"Sikap manusia yang satu ini memang rada-rada aneh. Hampir mirip dengan sikap Raja Siluman Ular Putih. Kata-katanya yang pertama dan kedua jelas sebagai pancingan belaka. Tetapi kata-katanya yang terakhir, seolah mengisyaratkan ada seseorang yang mengintip. Apakah ini sebabnya sejak tadi dia hanya berputar-putar di sini saja?" batin si nenek dalam hati. Karena berpikir demikian, dia berkata, "Pandangan kasat mata hanya bisa dibuktikan dengan kedua mata terbuka! Barangkali dengan cara beristirahat pandanganmu tidak lagi nanar!"
"Aku pun berpikir begitu! Hingga rasa penasaranku tak nampak lagi! Peri Gelang Rantai, apakah kau bisa membantuku menangkap seekor burung?"
"Ke mana harus kutangkap?"
"Pergilah ke arah mana saja lalu pancing burung itu kemari sementara aku hendak... Oh! Aku tahu di mana burung itu sekarang? Dia bergerak-gerak karena mendengar percakapan kita!"
Sepasang mata yang berada di balik ranggasan semak belukar terbuka lebih lebar. Tangan kan
Wutttt! Wuttt!Angin deras yang menebarkan hawa dingin menderu. Hawa panas yang keluar dari serangan Maut Tangan Satu langsung tertindih. Sementara dengan cara yang sangat aneh, dari tangan kanan si nenek terlepas tiga buah gelang hitamnya sedangkan dari tangan kirinya terlepas gelang hitamnya dua buah.Lima gelang hitam itu menderu menimbulkan suara membeset. Dan melabrak lima sinar merah yang dilepaskan Maut Tangan Satu. Seketika terdengar suara letupan cukup keras dengan muncratnya lima cahaya merah tadi ke atas.Peri Gelang Rantai hanya terhuyung dua tindak ke belakang. Di seberang, Maut Tangan Satu terdorong dua tombak. Cepat lelaki berambut berdiri kaku itu kuasai keseimbangannya, dan berdiri dengan kaki terpentang. Pandangannya tak berkedip pada Peri Gelang Rantai yang sedang menunjukkan kelasnya yang patut dicemaskan lawan. Karena begitu lima buah gelang hitamnya memupus serangan lima cahaya merah dari Maut Tangan Satu, seperti memiliki mata, lima buah g
Kalau sejak tadi Peri Gelang Rantai berkata-kata begitu lugu, kali ini dia membentak, "Jangan bicara sembarangan! Yang kita tuju bukan cecunguk itu, melainkan Raja Setan Seruling Maut!""Kau sudah memasukkan Kuntum Bunga Malam, apakah kau akan mengikutinya sekarang?"Kali ini Peri Gelang Rantai terdiam seraya membatin, "Lelaki ini memang hebat sejak dulu. Bahkan dia bisa melihat gerakan tanganku yang sangat cepat memasukkan Kuntum Bunga Malam."Memang, saat si nenek menepuk pinggang Maut Tangan Satu, sebenarnya dia memasukkan sebuah bunga warna hitam yang diberi nama Kuntum Bunga Malam ke balik pinggang Maut Tangan Satu. Dengan keahlian khusus yang dimilikinya, Peri Gelang Rantai dapat membaui Kuntum Bunga Malam yang diletakkan di mana saja. Bahkan Kuntum Bunga Malam yang berada di balik pinggang Maut Tangan Satu, beberapa pun jauh jaraknya, si nenek dapat membauinya hingga tahu di mana orang itu berada.Perlahan-lahan si nenek palingkan kepala."T
Dari tempatnya, Si Buta dari Sungai Ular yang sangat penasaran ingin mengetahui siapa orang yang hendak ditemui Dewi Topeng Perak, harus bersabar menunggu pula. Waktu sepenanakan nasi pun berlalu. Mendadak saja terdengar suara bergeresek dari balik semak sebelah kanan' Dewi Topeng Perak berada, berarti dari sebelah kiri Si Buta dari Sungai Ular.Dewi Topeng Perak segera tolehkan kepala. Dilihatnya satu sosok tubuh sintal muncul dari balik ranggasan semak. Sosok seorang gadis berusia sekitar tujuh belas tahun. Raut wajah gadis ini bulat telur dengan kulit kuning langsat. Alisnya hitam legam dan dihiasi bulu mata yang lentik. Bibirnya tipis memerah basah. Hidungnya bangir. Rambutnya tergerai indah hitam mengkilat. Tubuh gadis yang sintal ini dibungkus pakaian berwarna hijau muda dengan renda-renda warna putih disepanjang kedua lengannya.Si Buta dari Sungai Ular yang juga melihatnya bergumam pelan, "Apakah gadis itu yang ditunggu oleh Dewi Topeng Perak? Tetapi menilik si
DEWI TOPENG PERAK segera mengangkat kedua tangannya dan mendorong ke arah Putri Lebah. Namun dengan gerakan luar biasa cepat Si Buta dari Sungai Ular melompat ke muka seraya menggerakkan tangan kanannya.Wuuttt!Seketika terdengar letupan yang cukup keras saat gebrakan Dewi Topeng Perak tertahan hajaran sambaran angin yang dilepaskan Si Buta dari Sungai Ular.Blaaam!Dalam keadaan melompat seperti itu, sebenarnya gerakan Si Buta dari Sungai Ular lebih banyak terhambat. Namun pemuda yang memiliki kecepatan ‘Jejak Kilat’ ini, dengan segera berputar dan menyambar tubuh Putri Lebah yang memekik kaget.Sejenak Dewi Topeng Perak terkesiap melihat gerakan si pemuda. Namun kejap lain, sebelum Si Buta dari Sungai Ular hinggap kembali di tanah, dia sudah keluarkan bentakan, "Rupanya kau, Si Buta dari Sungai Ular! Bagus! Berarti tak terlalu lama aku mencarimu!!"Bukan hanya Dewi Topeng Perak yang terkejut melihat kemunculan Si Buta dari Sun
Di seberang, Nenek Cabul telah berdiri tegak dengan sorot mata tajam pada Si Buta dari Sungai Ular. Di selasela bibirnya merembas darah segar.Si Buta dari Sungai Ular yang hendak melabrak kedua lutut Nenek Cabul yang merupakan kelemahan dari ilmu 'Penyangga Tubuh Kuatkan Jiwa' urung melakukan, karena dilihatnya Putri Lebah makin tunggang langgang dengan teriakan-teriakan tertahan dan wajah semakin terkesiap menghindari hajaran Dewi Topeng Perak."Gadis itu harus kuselamatkan lebih dulu!" desis pemuda yang di dadanya itu terdapat rajahan petir. Memutuskan demikian, segera saja Manggala melompat, memotong serangan Dewi Topeng Perak. Namun tatkala dia hendak menyambar tubuh Putri Lebah, dirasakan hamparan hawa panas menderu ke arahnya.Serangan yang ternyata dilancarkan oleh Nenek Cabul, mau tak mau membuat Manggala memekik tertahan. Dia hanya bisa mendorong tubuh Putri Lebah sementara dengan meliukkan tubuhnya, kaki kanannya siap dihantamkan ke kedua lutut si nen
Mengembung pipi lelaki berpakaian hitam sambung menyambung ini yang tak lain Maut Tangan Satu adanya. Kejap berikutnya kembungannya pecah dengan suara tak enak didengar dan memuntahkan darah kembali."Celaka! Rasa-rasanya... aku tak bisa bertahan sekarang...." keluhnya lemah.Dengan kerahkan sisa-sisa tenaganya, Maut Tangan Satu berupaya membalikkan tubuhnya. Lalu terlihat sepasang matanya terpejam dengan napas memburu dan dada naik turun. Dari hidungnya mengalir darah segar. Rupanya darah itu keluar karena wajahnya menghantam tanah tadi. Sedangkan di mulutnya, masih terdapat sisa-sisa darah yang dimuntahkannya tadi. Rasa sakitnya tak terkira. Setelah berusaha menyelamatkan diri dari Peri Gelang Rantai, Maut Tangan Satu terus berlari dengan susah payah. Napas lelaki ini makin terengah-engah."Gila! Aku tak sanggup untuk memulihkan keadaanku sekarang...," desahnya tetap dengan mata terpejam. "Peri Gelang Rantai... bila aku masih hidup... ke ujung neraka pun
Lelaki berkepala agak lonjong dengan rambut yang meranggas itu tertawa kembali."Tak usah berlagak! Aku tahu kau sudah siuman! Kini tiba saatnya aku mendengar kau akan membalas budi baikku!"Karena memang keadaannya sudah membaik, Maut Tangan Satu segera membuka kedua matanya. Dan perlahan-lahan dia duduk. Pandangannya lekat pada lelaki di hadapannya yang berjuluk Iblis Lembah Ular."Benar-benar celaka sekarang! Bila aku tak mengiyakan apa yang diinginkan, bisa jadi manusia keparat ini akan mencabut nyawaku! Sekarang, dalam keadaan yang cukup membaik kendati aku harus bersemadi dulu, kesempatan ini memang harus kupergunakan. Sebaiknya, kuturuti saja apa yang diinginkannya." Memutuskan demikian, Maut Tangan Satu tersenyum. "Terima kasih atas pertolonganmu. Ada ubi pasti ada talas. Ada budi pasti ada balas."Meledaklah tawa Iblis Lembah Ular. Keras, hingga dedaunan berguguran. Setelah beberapa kejap, lelaki berkepala lonjong ini memutus tawanya sendiri sera
Lalu dengan suara disarati duka, Putri Lebah menceritakan siapa dirinya yang sudah tentu hanyalah hasil karangannya belaka, "Namaku Ken Zuraidah. Aku berasal dari Dusun Bojong Sawo. Di saat usiaku lima tahun, gerombolan pembegal datang memporak porandakan dusun di mana aku tinggal. Dalam waktu hanya tiga hari saja, dusunku sudah dikuasai oleh orang-orang serakah itu. Banyak tindakan keji yang mereka lakukan. Seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Namun tak seorang pun yang bisa mengatasi semua itu kecuali menerima nasib malang. Hingga tiga bulan keangkaramurkaan itu berlangsung. Ayahku mati dibunuh secara keji. Sementara ibuku setelah diperkosa selama lima hari lima malam, akhirnya pun mati dibunuh. Di saat keputusasaan menimpa diriku, muncullah seorang Nenek yang mengaku berjuluk Dewi Lebah. Dengan bantuannyalah para pembegal itu berhasil dibantai dan sebagian diusir. Lalu entah mengapa mungkin karena aku sebatangkara Dewi Lebah memungutku sebagai muridnya. Dan setelah dua belas tahun
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana