Cesss! Cesss!
Ratu Adil menggeleng-gelengkan kepalanya ngeri. Seumur hidupnya baru kali ini melihat kehebatan bunga bangkai yang mampu meracuni rerumputan maupun apa saja yang terkena.
"Perempuan keji! Senjatamu beracun. Hatimu pun pasti beracun. Alangkah menyesalnya ibumu melahirkanmu di muka bumi ini," ejek Ratu Adil sengit.
Dewi Bunga Bangkai tidak menyahut. Amarahnya kian berkobar hingga ubun-ubun. Tak ada keinginan lain kecuali membunuh Ratu Adil secepatnya. Maka tanpa banyak membuang waktu kembali diterjangnya Ratu Adil dengan ganas. Tidak tanggung-tanggung!
Begitu bunga- bunga bangkainya dilontarkan segera pula kedua telapak tangannya didorong ke depan.
Werrr! Werrr! Werrr!
Wesss! Wesss!
Hebat bukan main serangan-serangan Dewi Bunga Bangkai kali ini. Lima buah sinar kuning yang disertai dua larik sinar berwarna kuning kontan melesat ke depan. Hebatnya lagi, seputar tempat pertarungan pun menjadi dingin bukan main!
Ratu A
Sejenak Gembong Kenjeran terperangah kaget, namun cepat menyadari kalau tubuhnya akan dijadikan sasaran. Maka segera kakinya menutul tanah, lalu melenting tinggi ke udara. Di udara, Gembong Kenjeran membuat putaran beberapa kali. Dan dengan gerakan mengagumkan, tubuhnya menukik turun dengan tangan bergerak menjotos.Bukkk! Bukkk!"Aaakh...!"Telak sekali bogem mentah Gembong Kenjeran mendarat di punggung Si Buta dari Sungai Ular. Untung saja Manggala cepat melompat ke depan, sehingga kepalanya selamat dari bogem mentah Gembong Kenjeran. Meski demikian, tetap saja pemuda itu terlempar ke depan dengan tulang punggung seolah mau remuk dan terasa nyeri bukan main!Begitu bisa menguasai keseimbangan, Si Buta dari Sungai Ular menggeram penuh kemarahan. Segera dicabut senjata pusaka Tulang Ekor Naga Emas!"Kenapa tidak dari tadi kau keluarkan senjatamu, Bocah buta! Padahal, tetap saja kau akan mampus di tanganku!" ejek Gembong Kenjeran.Si Buta dar
Seketika, tubuhnya melenting tinggi ke udara. Sedang gulungan asap putih berkilauan dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran telah melesat ke belakang, memporakporandakan apa saja yang ada di sana!Brasss!Semak belukar yang menjadi sasaran serangan Gembong Kenjeran kontan hancur porak poranda dengan warna menjadi kusam, mengepulkan asap putih tipis!Melihat hasil serangannya, Gembong Kenjeran jadi menggeram penuh kemarahan. Sungguh sama sekali tidak disangka kalau Manggala akan menghindar dari adu tenaga dalam. Tentu saja tindakan itu tak dapat diterimanya. Maka begitu melihat lawan mendarat, tiba-tiba kedua telapak tangannya kembali didorong ke sasaran.Wusss! Wusss!Lagi-lagi dua gulungan asap putih yang berkilauan meluncur dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran. Hawa dingin yang ditebarkan pun lebih dahsyat dari serangan pertama!Si Buta dari Sungai Ular tak ingin membuang-buang waktu, segera dikerahkannya pukulan andalan Eyang Bro
Gembong Kenjeran melipatgandakan tenaga dalamnya. Tangan-tangan bayi-bayi hitamnya pun kian erat, mencengkeram tubuh raksasa lawan."Ggggrrr!!!"Raksasa itu menggeram liar. Namun anehnya, Si Buta dari Sungai Ular yang biasanya kebal terhadap berbagai macam pukulan maut maupun bacokan senjata pusaka kini tampak kewalahan menghadapi cengkeraman-cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran."Ggggrrr...!!!"Si Buta dari Sungai Ular makin menggeliat-geliat hebat. Suara geramannya kali ini pun seperti menahan satu beban yang sarat penderitaan. Meski telah berusaha, tetap saja belum mampu melepaskan diri dari cengkeraman-cengkeraman tangan-tangan bayi hitam itu."Ha ha ha...! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal di tanganku, Bocah buta! Hayo, lekas kembali ke wujudmu semula! Aku ingin lihat, bagaimana kau meregang nyawa," kata Gembong Kenjeran puas sekali melihat hasil serangannya. Sepasang matanya yang mencorong beringa
Hebat bukan main! Ternyata tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran tak mampu menembus payung hijau yang melindungi tubuh Putri Hijau. Begitu tangan-tangan bayi hitam itu mendekat, satu kekuatan dahsyat yang kasat mata telah memuntahkan serangan. Berkali-kali Gembong Kenjeran mencoba menembus kehebatan payung di tangan Putri Hijau, namun tetap saja tak menemui hasil. Lagi-lagi tangan-tangan bayi hitamnya seperti menghadapi satu kekuatan dahsyat luar biasa yang mampu menolak serangan-serangannya!"Hik hik hik...! Untung aku selalu membawa payung. Kalau tidak, aku bisa kapiran!" Putri Hijau tersenyum senang. Payung di tangan kanannya diputar-putar seenaknya. Dan seiring Putri Hijau menaikkan payungnya ke atas, tangannya tiba-tiba mengibas.Werrr! Werrr!Seketika tampak lima buah sinar biru yang berbentuk seperti gerigi melesat cepat ke arah Gembong Kenjeran.Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Ia yang saat itu tengah kebin
Di saat Putri Hijau tengah kebingungan memikirkan luka dalam Si Buta dari Sungai Ular, tiba-tiba....Aku adalah bangkaiBangkai kejang nan kakuSeorang hamba yang datingDengan lemah gemulaiPenuh pengakuan, juga penyesalanSementara api yang dinyalakan-NyaMembakar otot-otot dan hatiBetapa sangat sempitLorong jalan kehidupanDi alam dunia...."Pasti tua bangka sinting itu yang datang kemari," duga Putri Hijau dalam hati, lalu melangkah berdiri. Dan kenyataannya memang benar. Belum sempat hilang gaung suara syair itu, Putri Hijau melihat seorang lelaki tua dengan pakaian serba putih tengah melenggang santai di jalan setapak yang menuju tempat bekas pertarungan."Wahai, Sobatku! Kemarilah! Aku butuh bantuanmu," sapa Putri Hijau, ramah seperti biasanya. Dan tak lupa menyebut kata-kata 'wahai' pada setiap orang.
Ruangan itu memang tidak begitu luas. Lebarnya tak lebih dari tiga kali empat tombak. Sebuah obor besar yang tertancap di salah satu dinding, membuat suasana dalam ruangan gua itu terang benderang. Di atas tumpukan jerami, Gembong Kenjeran merebahkan tubuh Dewi Bunga Bangkai yang masih tak sadarkan diri perlahan. Sementara tubuh Ratu Adil tetap berada dalam pondongannya."Lepaskan aku! Lepaskan aku, Pengecut!" teriak Ratu Adil kalap.Gembong Kenjeran hanya tertawa bergelak, tak sudi menuruti perintah Ratu Adil. Segera dibawanya gadis itu ke ruang sebelah. Namun baru saja melangkah...."Kakang!"Terdengar teguran seseorang, membuat Gembong Kenjeran terpaksa menahan langkah. Lalu badannya berbalik. Ternyata Dewi Bunga Bangkai telah siuman. Dan memang, perempuan cantik itulah yang tadi menegurnya."Kau membawa gadis itu pula, Kang?" tanya Dewi Bunga Bangkai, sambil menggigit bibir menahan luka dalamnya."Iya. Kenapa?""Apa kau ingin...?"
"Jadi.... Jadi" Ah...!" keluh Gembong Kenjeran sedih bukan main. Paras lelaki ini yang biasanya garang, entah kenapa jadi muram. Seolah tengah menanggung derita yang teramat sangat."Katakan! Siapa nama ayahmu yang sedang kau cari itu!" pinta Gembong Kenjeran bergegas. Jantungnya makin berdetak keras, khawatir kalau jawaban gadis itu sama dengan apa yang ada dalam benaknya."Guruku bilang, kalau aku ingin bertemu ayah kandungku, aku harus mencari seseorang yang bernama Gendon Prakoso. Dialah ayah kandungku!"Mencelos hati Gembong Kenjeran mendengar jawaban gadis itu. Jelas nama Gendon Prakoso terucap dari bibir gadis yang hendak diperkosanya! Wajahnya seketika jadi pucat pasi."A.... Akulah Gendon Prakoso itu, Nak.... A... Aku ayah kandungmu...! Maafkan aku, Nak.... Ohh.... Terkutuknya ak...!" desah Gembong Kenjeran mirip kerbau mau disembelih."Kau.... Kaukah Gendon Prakoso" Oh...!" pekik Ratu Adil, tak kalah kaget.Lalu, entah kenapa tiba-
Aneh! Tiba-tiba permukaan air sendang tempat Eyang Pamekasan bertapa bergolak. Semula hanya gelembung-gelembung kecil saja, namun tak selang berapa lama air sendang itu bahkan membuncah tinggi ke udara!Bersamaan dengan itu, mendadak muncul satu sosok tubuh berpakaian serba hitam dari dasar sendang. Mula-mula yang terlihat hanya kepalanya, lalu disusul sosoknya yang masih dalam keadaan bersemadi!"Bajingan! Kau harus membayar mahal atas pengkhianatanmu ini, Muridku!" dengus kakek yang memiliki wajah tirus dan rambut putih digelung ke atas penuh kemarahan. Sepasang matanya yang berwarna merah saga tampak mencorong beringas. Lalu dengan ilmunya yang tinggi, perlahan-lahan sosok renta yang masih dalam keadaan bersemadi itu mulai bergerak menuju tepian sendang. Hebatnya lagi, begitu tiba di tepian sendang dan melompat keluar, ternyata pakaian yang dikenakan tidak basah!Bukan main! Entah menggunakan ilmu apa hingga kakek renta yang memang Eyang Pamekasan ini mampu m
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana