Namun rupanya Kakek Pikun tidak terusik oleh gurauan Si Buta dari Sungai Ular. Ia malah asyik mengurut-ngurut pelipisnya, seolah-olah dengan cara itu ingin meyakinkan diri sendiri.
"Aku tak percaya! Aku tak percaya bocah buta ini dapat membunuh Hantu Tangan Api yang menjadi momok dunia persilatan...," desis Kakek Pikun berulang-ulang. "Aku harus menyelidikinya sendiri. Mana sudi aku mempercayai omongan Bocah buta itu?"
Di akhir desisannya, Kakek Pikun, buru-buru berkelebat cepat meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil.
"Tunggu, Kek! Kau mau ke mana?" tanya Si Buta dari Sungai Ular, heran juga melihat sikap Kakek Pikun. Namun Kakek Pikun tak sudi mendengarkan panggilan Si Buta dari Sungai Ular. Sembari terus mengeluarkan gumaman tak jelas, langkahnya malah makin dipercepat. Hingga dalam waktu yang tidak lama, sosoknya pun telah berubah menjadi titik biru kecil di kejauhan sana. Terpaksa Si Buta dari Sungai
"Hm...," Putri Hijau mengangguk-angguk."Jadi Hantu Tangan Api yang telah membunuh muridmu" Ya ya ya...! Pantas saja kau tampak uring-uringan begini. Tapi menurut desas-desus yang kudengar, Hantu Tangan Api telah tewas di tangan Si Buta dari Sungai Ular. Apakah Si Buta dari Sungai Ular yang kau maksudkan Bocah buta itu, Kakek Pikun?""Ah...! Kau benar, Perempuan Berpayung. Teman Bocah buta itu memang pernah menyebutnya Si Buta dari Sungai Ular," teriak Kakek Pikun gembira. “Tapi kalau kabar itu memang benar, lalu aku harus meminta pertanggungjawaban pada siapa atas tewasnya muridku?"Mendadak Kakek Pikun menampakkan raut wajah sedih."Wahai, sobatku Kakek Pikun! Seharusnya kau bersyukur menerima satu keberuntungan yang tersembunyi. Tidak seharusnya menyesal seperti ini. Untung saja hanya muridmu saja yang tewas. Kalau sampai kau mati, apa pikirmu masih dapat menikmati indahnya alam mayapada ini? Untuk itu, bersyukurlah! Sesungguhnya Hyang Widi meman
"Apa maksudmu, Peramal Maut? Apa ucapanmu tadi berarti kau ingin menantangku bertarung?" tanya Kakek Pikun, mengkelap."Tantangan telah terdengar. Pantang bagi Peramal Maut untuk mundur dari pertarungan!" tandas Peramal Maut."Bagus! Sudah lama aku ingin menekuk sepak terjangmu. Rupanya inilah saat yang tepat untuk mengakhiri sepak terjangmu!" sambut Kakek Pikun sengit."Jangan banyak bacot, Tua Bangka Pikun! Ayo kita lihat, siapa yang terlebih dulu berkalang tanah! Kau atau aku!"Peramal Maut menggeram penuh kemarahan. Sekali kakinya menghentak ke tanah, tubuhnya pun melenting tinggi di udara. Di udara, tongkat di tangan kanannya pun menyambar-nyambar ganas. Bahkan sebelum serangan-serangan itu sempat mengenai sasaran, terlebih dulu telah berkesiur angin keras disertai bunyi menggemuruh!"Hea! Hea!"Kakek Pikun tak kalah gertak. Dikawal bentakan-bentakan nyaring, tubuhnya pun segera melenting tinggi ke udara. Begitu serangan-serangan tongka
Lagi-lagi terjadi ledakan hebat di udara. Laksana layangan putus tali, tubuh Peramal Maut dan Kakek Pikun sama-sama terlempar jauh ke belakang.Bukk!Tubuh Peramal Maut terbanting keras dan jatuh berguling-gulingan. Parasnya seketika pucat pasi! Napasnya tersengal dengan darah mengalir dari hidung! Tak jauh di hadapannya, tubuh Kakek Pikun tegak kaku di tempatnya. Meski menderita luka dalam hebat, namun tokoh sakti dari puncak Gunung Slamet itu masih sanggup berdiri tegak.Melihat ini, hati Peramal Maut kontan kecut. Nyalinya bertarung pun seketika lenyap."Jangan dikira aku menerima kekalahanku begitu saja, Kakek Pikun! Tunggulah pembalasanku!" desis Peramal Maut, menahan amarah.Dan tiba-tiba tubuhnya berbalik, lalu segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Kakek Pikun tetap diam di tempatnya. Kedua lututnya tampak bergetar hebat. Dan begitu sosok bayangan Peramal Maut menghilang di balik kerimbunan depan sana, tubuhnya pun melorot ke bawa
"Aku tidak mau tahu tengah berhadapan dengan siapa. Apa salahnya sih kalau aku memuji pukulanmu tadi?" sahut si gadis cantik, genit.Matanya pun sempat mengerling ke arah Peramal Maut. "Ketahuilah! Hari ini kau tengah berhadapan dengan Peramal Maut! Hm...! Dari bau tubuhmu, tampaknya kau membawa satu maksud tak baik. Kau pun rupanya tengah mencari seseorang. Entah siapa, aku tak tahu. Yang jelas, mungkin hatimu akan terpaut pada orang yang sedang kau cari," desis Peramal Maut. Namun herannya, masih sempat juga ia meramal gadis cantik di hadapannya."Oh...! Jadi kau yang bergelar Peramal Maut? Pantas! Begitu aku datang kau sudah meramalku. Tapi benarkah ramalanmu barusan?" tanya gadis itu ragu-ragu. Lalu dalam hatinya pun membatin, "Menurut keterangan guruku Ratu Bangkai di Lembah Selaksa Kematian, aku harus hati-hati dengan tua bangka satu ini. Namun, aku juga tidak boleh meremehkan ramalannya begitu saja....""Dua kali kau membuat kesalahan besar padaku, Cah Ay
Sementara tubuh Peramal Maut sendiri tampak terjengkang ke belakang dengan paras pucat pasi. Napasnya terdengar memburu. Cepat lelaki tua ini melompat bangun. Darah segar yang membasahi hidung segera dibesut dengan punggung tangan.Jauh di depan sana, tubuh Dewi Bunga tampak masih berjumpalitan di udara. Namun tanpa diduga-duga sama sekali, tiba-tiba tangannya kembali mengibas, melontarkan kembali bunga-bunga bangkai senjata andalannya ke arah Peramal Maut. Peramal Maut terkesiap bukan main. Sungguh tak disangka kalau akan mendapat serangan demikian mendadaknya. Tanpa pikir panjang, tubuhnya segera dibuang ke samping.Namun, serangan bunga-bunga bangkai dari tangan Dewi Bunga Bangkai tak cukup sampai di situ. Laksana air hujan, puluhan bunga bangkai itu terus mengejar sosok Peramal Maut yang tengah sibuk menyelamatkan diri.Werrr! Werrr!"Bajingan! Kau kira gampang merobohkanku, hah! Tunggulah pembalasanku nanti, Gadis Bengal!" Peramal Maut masih saja sib
"Kau akan menyesal dengan ucapanmu, Peramal Maut. Kenapa tidak kalian berdua maju barengan saja?""Keparat! Justru kaulah yang akan menyesal telah bertemu Peramal Maut!" putus Peramal Maut.Di ujung akhir kalimatnya Peramal Maut yang memang sebenarnya sedang dibalur kemarahan memuncak segera menerjang Gembong Kenjeran. Tidak tanggung-tanggung segera dikerahkannya pukulan andalannya 'Gelap Ngampar'.Maka begitu kedua telapak tangannya berubah menjadi hitam legam, segera dihentakkan ke depan."Hea!"Wesss! Wesss!Gembong Kenjeran menjengekkan hidung. Angkuh. Sedikit pun hatinya tidak gentar menghadapi serangan lawan. Malah lelaki ini sempat mengumbar suara tawanya yang bergelak. Dan ketika jarak serangan Peramal Maut hanya tinggal beberapa jengkal dari tubuhnya, segera dikerahkannya pukulan andalan 'Pelebur Bumi' yang baru saja dipelajarinya dari Eyang Pamekasan."Makanlah pukulan 'Pelebur Bumi'-ku!Hea!" Gembong Kenjeran alias G
Peramal Maut sejenak memperhatikan lelaki yang sebenarnya bernama Gendon Prakoso itu. Melihat pandang mata Gembong Kenjeran yang beringas, buru-buru diraihnya dua butiran kuning dan ditelannya."Nah! Kau telah menelan obat itu. Sekarang, kau harus secepatnya mencari Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting. Kalau tak kau kerjakan, dalam jangka empat puluh hari kau akan mati dengan cara amat mengerikan. Kau tahu! Obat yang kau telan tadi adalah racun ganas yang perlahan-lahan akan menggerogoti ususmu! Kalau kau tak dapat mencari keterangan tentang Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting dalam waktu yang kuberikan, jangan harap aku akan memberikan obat pemunahnya!" urai Gendon Prakoso, menyentak perasaan.Paras Peramal Maut kontan pias. Ia langsung mengutuk dirinya yang terlalu bodoh, hingga dapat dikadali Gembong Kenjeran yang memberikan racun amat mematikan. Namun untuk menolak perintah jelas terlambat. Tak ada pilihan lain. Peramal Maut pun akhirnya menuruti.
"Oh...! Rupanya kau, Kakek Pikun! Ayo sini, Kek! Kenapa malu-malu? Apa tidak ingin ikut menikmati daging kelinci?" sambut Ratu Adil ramah. Senyumnya pun ikut terkembang di bibir."Mau! Mauuu...!" kata batin Kakek Pikun, semangat."Ayo, Kek! Jangan malu-malu! Nanti keburu disikat habis temanku yang rakus ini!" tuding Ratu Adil ke arah Si Buta dari Sungai Ular."Oh...! Jangan dihabiskan!" teriak Kakek Pikun tak dapat menyembunyikan perasaan. Malah dengan langkah buru-buru segera didekatinya Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular. Ia duduk menjejeri Si Buta dari Sungai Ular dan tangannya langsung memotes paha daging kelinci panggang.Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular yang melihat ulah Kakek Pikun hanya tersenyum-senyum saja. Tanpa malu-malu lagi, Kakek Pikun segera menyantap paha kelinci di tangannya lahap. Malah, lebih lahap dibanding Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil.Maklum sudah dua hari dua malam perutnya belum diisi. Maka tak heran kal
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana