Orang tua compang-camping yang baru saja mendapatkan Tulang Ekor Naga Emas menghentikan langkah disebuah jalan setapak. Di sekeliling jalan itu dipenuhi dengan semak belukar setinggi dada. Orang tua bertongkat kusam dengan wajah tirus itu menolehkan kepala ke kanan dan kekiri. Gerakan kepalanya nampak aneh. Karena sesungguhnya orang tua itu memang buta dan dialah yang dijuluki Siluman Buta.
Tokoh rimba persilatan yang memiliki sejuta dendam pada Raja Siluman Ular Putih! Yang meskipun kedua matanya buta, namun pendengarannya lebih tajam dari pendengaran serigala.
Dia bisa mendengar suara dari jarak ratusan tombak.
"Beruntunglah aku yang datang ke Bukit Watu Gening dan mendengar pertarungan hebat. Hmmm... Lima Iblis Puncak Neraka sudah muncul kembali. Aku tahu kalau manusia-manusia itu punya dendam pada Dewi Pedang. Dan kehebatan pemuda yang berjuluk Si Buta dari Sungai Ular memang terbukti, bukan hanya mampu mengalahkan Lima Iblis Puncak Neraka, tetapi juga membu
Orang tua berbaju compang-camping itu tegak itu memilih menunggu dua orang yang kelebatannya tertangkap oleh telinga tajamnya.Meskipun nampak tenang, namun kelihatan jelas kalau dia menindih segenap perasaan tegangnya. Dan hal itu tak luput dari pandangan Ratu Tengkorak yang diam-diam mempergunakan kesempatan itu untuk beringsut.Kedua tangannya masih merangkum jurus 'Tangan Maut Sedot Darah', bersiap-siap menjaga segala kemungkinan.Hanya dalam dua kejapan mata saja, dua orang yang didengar Siluman Buta, telah berdiri dihadapannya.Berjarak tiga tombak!Tak ada kata yang terucap!Namun dua pasang mata dari dua pendatang barusan, nampak melebar menatap benda yang ada di genggaman tangan kanan Siluman Buta."Tulang Ekor Naga Emas!"Terdengar suara perempuan begitu mengenali ciri tongkat di tangan Siluman Buta. Sementara Ratu Tengkorak tertegun."Gila! Mungkin kedatangan keduanyalah yang membuat orang tua buta ini menghen
"Dewi... aku tahu kalau manusia buta itu telah miliki Tulang Ekor Naga Emas. Itulah sebabnya aku meninggalkan kalian berdua di gubuk. Ini kesempatan kita untuk mendapatkannya, Dewi!""Diam kau, nenek jelek! Atau kusobek mulutmu bila tak mau diam?!" Sentak Dewi Kematian dengan sepasang mata melotot di balik cadar suteranya. Seketika terkunci mulut Ratu Tengkorak. Dalam hati dia membatin geram."Untuk saat ini aku masih menuruti apa yang kau inginkan, Dewi Tetapi jangan berharap kau akan mendapatkan aku tunduk terus menerus di tanganmu. Bila kau sudah bunuh lelaki tua buta keparat itu, akan kugunakan kesempatan untuk merebut dan melarikan Tulang Ekor Naga Emas. Kau akan terkejut menyaksikan semuanya nanti. Baiknya, kulihat saja apa yang akan terjadi dan pergunakan kesempatan ini selagi mereka akan bertarung untuk sembuhkan pahaku yang bagai remuk."Mendadak saja terdengar ledakan yang sangat keras. Tempat itu bergetar hebat. Semak belukar yang tercabut lebih banya
Namun satu bayangan hitam telah mendahului. Bahkan sebelumnya, melancarkan satu tendangan ke perutnya.Plak!Meskipun terkejut dan tak menyangka ada yang akan merebut Tulang Ekor Naga Emas dan menghantamkan tendangan keperutnya, Dewi Kematian masih memperlihatkan kelasnya. Ditarik tangan kirinya ke bawah dan menangkis lalu berputar ke belakang. Ketika hinggap kembali ke tanah, sepasang mata di balik cadar sutera melebar dan meluncur bentakannya."Apa yang kau lakukan, Ratu Tengkorak?"Ratu Tengkorak yang mendahului merebut Tulang Ekor Naga Emas dan menendang Dewi Kematian, tersenyum penuh ejekan."Dewi... apakah kau pikir selama ini aku membiarkan diriku berada di bawah kakimu? Jangan bermimpi! Yang kuinginkan sudah kudapatkan! Bila kau menginginkannya, silakan kau merebutnya!"Membesi wajah di balik cadar sutera mendengar kata-kata orang. Sementara Manusia Mayat Muka Kuning sudah menggebah ke arah Ratu Tengkorak.Nenek baju hitam pan
Kaki Gledek yang siap mengayunkan tongkat yang memancarkan sinar keemasan itu mendadak saja tertegun. Sepasang matanya melotot dan perlahan-lahan membara.Dalam pandangannya Kaki Gledek melihat tubuh Dewi Kematian mendadak polos. Tubuh yang indah dengan lekuk tubuh yang mempesona masuk kedalam pandangannya. Aroma wangi yang menguap dari tubuh perempuan bercadar sutera itu makin membesar, bagai membelai-belai indera penciumannya.Sesaat lelaki tinggi besar itu terdiam dan tanpa sadar tangannya yang diangkat tadi turun perlahan."Dia sudah terkena ajian ini. Tak memakan waktu lama rupanya. Hmmm... sebentar lagi kau akan mampus!"Senyum Dewi Kematian dalam hati. Dengan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, terutama dada dan pinggulnya yang montok dan mulus, perlahan-lahan perempuan bercadar sutera itu mendekati Kaki Gledek yang menelan ludahnya berulang kali.Sementara itu, Manusia Mayat Muka Kuning membesi wajahnya karena dilanda cemburu tinggi. Sej
"Persoalan Dewi Pedang bukan urusanku. Bila kalian ingin mencarinya, mengapa kalian masih berdiri di sini?"Manusia Mayat Muka Kuning membentak. "Dari ucapanmu aku yakin kau tahu di mana Dewi Pedang. Dan aku yakin kau pasti tahu di mana Raja Siluman Ular Putih berada?!"Manggala membatin dalam hati."Dua manusia ini tokoh hitam berilmu tinggi. Aku memang harus berhati-hati. Dari ucapan keduanya tadi, aku yakin mereka punya urusan dengan Guru-guruku. Hmm... biar urusan aku yang tanggulangi."Lalu katanya. "Urusan Dewi Pedang dan Raja Siluman Ular Putih jelas bukan urusanku. Lebih baik kita berpisah di sini.""Setan muda keparat! Kau boleh tinggalkan tempat ini, setelah serahkan Tulang Ekor Naga Emas dan tanggalkan nyawamu!" Geram Dewi Kematian dalam kemarahan memuncak."Tak bisa memang kuhindari urusan ini," Batin Manggala dan diam-diam melirik ke arah Garaga."Ucapan hanya sekali terlontar! Cepat lakukan perintah!" Bentak Dewi Kematia
"Bila saja saat ini aku tidak terluka dalam akibat pengaruh Tulang Ekor Naga Emas yang dilepaskan oleh Ratu Tengkorak tadi, akan kuteruskan pertarungan ini. Tetapi sangat berbahaya bila aku nekat. Manusia Mayat Muka Kuning sudah tak berdaya. Yang mengherankan, mengapa serangannya yang tak terasa ada angin panas justru sangat menyiksa panasnya pada tubuh? Aneh! Julukan pemuda ini memang bukan omong kosong." Lalu dengan suara geram Dewi Kematian berkata."Si Buta dari Sungai Ular... untuk saat ini aku mengaku kalah. Tetapi, tidak dalam pertemuan berikutnya!""Urusan sudah harus diselesaikan. Tetapi bila belum puas, masih banyak waktu mendatang!"Dengan susah payah dan agak terhuyung, Dewi Kematian mendekati Manusia Mayat Muka Kuning."Kita tinggalkan tempat ini.""Tidak! Pemuda itu harus mampus!""Jangan bodoh! Masih banyak waktu untuk kita membalas!"Lalu katanya dengan suara ditekan."Apakah dalam kondisi seperti ini kau akan b
TAR!Suara cambuk menggeletar membelah angkasa. Seorang laki-laki muda terjungkal dengan punggung sobek panjang tersengat lidah cambuk. Sosok tubuh muda yang hanya ditutupi celana sebatas lutut itu berusaha bangkit berdiri. Namun satu sengatan cambuk kembali memaksanya menggelepar sambil merintih lirih."Pemalas! Bangun, bangsat!" terdengar suara bentakan keras, disusul dengan geletarnya ujung cambuk yang menyengat kulit punggung laki-laki muda itu.Tar! Tar!"Akh...!" laki-laki muda itu memekik tertahan.Dua kali cambukan membuatnya jatuh lunglai tidak sadarkan diri. Dan kini, sebuah tendangan keras membuat tubuhnya terlempar sejauh dua batang tombak. Kejadian itu disaksikan oleh berpuluh-puluh pasang mata dengan kepala tertunduk dan lutut gemetar. Seorang laki-laki muda berwajah tampan, namun sorot matanya menyiratkan kebengisan, duduk angkuh di atas punggung kuda putih. Bibirnya yang tipis selalu tersenyum menyaksikan kekejaman yang sedang berla
Pemuda tampan yang ternyata bernama Raden Sangga Alam itu hanya diam saja. Kata-kata Paman Nampi tadi memang tidak bisa disalahkan. Ayahnya, Raja Abiyasa yang memerintah Kerajaan Gantar Angin sudah memberinya tugas untuk membangun jalan menuju ke Pesanggrahan Keramat pada kakaknya. Dan Raden Sangga Alam hanya diberikan tugas sebagai pendamping saja. Tapi dia tidak pernah melakukan apa-apa. Kakaknya memang tidak pernah memberi satu pun tugas ke padanya, karena menganggapnya masih anak-anak.Raden Sangga Alam memang menyadari kalau kakaknya lebih tegar dan tegas. Apalagi tingkat kepandaiannya cukup tinggi. Meskipun demikian, Raden Sangga Alam tidak pernah kalah jika sedang berlatih ilmu olah kanuragan.Sangat disayangkan kalau Ayahanda Prabu Abiyasa lebih menyukai Raden Bantar Gading. Baik bentuk tubuh, sifat, dan segala tingkah laku kedua kakak beradik putra mahkota itu memang sangat berbeda. Di antara ke duanya selalu saja ada pertentangan. Namun demikian mereka saling
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana