Lima kejapan berlalu sepeninggal Ratu Kegelapan, mendadak saja muncul seorang perempuan tua berpakaian panjang berwarna jingga kemerahan. Bibir tipis berkeriput yang disaput gincu itu tersenyum aneh dengan pandangan lurus ke depan.
"Hmmm... tak mudah mengelabuiku, Perempuan! Aku ingin tahu kebenaran apa yang kau katakan! Untuk sementara biar kutunda dulu untuk menemukan Raja Setan Seruling Maut!"
Di lain kejap, perempuan tua yang tak lain Siluman Kawah Api adanya itu, sudah bergerak menyusul ke mana perginya Ratu Kegelapan.
-o0o-
Maung Kumayang masih berusaha menindih hawa panas yang mendadak melingkupi dirinya. Sekujur tubuh nya sudah basah bermandikan keringat. Sepasang ma tanya rapat dipejamkan tanda dia menahan rasa yang sangat tidak enak. Sementara kedua tinjunya dikepal kan kuat-kuat hingga nampak tonjolan urat di sepanjang kedua lengannya.
"Celaka! Apa yang dilakukan oleh perempuan tua itu!" makinya dengan suara parau. "Apakah
Lalu segera saja lelaki bercodet ini berkelebat. Hanya memakan waktu tak begitu lama, dia sudah muncul kembali dengan dua ekor kelinci gemuk. Segera saja dikuliti kelinci itu. Bertepatan dengan kedua ekor kelinci itu selesai dipanggang, Sudra Jalang mengeluarkan suara pelan, "Aaaakh...."Maung Kumayang segera alihkan pandangan pada lelaki berwajah persegi yang rebah di tanah."Kalau kau sudah siuman, bangunlah. Makanlah dulu lalu ceritakan apa yang telah terjadi...."Kedua mata Sudra Jalang perlahan-lahan membuka dan segera menutup kembali tatkala melihat api yang tadi dipergunakan oleh Maung Kumayang untuk memanggang. Melihat hal itu, Maung Kumayang segera memadamkannya."Makanlah...," katanya seraya menyodorkan daging kelinci panggang. Kembali Sudra jalang membuka kedua matanya. Lalu dengan susah payah dia bangkit. Setelah menatap Maung Kumayang sejenak, kepalanya segera dijulurkan untuk menggigit daging kelinci yang disodorkan lelaki bercodet di hadapa
"Sekali lagi kuucapkan terima kasih. Dan tak akan pernah kulupakan budimu ini," kata Sudra Jalang dengan suara lemah. Bagi orang rimba persilatan, mengundurkan diri dikarenakan merasa tak mampu lagi bertahan ataupun tak sanggup untuk berbuat, adalah menuju titik kematian. Lebih baik membunuh diri ketimbang malu karena ilmu yang dimilikinya punah. Setelah mendapatkan anggukan Maung Kumayang dengan langkah gontai Sudra Jalang berbalik dan me langkah. "Aku akan mencoba bertahan hidup di tempat asalku. Tetapi bila tak sanggup, lebih baik mati...," katanya dalam hati.Sementara itu, pandangan Maung Kumayang semakin berbahaya. Bibirnya menyunggingkan senyum aneh. Berjarak dua tombak dari sosok Sudra Jalang yang terus melangkah, mendadak saja tangan kanan Maung Kumayang diangkat. Lalu digerakkan ke depan.Wussss!Seketika menghampar percikan seperti api dan hawa panas menggulung ke arah Sudra Jalang. Kendati sudah kehilangan ilmu yang dimilikinya, namun Sudra Jalang ma
Yang melangkah di sebelah kanan ternyata seorang nenek berpakaian panjang warna hitam penuh tambalan. Kedua lengannya yang kurus dipenuhi gelang-gelang warna hitam. Sementara yang melangkah di sebelah kiri si nenek, seorang lelaki yang berusia tak jauh berbeda dengannya. Kendati demikian, tubuhnya tegap dengan kumis putih menjuntai. Dia mengenakan pakaian warna putih agak kusam dengan sebuah angkin warna kuning kehitaman yang melilit di pinggangnya. lelaki tua itu melangkah dengan kedua tangan berada di belakang pinggul.Si Buta dari Sungai Ular membatin sambil pandangi kedua orang itu, "Hmmm... rasanya aku belum pernah berjumpa dengan keduanya. Siapa mereka? Bila menilik apa yang barusan keduanya katakan, tiga buah gelang hitam yang menyerangku pasti dilakukan oleh si nenek yang di kedua lengannya dipenuhi gelang yang sama. Tetapi mengapa dia hendak menguji? Ada urusan apa dengan segala ujian semacam ini? Bila aku tidak sigap, tak mustahil gelang-gelang hitam yang bukan hany
Si Buta dari Sungai Ular terdiam sebelum berkata lagi, "Apakah ini bukan menjadi satu masalah yang besar?""Tepat! Kemungkinannya, Seruling Gading milik Raja Seruling yang tewas di tangan Raja Setan Seruling Maut, yang membuat manusia sesat itu menjadi momok yang cukup mengerikan, hanya bisa ditandingi oleh Trisula Mata Empat!""Menilik kata-kata yang kau ucapkan tadi, sepertinya Trisula Mata Empat bukan jatuh ke tangan orang baik-baik!""Tepat lagi! Ini pertanda buruk!"Sebelum Si Buta dari Sungai Ular membuka mulut. Peri Gelang Rantai sudah keluarkan suara, "Dan lelaki tua ini masih bertahan untuk tidak mempergunakan Anting Mustika Ratu untuk menghajar Raja Setan Seruling Maut!"Kali ini Raja Dewa alihkan pandangan pada si nenek yang Nampak menekuk wajah. Lalu tetap dengan suara tak berubah, dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan, kalau kita tidak patut mempergunakan sesuatu yang bukan kita punyai kendati orang yang memilikinya telah tewas? Lagi
Si Buta dari Sungai Ular tak segera menjawab, justru kedua matanya semakin lekat memandang perempuan bercadar. "Rasa-rasanya... ya! Aku ingat siapa dia! Huh! Tak salah! Dewi Kematian! Perempuan cabul yang menjadi kekasih Manusia Mayat Muka Kuning! Celaka betul Mengapa harus berjumpa dengannya sekarang? Padahal urusanku di Bukit Kalimuntu belum terlaksana sedikit juga!""Pemuda keparat! Aku yakin kau tidak menjadi tuli sekarang! Atau kau memang sudah bersiap untuk mampus!" Membentak perempuan bercadar dengan suara keras.Merasa sudah mengingat siapa perempuan itu, Manggala tertawa. Lalu katanya penuh ejekan, "Wah! Kendati aku tidak tahu seperti apa wajahmu yang kemungkinan bisa jadi seperti gadis remaja malu-malu atau pula seperti nenek-nenek yang siap untuk merat ke akhirat, tetapi bagaimana aku bisa lupa dengan dada montok dan paha, mulusmu yang sudah dijamah banyak orang itu! Apakah sekarang kau masih mengingat Manusia Mayat Muka Kuning yang tewas di tangan guruku, D
"Kini tiba saatnya kau untuk mampus, Si Buta dari Sungai Ular!" serunya keras.Masih melancarkan jurus Tepukan Cabut Sukma' sosok perempuan bercadar yang memperlihatkan bungkahan payudaranya yang montok dan kedua pahanya yang gempal serta putih mulus ini, sudah melesat cepat sambil lepaskan jotosan ke arah kepala Si Buta dari Sungai Ular. Angin deras mengiringi lesatan tubuhnya.Dalam keadaan tersiksa seperti itu, naluri kependekaran Manggala diuji. Begitu mendapati lawan sudah menyerang, dengan susah payah dan menahan sakit pada kedua telinganya, pemuda ini langsung menghempos tubuh dan memapaki dengan jurus 'Terjangan Maut Ular Putih'.Bummmm!Gerak kelebatan kedua orang ini sama-sama tertahan di udara. Kejap kemudian terdengar ledakan dahsyat saat terjadi pertemuan serangan keduanya.Tanah di mana benturan tadi terjadi, langsung rengkah, muncrat di udara menutupi pandangan. Tatkala semuanya sirap, terlihat sosok Si Buta dari Sungai Ular mencelat
"Busyet! Apakah kau sudah melihat wajahnya?" tanya Raja Dewa tetap dengan mimik tenang."Mana aku tahu! Tetapi....apakah tidak mungkin orang yang menutupi wajahnya sendiri dikarenakan dia memiliki wajah yang buruk dan menakutkan?" kata Peri Gelang Rantai kembali pada pembicaraan semula.Sebelum Raja Dewa menyahut, terdengar satu suara diiringi tawa yang cukup keras, "Bisa jadi! Karena kau sendiri tanpa menutupi wajahmu dengan cadar saja sudah menakutkan ya, Nek?"Peri Gelang Rantai yang sebelumnya dibuat jengkel karena Si Buta dari Sungai Ular membenarkan kata-kata Raja Dewa tentang persetujuannya untuk tidak mempergunakan Anting Mustika Ratu, palingkan kepala ke kanan. Dilihatnya Si Buta dari Sungai Ular yang sedang nyengir setelah selesai bersemadi. Perlahan-lahan sosok pemuda berpakaian dari kulit ular itu berdiri.Anehnya, bibir si nenek tersenyum."Ah! Kau membuatku tidak enak karena jadi saingan perempuan bercadar itu dalam hal paling jelek!"
Entah karena mendengar kata-kata orang atau dikarenakan merasa sia-sia, Dewi Kematian menghentikan serangannya. Dari balik cadar sutera yang dikenakannya, dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Celaka betul! Lelaki tua ini ternyata tidak omong kosong! Dia memang bisa mengerahkan tenaga dalam pada indera penciuman dengan cara yang sangat tepat! Tetapi...," mendadak saja Dewi Kematian palingkan kepala pada Peri Gelang Rantai. "Aku tak mau semua ini sia-sia belaka! Kalau lelaki tua itu berhasil mengatasi seranganku, belum tentu dengan si nenek keparat ini! Kalau begitu... biar kuhantam dia!"Namun sebelum Dewi Kematian melakukan maksud. Raja Dewa sudah berkata tetap dengan sikap tak berubah, "Peri Gelang Rantai! Jurus 'Tepukan Cabut Sukma' hanya bisa diatasi dengan cara mengalirkan tenaga dalam pada indera penciuman, bukan pada indra pendengaran! Tetapi perlu kau ketahui, cara pengaliran tenaga dalammu bukan ditahan pada perut, melainkan pada rongga dada sebelah kiri
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana