mereka. Dan bagai disepakati, keduanya langsung menerjang dengan teriakan yang sangat keras. Dan anehnya, angin yang keluar begitu lembut.
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana